Antisipasi
Varian Baru, Tingkatkan Jumlah WGS Tjandra Yoga Aditama ; Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/
Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P
& Ka Balitbangkes |
SINDONEWS, 28 Juli 2021
SINDONEWS.COM pada 25 Juli
2021 menayangkan berita berjudul “Jokowi: Ada Kemungkinan Muncul Varian
Covid-19 Lain yang Lebih Menular”. Dalam berita pada hari Minggu malam
tentang kelanjutan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai
2 Agustus tersebut juga dikutip pernyataan Presiden bahwa “Kita harus selalu
waspada, ada kemungkinan dunia akan menghadapi varian lain yang lebih
menular”. Dalam pernyataan Presiden
juga ditekankan tentang varian Delta yang lebih menular, yang sekarang sudah
banyak juga dilaporkan kasusnya di Tamah Air. Sementara itu, pada 12 Juli
2021 Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO)Tedros menyampaikan bahwa
varian Delta kini terus meluas di dunia dan berhubungan dengan kenaikan kasus
dan kematian. Dikatakannya bahwa varian Delta sudah ada di lebih dari 104
negara dan bukan tidak mungkin akan mendominasi situasi di waktu mendatang. Di sisi lain, pada 15 Juli
2021, Didier Houssain, pimpinan Emergency Committee WHO tentang Covid-19
menyatakan bahwa ada kemungkinan besar (strong likelihood) bahwa di waktu
mendatang akan ada varian baru yang menyebar di dunia yang mungkin lebih
berbahaya dan bahkan lebih sulit dikendalikan. Semua ini menunjukkan
bahwa kita memang perlu memiliki data dan informasi yang akurat tentang
perkembangan berbagai varian baru Covid-19 di negara kita. Varian
Delta Sudah banyak dibicarakan
bahwa salah satu alasan utama peningkatan kasus kita sekarang ini antara lain
karena varian Delta yang memang jauh lebih mudah menular. Varian Delta adalah
salah satu Varian of Concern dalam klasifikasi WHO, bersama varian Alfa, Beta
dan Gamma. Selain itu ada juga berbagai varian baru yang oleh WHO
dikelompokkan menjadi “Variant of Interest (VOI)”, yaitu varian Epsilon,
Zetta, Eta, Theta, Iota dan dua yang paling banyak dibicarakan adalah Varian
Kappa dan Lambda. Walau sekarang kita banyak
membahas dampak varian Delta di Tanah Air tapi kita tentu perlu waspada juga
dengan kemungkinan varian baru lain, baik yang bermula dari luar negeri atau
yang bukan tidak mungkin terbentuk di negara kita karena tingginya angka
penularan di masyarakat. Kita tahu India misalnya, tingginya kasus di negara
itu beberapa waktu yang lalu juga berjalan seiring ditemukannya varian baru
yang bermula di sana, yang mula-mulanya diberi nama B.1.617. Belakangan
diketahui bahwa ada 3 jenis lagi dari varian ini, ada B.1.617.1 yang oleh WHO
disebut varian Kappa, ada B.1.617.2 yang kini dikenal luas sebagai varian
Delta dan ada juga B.1.617.3 yang masih dalam penelitian selanjutnya. Jelasnya, kalau penularan
di masyarakat sedang tinggi, seperti sekarang sedang terjadi di negara kita,
maka virus akan terus berreplikasi dengan jumlah yang banyak, dan bukan tidak
mungkin waktu replikasi akan terjadi perubahan/mutasi bagian virus dan
kemudian terbentuk varian baru. Secara kesehatan
masyarakat dan juga untuk menentukan kebijakan maka data yang cukup luas
tentang varian Delta (atau varian lain) di negara kita tentu perlu kita
ketahui. Beberapa teman yang keluarganya wafat juga bertanya apakah kira-kira
mereka tertular varian Delta atau bukan, untuk mereka lebih berhati-hati.
Jadi, peningkatan jumlah pemeriksaan “Whole Genome Sequencing – WGS” menjadi
amat diperlukan untuk kita mengetahui secara lebih tepat apa saja yang ada di
lapangan. Jumlah
WGS Sekarang Indonesia sudah
--atau baru--memeriksa sekitar 3.000 sampel WGS. Data per 27 Juli 2021 dari
GISAID -yang mengumpulkan semua sekuensing virus Covid-19 di dunia-
menyebutkan bahwa sekuens yang dikirim dari Indonesia adalah sebanyak 3.614
genom dari hampir 2,5 juta genom yang dimasukkan ke GISAID. Adapun Filipina
sudah mengirimkan 5.305 genom, Singapura 4.063 genom dan India bahkan sudah
memeriksa dan mengirimkan 35.868 genom. Tentu kita tidak perlu membandingkannya
dengan Amerika Serikat yang sudah mengirimkan 652.172 genom, atau Inggris
yang dengan 593.155 genom. Kalau kita dapat --dan baiknya
begitu--meningkatkan jumlah pemeriksaan WGS maka bukan tidak mungkin akan
juga ditemukan varian baru selain Delta. Kita tahu di India sudah beredar
juga varian Delta plus yang antara lain ternyata tidak dapat diobati dengan
antibodi monoklonal seperti Casirivimab dan Imdevimab sehubungan adanya
mutasi K417N. Kalau Delta plus ada juga di Indonesia maka bukan tidak mungkin
regimen pengobatan di rumah sakit perlu disesuaikan. Juga di Australia
dilaporkan varian Kappa yang bersama varian Delta diduga berperan pada
penularan yang terjadi hanya karena berpapasan yang terjadi pada dua orang
yang sedang berbelanja di “Westfield Bondi Junction”. Memang penularan secara
berpapasan yang disebut fleeting contact ini masih terus diteliti lebih
lanjut tentang seberapa besar masalahnya, tetapi setidaknya dapat disebut
bahwa walaupun kemungkinannya kecil tetapi memang mungkin terjadi, low risk
but not no risk. Di sisi lain, Direktur
Jenderal Kesehatan Malaysia Tan Sri Dr Noor Hisham Abdullah pada 15 Juli 2021
mengatakan bahwa varian Delta ternyata dapat saja menular di udara bahkan
dalam waktu singkat mungkin dalam 5 sampai 15 detik saja. Juga disampaikan
bahwa angka penularan infeksi juga makin besar. Angka reproduksi virus dalam
bentuk Ro atau Rt yang biasanya berkisar antara 2,5 dan 3.0 maka pada varian
Delta dapat meningkat sampai 5,0 dan 8,0. Disebutkan bahwa kalau ada 100 orang
terinfeksi varian Delta maka virus kemudian dapat menyebar ke 500 sampai 800
orang lainnya. Di luar varian yang sudah
kita kenal maka ternyata masih mungkin saja ada ancaman baru yang lain,
seperti sudah disampaikan Presdien Jokowi dan juga pernyataan “Emergency
Committee Covid-19 WHO”. Artinya, varian Delta, variasinya dalam bentuk Delta
plus, dan juga berbagai varian baru lain --termasuk yang belum ditemukan
sekarang ini--perlu jadi perhatian utama kita. Salah satu cara utama untuk
menanggulanginya adalah dengan meningkatkan jumlah pemeriksaan WGS di negara
kita. Ini harus jadi prioritas kita sekarang ini. Pengendalian kasus
Covid-19 yang masih juga tinggi di negara kita ini harus dilakukan dengan
tiga pendekatan. Pertama adalah pembatasan sosial, mulai dari kepatuhan
menjalani 3 M atau 5M, sampai kepada implementasi yang baik dari PPKM darurat
atau dalam level tertentu, dan mungkin pula pada jenis pembatasan sosial yang
lebih ketat kalau situasi memaksa. Kedua adalah 3 T, melakukan tes, telusur
dan terapi. Jumlah tes yang dilakukan harus terus dinaikkan dengan amat
tinggi, dan kedua kegiatan dilanjutkan dengan telusur yang massif. Semua
kasus yang ditemukan pada tes dan telusur lalu harus dapat diisolasi atau
dikarantina untuk mendapatkan penanganan dan memutuskan rantai penularan.
Kalau masih banyak kasus baru di masyarakat yang tidak ditemukan maka
penularan masih akan terus terjadi, tidak kunjung terkendali dan masih akan
terus diperlukan pembatasan sosial yang ketat. Sebagai bagian dari kegiatan tes
secara umum maka amat penting dilakukan peningkatan data WGS seperti sudah di
bahas di atas. Pendekatan ke tiga dalam
pengendalian Covid-19 adalah vaksinasi, yang harus secara konsisten dilakukan
secaras maksimal. Ketiga pendekatan ini
semuanya harus berjalan bersama-sama, sekaligus. Tidak boleh hanya satu atau
dua saja, atau dalam rujukan internasional disebutkan harus do it all. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar