Ekonomi
Tumbuh Sesaat, Utang Melesat Sarwani ; Jurnalis Watyutink.com |
WATYUTINK, 12
Agustus 2021
Di
tengah kabar gembira mengenai tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
kembali ke zona hijau sebesar 7,07 persen secara tahunan pada kuartal II
2021, terselip kegundahan atas rencana pemerintah untuk kembali menarik utang
pada paruh kedua 2021. Kegundahan
yang membuncah tidak pada ‘tradisi’ berutangnya pemerintah, tetapi pada
angkanya yang cukup fantastis yakni Rp515,1 triliun. Pemerintah berdalih
utang jumbo tersebut untuk menyelamatkan rakyat. Pandemi
Covid-19 menjadi tantangan luar biasa yang harus dihadapi pemerintah. Taruhannya tidak hanya kematian dan
kesehatan manusia, tetapi juga memukul perekonomian negara hingga ke level
paling bawah. Pemerintah
menyatakan semua negara yang mengalami pandemi Covid-19 menyusun instrumen
kebijakan agar bisa menjinakkan virus mematikan ini, termasuk mengatasi
dampak yang ditimbulkannya di bidang sosial, ekonomi, dan keuangan. Sebagai
sebuah tantangan yang tidak biasa (extraordinary challenge), respon
kebijakannya dibuat mengikuti nature-nya, yang juga bersifat extraordinary.
Salah satunya menyangkut penyusunan APBN yang new normal dengan membuka ruang
defisit lebih lebar dari biasanya. APBN
harus menyelesaikan tantangan yang serba di luar biasa selama masa pandemi
ini. Lonjakan kebutuhan di bidang kesehatan, bantuan sosial, suntikan modal
untuk usaha kecil, penguatan kapasitas di daerah-daerah, menjaga stabilitas
rupiah dan kondisi perekonomian membutuhkan kenaikan anggaran yang tidak
sedikit. APBN
menjadi instrumen untuk menyelamatkan rakyat dan perekonomian. Implikasinya,
beban anggaran melonjak tajam sehingga menimbulkan defisit besar. Untuk itu
pemerintah mengajak masyarakat untuk memahami mengapa negara harus berutang
sebagai sebuah intrumen, bukan tujuan. Pemerintah
berpendapat proyeksi utang baru tersebut juga lebih kecil dari jumlah utang
dalam UU APBN 2021. Outlook utang sepanjang tahun ini diperkirakan sebesar
Rp958,1 triliun dari semula Rp1.177,4 triliun. Rencana
pemerintah berutang bukanlah satu cara ‘menyelesaikan masalah tanpa masalah’.
Semakin bertumpuknya utang bisa membawa Indonesia pada kebangkrutan karena
tidak mampu lagi membayar cicilan. Gali lubang, tutup lubang yang akan
membawa Indonesia pada jebatan utang (debt trap). Indonesia
harus berhati-hati dan menghindari nasib seperti lima negara yang bangkrut
karena kegagalannya dalam membayar utang. Mereka adalah Venezuela, Argentina,
Yunani, Ekuador, dan Zimbabwe. Tumpukan
utang Indonesia sudah mencapai di atas Rp6.500 triliun. Jumlah tersebut
disebut-sebut masih akan terus bertambah dan pemerintahan Presiden Joko
Widodo akan mewariskan beban utang bagi generasi mendatang sebanyak Rp10.000
triliun pada akhir masa jabatannya. Pernyataan
pemerintah bahwa pandemi adalah tantangan extraordinary yang juga harus
direspon dengan kebijakan yang juga extraordinary, pada akhirnya menimbulkan
paradoks karena solusinya dengan berutang yang tidak merupakan satu upaya
extraordinary. Gaya
pemerintah yang monoton dalam mengatasi masalah keuangan negara dengan
berutang akan membahayakan kelangsungan bangsa Indonesia ke depan. Pemerintah
tidak memiliki terobosan solutif tanpa utang.
Utang dapat membuat Indonesia sulit untuk pulih. Pemerintah
juga sudah terlalu boros dalam menangani pandemi. Dana yang digelontorkan
untuk mengatasi Covid-19 sudah mencapai Rp1.000 triliun lebih, namun hasilnya
justru menempatkan Indonesia pada rangking pertama dalam kasus baru penularan
Covid-19 dan tingkat kematian yang tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Jika
positifnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2021 menjadikan pemeritah
percaya diri (pede) bahwa ekonomi Indonesia akan membesar sehingga mampu
membayar utang ke depan, maka perlu diketahui bahwa zona hijau pertumbuhan
ekonomi tersebut sifatnya sesaat. Pertumbuhan
ekonomi pada kuartal II 2021 itu lebih dominan ditopang oleh pengeluaran
rumah tangga sebelum kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
(PPKM) diterapkan. Permintaan yang tertahan meledak pada periode tersebut. Indonesia
membutuhkan pertumbuhan yang berkesinambungan untuk mampu membayar utangnya
ke depan. Basis untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan hingga saat ini
belum terlalu kuat sehingga Indonesia masih mudah terombang-ambing dalam
gejolak ekonomi global. Jangan tertipu oleh pertumbuhan sesaat sehingga pede
untuk berutang yang membuat jumlah utang terus melesat naik. ● Sumber : https://www.watyutink.com/topik/berpikir-merdeka/Ekonomi-Tumbuh-Sesaat-Utang-Melesat |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar