Selasa, 10 Agustus 2021

 

PPKM Sampai Kapan?

Hasanudin Abdurakhman ;  Cendekiawan, penulis

DETIKNEWS, 9 Agustus 2021

 

 

                                                           

Ini adalah pertanyaan ratusan juta penduduk Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali. Setiap akhir pekan orang-orang bertanya, apakah PPKM ini akan selesai atau diperpanjang lagi. Jawabannya tentu saja ada di tangan pemerintah. Tapi kita sebenarnya bisa menduganya.

 

PPKM Darurat diterapkan saat penambahan pasien harian melonjak tinggi bulan lalu. Target pemerintah adalah menekan angka penularan harian hingga di bawah 10.000 kasus per hari. Berhasilkah? Penambahan pasien harian seminggu terakhir masih di sekitar 35.000. Dibanding pertengahan Juli ada sedikit penurunan. Tapi angkanya masih sangat tinggi dibanding dengan target yang mau dicapai.

 

Jumlah kasus aktif juga masih sangat tinggi, sekitar 500.000, 5 kali lipat dibanding awal Juni. Rumah-rumah sakit masih kewalahan menangani pasien. Ujungnya adalah tingginya angka kematian. Kasus kematian harian masih di atas 1.500.

 

Situasi itu memberi gambaran yang jelas terhadap jawaban atas pertanyaan tadi. Situasi kita masih gawat. Penurunan jumlah pasien harian ke level 35.000 pun sebenarnya sulit dianggap sebagai kemajuan karena jumlah tes yang dilakukan juga sangat rendah. Positive rate kita masih sangat tinggi. Kalau jumlah tes ditingkatkan, pertambahan pasien harian pasti lebih tinggi. Yang sulit diotak-atik adalah angka kematian. Kita masih berada di posisi tertinggi di dunia.

 

Ringkasnya, situasi kita masih sangat buruk. Itu berarti bahwa pembatasan masih perlu dilakukan. Hanya saja masalah di sisi lain tidak kalah mendesak. Rakyat butuh bekerja untuk cari makan. Pemerintah juga tidak sanggup untuk terus menyuapi mereka. Dana yang ada di tangan pemerintah baik pusat maupun daerah sudah sangat tipis. Jadi, apa yang harus dilakukan?

 

Pertama, kita seharusnya mengevaluasi, efektifkah PPKM ini? Angka-angka tadi menjawabnya. PPKM ini tidak efektif. Kenapa? Karena tindakan yang diambil tidak relevan dengan upaya pencegahan. Betul bahwa mobilitas orang ditekan dengan berbagai pembatasan. Tapi itu tidak serta merta menekan penularan. Kenapa? Karena interaksi mikro antarpenduduk masih tetap berlangsung seperti biasa.

 

Yang saya lihat, PPKM hanya tampak dalam bentuk penyekatan jalan, yang faktanya hanya memutarkan arus lalu lintas. Itu tak berpengaruh pada pencegahan infeksi. Pengetesan dan pelacakan masih jauh dari cukup.

 

Saya ingat ketika anggota keluarga saya terinfeksi Covid-19 pertengahan Juni lalu, ketika gelombang besar ini baru akan mulai. Kami berinisiatif melaporkan diri, sembari melakukan isolasi mandiri. Apakah ada usaha untuk memastikan kepada siapa kami berpotensi menularkan setelah kami tertular? Tidak. Tidak ada pelacakan terhadap siapa saja kami sudah berinteraksi.

 

Saya kira itu gambaran umum situasinya. Kerja penanganan pandemi hanya sebatas pada tahu ada orang terkena infeksi, mendatanya untuk dilaporkan, meminta orang-orang yang tertular melakukan isolasi mandiri. Kalau dari dia ada potensi orang lain tertular, dan dia tidak menjalankan isolasi, tidak ditangani. Dalam konteks ini sebenarnya tak ada pembatasan.

 

Kalau situasinya seperti ini, tidak akan ada penurunan. Infeksi masih akan terus marak, sampai tercapai herd immunity alami, yaitu ketika lebih dari 60% orang sudah pernah terinfeksi. Atau, herd immunity yang dicapai melalui vaksinasi. Sayangnya, meski sudah digenjot dengan berbagai cara, vaksinasi masih tetap berjalan lambat.

 

Pemerintah sedang menampilkan diri sebagai organisasi yang tak tahu harus melakukan apa. Yang penting sekadar terlihat bekerja saja. Lalu mereka mencoba menghibur diri dengan mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi 7%, dan mengatakan bahwa kita sudah keluar dari resesi. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar