Lahirnya
Era Baru Ibadah Haji pada Musim Pandemi Musthafa Abd Rahman ; Wartawan Kompas di Kairo, Mesir |
KOMPAS, 18 Juni 2021
Dalam konferensi pers yang
digelar Wakil Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi Dr Abdel Fateh
Mashath, Sabtu (12/6/2021), di Riyadh, salah seorang wartawan bertanya,
mengapa Arab Saudi hanya mengizinkan warga Arab Saudi dan warga asing yang
berdomisili di negara itu dengan jumlah terbatas 60.000 orang untuk menunaikan
ibadah haji tahun ini? Seperti diketahui, Arab
Saudi tahun lalu juga menyelenggarakan ibadah haji hanya untuk warga Arab
Saudi dan warga asing yang berdomisili di negara itu dengan jumlah sangat
terbatas, antara 1.000 dan 10.000 anggota jemaah saja. Secara sangat jujur, Dr
Mashath menjawab, jumlah 60.000 calon jemaah haji itu sesuai dengan kapasitas
kemampuan infrastruktur perangkat pendukung ibadah haji yang bisa menjamin
keselamatan dan kesehatan jemaah di Arab Saudi tahun ini. Infrastruktur itu
di antaranya seperti tenaga kesehatan, aparat keamanan, keamanan kesehatan
wukuf di padang Arafah dan menginap di kota Mina, serta pelaksanaan sai dan
tawaf. Selain pembatasan jumlah,
Arab Saudi juga mengharuskan calon jemaah haji bebas dari penyakit kronis dan
sudah divaksinasi Covid-19 serta berusia 18 tahun hingga 65 tahun. Menurut
Worldometers, kasus positif Covid-19 di Arab Saudi hingga Rabu (16/6/2021)
mencapai 468.175 kasus, 7.606 orang meninggal dunia, dan 450.255 dinyatakan
sembuh. Ada dua pernyataan kunci
dari Dr Mashath. Pertama, pelaksanaan haji tahun ini kembali terbatas hanya
untuk warga negara Arab Saudi dan warga asing yang berdomisili di negara itu,
dengan dalih Pemerintah Arab Saudi lebih mengutamakan keselamatan kesehatan
jemaah haji. Kedua, Arab Saudi hanya mengizinkan jumlah maksimal sekitar
60.000 anggota jemaah haji tahun ini, dengan dalih jumlah tersebut sesuai
dengan kapasitas kemampuan infrastruktur perangkat pendukung pelaksanaan
ibadah haji tahun ini. Dari dua pernyataan kunci
itu, sesungguhnya telah lahir era mekanisme pelaksanaan ibadah haji pada
musim pandemi saat ini yang berbeda jauh dari mekanisme pelaksanaan ibadah
haji pada era sebelum pandemi. Dalam era ibadah haji pada musim pandemi ini,
Arab Saudi menetapkan keselamatan kesehatan jemaah haji merupakan prioritas
yang di atas segala-galanya. Arab Saudi tampak tidak
mau berkompromi soal isu keselamatan kesehatan jemaah haji sehingga berani
mengabaikan godaan keuntungan ekonomi yang luar biasa dari industri ibadah
haji. Padahal industri ibadah haji sudah menjadi andalan dari diversifikasi
ekonomi dalam visi Arab Saudi 2030 yang telah dideklarasikan oleh Putra
Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) pada 2016. Potensi pendapatan dari
ibadah haji dan umrah diperkirakan 12 miliar dollar AS. Tentu banyak kerugian
ekonomi yang harus dipikul Arab Saudi akibat keputusan membatasi jumlah
jemaah haji. Raja Arab Saudi Salman bin Abdelaziz telah menyetujui memberi
stimulus ekonomi sebanyak 48 miliar dollar AS untuk mengganti kerugian di
sektor haji dan umrah itu. Stimulus ekonomi tersebut
meliputi pembebasan pajak selama satu tahun aktivitas perdagangan di kota
Mekkah dan Madinah, pembebasan pembayaran pajak untuk pekerja asing yang
digunakan oleh pelaku usaha di sektor haji dan umrah selama enam bulan.
Kemudian pembaruan izin oleh kementerian pariwisata selama satu tahun tanpa
pungutan biaya tambahan untuk semua infrastruktur haji dan umrah di kota
Mekkah dan Madinah, serta bisa di perpanjang lagi. Bagian dari stimulus
ekonomi itu adalah menunda pungutan biaya pembaruan izin tinggal pekerja
asing di sektor haji dan umrah selama 6 bulan dan memperpanjang izin operasi
semua jenis kendaraan angkutan untuk haji dan umrah selama satu tahun tanpa
pungutan biaya. Arab Saudi menerapkan
kebijakan yang terukur dalam menentukan jumlah calon jemaah haji yang sesuai
dengan kapasitas kemampuan infrastruktur perangkat pendukung pelaksanaan
ibadah haji. Jadi, keselamatan kesehatan jemaah haji dan kapasitas kemampuan
infrastruktur menjadi barometer mutlak Pemerintah Arab Saudi dalam mengambil
kebijakan terkait pelaksanaan ibadah haji pada musim pandemi ini. Karena itu, pelaksanaan
ibadah haji tahun lalu dan tahun ini menjadi barometer atau gambaran dalam
pelaksanaan ibadah haji tahun depan dan bahkan tahun-tahun berikutnya, selama
pandemi Covid-19 masih berlanjut dan semua negara belum mencapai herd
immunity (kekebalan kelompok). Yakni, ibadah haji hanya melibatkan jemaah
haji dalam jumlah sangat terbatas dan tidak akan kembali pada era ibadah haji
sebelum musim pandemi yang melibatkan 2,5 juta anggota jemaah haji. Bisa jadi, jumlah jemaah
haji tahun depan dan tahun-tahun berikutnya terus bertambah dari jumlah
60.000 anggota jemaah haji tahun ini. Namun, jumlahnya tetap terbatas, tidak
akan mencapai jutaan jemaah lagi selama pandemi belum berakhir. Jumlah jemaah haji yang
akan diizinkan melakukan ibadah haji tahun depan akan ditentukan dari hasil
kajian pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Jika pelaksanaan ibadah haji tahun
ini dinilai sukses, bisa dipastikan jumlah jemaah haji tahun depan akan
bertambah. Seperti halnya pelaksanaan ibadah haji tahun lalu yang dinilai
sangat sukses, maka dampaknya jumlah jemaah haji tahun ini bertambah dari
hanya 1.000-10.000 anggota jemaah haji tahun lalu menjadi 60.000 anggota
jemaah. Tentu juga varian Covid-19
yang berkembang pada tahun depan dan kemampuan negara-negara lain membatasi
penularan Covid-19 itu, menjadi pertimbangan Arab Saudi dalam kebijakan
terkait ibadah haji tahun depan. Karena itu, negara-negara yang biasa
mengirim jemaah haji setiap tahun ke Mekkah atau umat Islam di seluruh dunia
harus legowo menerima kenyataan bahwa pelaksanaan ibadah haji pada musim
pandemi hanya melibatkan jemaah haji dalam jumlah sangat terbatas. Bagi Arab Saudi sangat
penting, sikap legowo dan sekaligus dukungan negara-negara yang biasa
mengirim jemaah hajinya ke Mekkah atas keputusan membatasi jumlah jemaah haji
pada saat pandemi. Menurut harian Asharq Al Awsat, sudah ada 195 negara dan
organisasi yang mengirim surat dukungan kepada Arab Saudi atas kebijakan
membatasi jumlah jemaah haji ini. Dukungan yang terus
berdatangan tersebut, memperkokoh posisi politik dan keagamaan Arab Saudi dan
Raja Salman yang mendapat julukan sebagai pelayan dua tanah suci, Mekkah dan
Madinah. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar