Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Ma'ruf Amin ; Wakil Presiden
Republik Indonesia |
KOMPAS, 19 Mei 2021
Penanggulangan kemiskinan
selalu menjadi fokus utama dalam pembangunan. Indonesia sendiri berhasil
menurunkan tingkat kemiskinan dari kisaran 40 persen pertengahan 1970-an
hingga 9,22 persen di 2019. Selama kurun waktu tersebut, tingkat kemiskinan
sempat mengalami peningkatan terutama saat krisis 1997-1998 dan 2006-2007. Hal sama terjadi saat
pandemi Covid-19, di mana tingkat kemiskinan meningkat menjadi 9,78 persen
pada Maret 2020 dan 10,19 persen pada September 2020. Tren penurunan angka
kemiskinan empat dekade terakhir yang disertai peningkatan kemiskinan pada
beberapa periode “krisis” menunjukkan bahwa masalah kemiskinan dan
kesejahteraan sangat dinamis. Selain itu, isu kemiskinan juga bersifat
multidimensi, yakni bukan semata terkait keterbatasan ekonomi, tetapi juga
kurangnya akses ke pendidikan serta kesehatan, dan dimensi lain. Karenanya penanganan
kemiskinan harus multisektoral. Ini alasan utama dibentuknya Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sejak 2010, yang dipimpin
langsung oleh Wakil Presiden dengan para menteri lintas sektor sebagai
anggotanya. Mengukur
kemiskinan Kemiskinan diukur dengan
membandingkan nilai konsumsi kebutuhan makanan dan non-makanan per kapita
dengan garis kemiskinan. Jika konsumsi per kapita suatu rumah tangga lebih
rendah dari garis kemiskinan, maka ia masuk kategori miskin. Indonesia
melakukan perhitungan kemiskinan dengan pendekatan biaya kebutuhan dasar
(cost of basic needs) makanan dan non-makanan. Penghitungan kebutuhan
makanan disetarakan dengan asupan gizi minimal 2.100 kilokalori/kapita/hari.
Sedangkan, pengeluaran non-makanan mencakup pengeluaran untuk perumahan,
sumber energi, transportasi, pendidikan, kesehatan, dan sejumlah kebutuhan
lainnya. Secara global,
penghitungan garis kemiskinan bersandar pada konsep paritas daya beli (PPP)
yang dapat terbandingkan antar negara, sehingga nilai tukar yang digunakan
bukan nilai tukar yang berlaku di pasar. Perhitungan dan perbandingan tingkat
kemiskinan global ini menggunakan definisi kemiskinan ekstrem sesuai standar
Bank Dunia dan PBB yang setara 1,9 dollar AS PPP. Penggunaan konsep PPP ini
untuk memperoleh garis kemiskinan yang setara (welfare consistent) baik antar
negara maupun antar waktu. Garis kemiskinan ekstrem
ini lebih rendah dari garis kemiskinan nasional kita yang pada 2020 setara
2,5 dollar AS PPP. Tingkat kemiskinan Indonesia bila menggunakan standar Bank
Dunia 1,9 dollar AS PPP pada 2020 adalah 3,9 persen, jauh lebih rendah dari
tingkat kemiskinan nasional BPS 9,78 persen. Sejalan dengan komitmen
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk menghapus kemiskinan ekstrem
global pada 2030, Presiden Jokowi telah memberikan arahan agar kemiskinan
ekstrem 1,9 dollar AS PPP di Indonesia bisa mencapai nol persen pada akhir
2024. Strategi
penanggulangan Pemerintah menggunakan dua
strategi utama penanggulangan kemiskinan. Pertama, mengurangi beban
pengeluaran kelompok miskin dan rentan melalui program perlindungan sosial
dan subsidi. Kedua, melakukan pemberdayaan dalam rangka peningkatan
produktivitas kelompok miskin dan rentan untuk meningkatkan kapasitas
ekonominya. Penyusunan berbagai
program dan kegiatan merujuk pada sejumlah studi empirik berbasis bukti.
Sifat kemiskinan yang multidimensional berarti bahwa kemiskinan berhubungan
erat dengan faktor sosial-ekonomi lain seperti tingkat dan kualitas pendidikan,
kondisi kesehatan, dan jenis pekerjaan. James Heckman, ekonom
peraih Nobel pada tahun 2000 menekankan pentingnya intervensi pendidikan pada
kelompok usia dini yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan
intervensi kepada kelompok usia dewasa. Untuk itu pemerintah
meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP),
Program Percepatan Pencegahan Anak Kerdil/Stunting, serta memperluas akses
pendidikan untuk memutus rantai kemiskinan dan mencegah kemiskinan antar
generasi. UU sendiri telah mewajibkan pemerintah mengalokasikan 20 persen
APBN untuk pendidikan. Di bidang kesehatan,
pemerintah menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), salah satu
program kesehatan berbasis asuransi sosial terbesar di dunia, dan memperbaiki
akses masyarakat ke fasilitas kesehatan. Bagi mereka yang miskin dan rentan
iuran JKN ditanggung pemerintah. Terkait strategi kedua,
pemerintah mendorong peningkatan produktivitas kelompok miskin dan rentan
yang antara lain lewat pemberdayaan UMKM. Ini karena banyak rumah tangga
miskin dan rentan bekerja di sektor ini. Upaya ini dilakukan
melalui tiga pilar. Pertama, peningkatan kapasitas usaha dan kompetensi UMKM
melalui pelatihan, pendampingan, pengembangan kapasitas teknis dan mutu
produk, serta dukungan adopsi teknologi dan digitalisasi UMKM. Pilar kedua, mendorong
lembaga keuangan agar lebih ramah pada UMKM. Dari sisi regulasi, pemerintah
secara bertahap akan meningkatkan kewajiban porsi kredit perbankan untuk UMKM
dari 20 persen saat ini menjadi 30 persen di 2024. Pemerintah melakukan
perluasan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan memperkenalkan skema KUR
Super Mikro, memperbaiki dan meningkatkan efektivitas pembiayaan Ultra Mikro
(UMi), dan pembiayaan koperasi melalui Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir
(LPDB). Pemerintah juga mendukung
PT Permodalan Nasional Madani untuk melakukan perluasan Program Mekaar yang
menyasar perempuan dari keluarga miskin dan rentan. Selain itu, pemerintah
juga mendukung pengembangan Bank Wakaf Mikro, Baitul Maal wa Tamwil (BMT),
serta Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) untuk menjangkau usaha mikro dan
kecil. Pilar ketiga, perbaikan
ekosistem pendukung UMKM mulai dari peningkatan kemudahan berusaha,
penyederhanaan prosedur dan proses perizinan, dukungan standardisasi dan
sertifikasi produk termasuk sertifikasi halal, dukungan pengembangan kawasan
industri, serta pemanfaatan infrastruktur publik seperti bandara hingga rest
area untuk dapat dimanfaatkan oleh UMK. Terakhir, demi memastikan
berbagai program itu mencapai mereka yang benar-benar membutuhkan, pemerintah
telah memiliki sistem penetapan sasaran nasional melalui basis data terpadu
(BDT) sejak 2012. Basis data yang mencakup data sosio-ekonomi 40 persen rumah
tangga termiskin ini membantu pemerintah menetapkan sasaran program
perlindungan sosial. Hingga saat ini, basis
data itu telah menjadi bagian kelembagaan yang penting di bawah Kementerian
Sosial, yang kemudian dikenal sebagai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS). Tantangan
selama pandemi Pembatasan mobilitas
penduduk, sebagai bagian dari upaya pencegahan Covid-19, tentu saja berakibat
pada terhambatnya akses barang maupun jasa, serta kegiatan ekonomi
masyarakat. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga minus 2,07
persen pada 2020. Kelompok 40 persen terbawah atau kelompok rentan miskin dan
UMK yang paling terdampak akibat hilangnya pendapatan bahkan mata pencaharian
sepanjang 2020. UMK hampir 90 persen mengalami penurunan penjualan. Selama pandemi, pemerintah
memberikan Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa
(BLT-DD) dengan semaksimal mungkin memanfaatkan cakupan DTKS yang mencapai 40
persen. Namun, masyarakat yang butuh bantuan diperkirakan mencapai 60 persen
rumah tangga terbawah. Untuk itu, pada awal penyaluran
program-program tersebut, pemda dan masyarakat berperan penting dalam
mengidentifikasi dan mendaftarkan calon penerima bantuan untuk melengkapi
data kelompok di atas 40 persen. Selain dapat digunakan
untuk menyasar bantuan selama pandemi, berbagai usulan data ini dapat
digunakan sebagai data awal untuk pemutakhiran DTKS yang direncanakan di 2021
ini. Selain bantuan untuk rumah
tangga, pemerintah juga meluncurkan program untuk penduduk usia produktif
yang terdampak krisis seperti Bantuan Subsidi Upah (BSU) dan Bantuan
Produktif bagi Usaha Mikro (BPUM), serta menyesuaikan komponen program Kartu
Prakerja agar sebagian dananya dapat dimanfaatkan sebagai bansos. Ketiga program ini
dimaksudkan agar bantuan dapat menjangkau mereka yang tiba-tiba butuh bantuan
karena guncangan ekonomi akibat pandemi supaya kesejahteraannya tak menurun
tajam. Tantangan terbesar dalam
masa pandemi yang berdampak luas adalah perlunya penyesuaian dan penguatan
strategi penanggulangan kemiskinan. Secara garis besar strategi mengurangi
beban melalui berbagai bansos dan strategi meningkatkan produktivitas melalui
pemberdayaan tak berubah, hanya perlu disesuaikan dengan pola pemulihan dan
tahapan penanganan krisis. Para ahli berpendapat pola
pemulihan ekonomi Indonesia akan menyerupai huruf K (K-shaped recovery), di
mana tak seluruh lapisan masyarakat memiliki kecepatan yang sama untuk pulih.
Kelompok miskin dan rentan butuh waktu lebih lama untuk pulih, sehingga
berpotensi melebarkan kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin. Upaya penanggulangan
kemiskinan juga harus mempertimbangkan tiga tahapan pemulihan sebelum
perekonomian dapat pulih dan mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan
potensinya, yakni tahap bertahan (survival), pemulihan (recovery), dan
transformasi (transformation). Ketiganya dapat berjalan paralel dengan
penekanan yang berbeda. Dengan mempertimbangkan
pola dan tahapan pemulihan, program penanggulangan kemiskinan merupakan
bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sebagai bagian dari
tahap bertahan, pemerintah akan terus melanjutkan berbagai program bantuan
sosial seperti PKH, bantuan sembako, bansos tunai, bantuan tagihan listrik,
serta bantuan produktif untuk usaha mikro. Ini pertama kalinya dalam
krisis ekonomi, pemerintah memberikan bantuan langsung tunai kepada UMK
melalui program BPUM. Selain itu, bantuan sosial untuk lansia juga akan
diperluas. Karena itulah mengapa 50
persen dari anggaran program (PEN) dialokasikan untuk bantuan langsung kepada
rumah tangga dan UMK. Demi mendorong efektivitas penargetan program-program
tersebut, pemutakhiran DTKS dan penyempurnaan basis data usaha mikro dan
kecil harus segera diselesaikan menggunakan metodologi dengan praktik terbaik
yang ada. Dalam tahap pemulihan
ekonomi, pemerintah menyadari bahwa kecepatan pemulihan akan berbeda antar
lapisan masyarakat. Untuk itu, dalam upaya menggerakkan perekonomian,
pemerintah memandang penting untuk terus memberikan perhatian ke UMKM. Selain
melanjutkan program BPUM, pemerintah bersama BI dan OJK juga memberikan
fasilitas restrukturisasi pinjaman ke UMKM. Pemerintah juga berencana
memperpanjang pemberian tambahan subsidi suku bunga KUR sampai akhir Desember
2021, sehingga debitor cukup menanggung suku bunga KUR 3 persen. Pemerintah
juga akan meneruskan program penjaminan pinjaman bagi UMKM dan meningkatkan
plafon maksimal KUR tanpa jaminan dari Rp 50 juta menjadi Rp 100 juta serta
meningkatkan plafon kredit KUR Kecil menjadi Rp 20 miliar. Program penjaminan
kredit bagi usaha korporasi bersifat padat pekerja dengan jumlah karyawan
minimal 100 orang akan dilanjutkan dan diperluas. Meski pertumbuhan ekonomi
Indonesia diperkirakan mencapai 4-5 persen pada 2021, ini belum tentu diikuti
dengan penyerapan tenaga kerja yang memadai. Karena itu, program padat karya
terus dilanjutkan untuk menyerap tenaga kerja, termasuk 2,5 juta angkatan
kerja baru setiap tahunnya. Selanjutnya, dalam tahap
transformasi, pertumbuhan ekonomi ditujukan agar dapat pulih dan dinikmati
seluruh lapisan masyarakat. Transformasi pertama adalah reformasi bansos agar
mencakup seluruh masyarakat di seluruh siklus kehidupan. seperti layaknya
bansos di negara-negara berpendapatan menengah. Transformasi dilakukan
melalui kombinasi sistem perlindungan sosial formal berbasis iuran bagi yang
mampu dan bagi yang kurang mampu ditanggung pemerintah. Sistem ini nantinya
akan melindungi seluruh warga Indonesia dan meringankan beban fiskal karena
biaya ditanggung bersama pemerintah dan warga yang mampu. Langkah berikutnya,
transformasi bisnis dan dunia usaha yang membutuhkan SDM dengan keterampilan
baru sejalan dengan perubahan tatanan dunia pasca Covid-19. Kemampuan
pemanfaatan teknologi digital bagi seluruh pelaku ekonomi dan industri,
termasuk UMKM jadi kunci untuk bersaing. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar