Menyikapi
Merger ”Big Techs” Agus Sugiarto ; Kepala OJK Institute |
KOMPAS, 25 Mei 2021
Beberapa hari lalu, dua
pelaku usaha di sektor ekonomi digital Indonesia, Gojek dan Tokopedia, telah
menyampaikan informasi kepada publik untuk melakukan merger dan berubah
namanya menjadi GoTo. Merger yang dilakukan oleh
Gojek dan Tokopedia tersebut termasuk dalam kategori merger vertikal, yaitu
untuk menggabungkan bisnis inti mereka dari hulu ke hilir. Gojek memiliki keunggulan
dalam melakukan transportasi ritel untuk penumpang dan barang, sedangkan
Tokopedia merupakan raksasa e-commerce yang bergerak dalam bisnis penjualan
barang dan jasa secara ritel dengan platform customer-to-customer (C2C). Aksi merger tersebut
termasuk salah satu megamerger terbesar dalam sejarah perusahaan di
Indonesia, setelah megamerger beberapa bank pemerintah menjadi Bank Mandiri
akibat krisis moneter 1998. Bergabungnya kedua raksasa tersebut menjadi satu
entitas baru, tentunya menjadikan mereka sebagai raksasa ekonomi digital
terbesar, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara. Kehadiran GoTo memberikan
kebanggaan pada bangsa Indonesia dan sekaligus mengingatkan bangsa-bangsa
lain Indonesia sudah selayaknya menjadi salah satu hub ekonomi digital
terbesar di Asia. Dunia tak bisa lagi memandang remeh besarnya potensi
ekonomi digital yang sedang tumbuh dan berkembang di Indonesia saat ini. Dampak
ekonomi Jumlah penduduk 270 jiwa
dan pengguna internet saat ini yang mencapai 202,6 juta orang, menjadikan
potensi ekonomi digital ke depan sangat menjanjikan. Walaupun saat ini
kontribusi ekonomi digital di Indonesia belum mencapai 5 persen dari produk
domestik bruto (PDB), tetapi dengan munculnya raksasa-raksasa big tech baru,
diharapkan peran ekonomi digital menjadi semakin besar. Ekonomi digital
inilah yang nantinya menjadi salah satu pilar dan tulang punggung pertumbuhan
ekonomi Indonesia jangka panjang. Dari hasil merger kedua
big tech ini diperkirakan total nilai transaksi kotor (gross transaction
value) mencapai 22 miliar dollar AS atau sekitar Rp 319 triliun dengan kurs
Rp 14.500 per dollar AS. Sementara valuasi perusahaan baru hasil merger
diperkirakan sekitar 18 miliar dollar AS-20 miliar dollar AS atau sekitar Rp
261 triliun-Rp 290 triliun. Capaian angka ekonomi
hasil merger sebesar itu tentunya menjadi sesuatu yang luar biasa mengingat
kedua perusahaan tersebut baru berdiri sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Bahkan, valuasi GoTo tersebut ditengarai jauh melebihi valuasi dari
perusahaan maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia, maupun perusahaan
taksi terbesar di Indonesia, yaitu Bluebird, yang notabene kedua perusahaan
tersebut telah berdiri puluhan tahun sebelumnya. Dengan kekuatan nilai
ekonomi yang sangat besar ini, GoTo bukan hanya mampu mendongkrak nilai
penjualan ataupun keuntungan yang lebih besar di kemudian hari, melainkan
juga mampu memberikan keuntungan ekonomi lain. Pertama, merger vertikal ini
akan menciptakan suatu sinergi baru dari kedua bidang usaha berbeda yang
sebelumnya dimiliki oleh Gojek dan Tokopedia. Kedua, sinergi tersebut
nantinya mampu menciptakan pengembangan usaha baru di luar bisnis inti yang
telah mereka geluti sekarang ini. Ketiga, proses bisnis maupun mekanisme
kerja menjadi lebih efisien dan cepat, karena tidak ada hambatan prosedur dan
birokrasi yang rumit. Keempat, mendorong inovasi produk maupun layanan lain
dengan menggabungkan keunggulan teknologi dan pengalaman yang telah mereka
miliki sebelumnya. Konsumen GoTo yang saat
ini diperkirakan sekitar 100 juta orang yang mengakses setiap bulan bisa
bertambah lagi jumlahnya setelah mereka merger. Pemerintah sendiri juga
akan diuntungkan dalam beberapa hal. Pertama, dengan semakin berkembangnya
kegiatan usaha GoTo ke depan, pemerintah pun juga akan mendapatkan potensi
penerimaan pajak yang lebih besar lagi. Kedua, kontribusi GoTo terhadap PDB
yang sudah mencapai sekitar 2 persen terus dapat ditingkatkan. Ketiga, memperkuat daya
saing bangsa dan negara Indonesia di mata dunia internasional, sehingga
mendorong perekonomian nasional menjadi salah satu kekuatan ekonomi besar,
khususnya di bidang ekonomi digital. Aspek
sosial Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa Gojek mampu menjaring lebih dari dua juta mitra pengemudi
di seluruh Indonesia, sedangkan Tokopedia telah menjadi etalase penjualan
barang dan jasa lebih dari 11 juta pelaku UMKM di Indonesia. Besarnya peran
mereka dalam menciptakan peluang usaha dan kesempatan kerja untuk 13 juta
orang tersebut, tentunya telah mendukung kesejahteraan ekonomi keluarga
mereka. Apabila setiap mitra GoTo
tersebut menghidupi dua anggota keluarga lainnya, maka setidak-tidaknya
mereka mampu memenuhi kebutuhan ekonomi untuk 39 juta orang. Di sinilah salah
satu peran dari ekonomi digital yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang
bahwa digitalisasi memang akan memangkas sejumlah pekerjaan, tetapi di sisi
lainnya akan menciptakan lapangan kerja baru. Di samping itu, merger
Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo juga diharapkan mampu menciptakan lapangan
kerja baru dan lebih luas sebagai dampak dari pengembangan kegiatan usaha
baru mereka. Kita berharap nantinya GoTo bukan hanya menyerap 13 juta pelaku
usaha saja, melainkan bisa membuka peluang kerja baru yang jumlahnya bisa
menjadi dua kali lipat. Kegiatan usaha baru
tersebut bukan hanya membuka lapangan kerja baru di kota-kota besar saja,
melainkan juga mampu membuka peluang pekerjaan baru di daerah-daerah lain.
Masih banyak pelaku usaha UMKM yang jumlahnya jutaan di daerah-daerah yang
selama ini belum memperoleh manfaat ataupun kerja sama dengan GoTo,
diharapkan mampu menjadi bagian ekosistem maupun mitra bisnis dari GoTo. Dampak
monopoli dan persaingan usaha Banyak orang sering
memiliki prasangka bahwa merger dari perusahaan-perusahaan raksasa big tech
akan menimbulkan monopoli dan juga mengganggu persaingan usaha. Argumen
seperti itu tidak sepenuhnya benar karena merger yang dilakukan oleh mereka
adalah merger vertikal. Berbeda sekali dengan merger horizontal yang
melibatkan penggabungan dari pelaku usaha yang memiliki kegiatan usaha
sejenis. Kita ambil contoh misalnya
Gojek melakukan merger dengan pelaku usaha sejenis yaitu Grab, atau Tokopedia
melakukan merger dengan Shopee atau Bukalapak. Aksi merger horizontal
tersebut secara teoretis berpotensi menimbulkan monopoli dan bisa menggangggu
persaingan usaha yang sehat. Peta kompetisi berubah karena jumlah pemain
besar menjadi dominan sehingga mampu mengontrol pasar, baik dari sisi harga,
kualitas maupun aksesnya. Di sinilah peran dari
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sangat besar untuk memastikan bahwa
merger ini tak akan menciptakan monopoli, oligopoli, monopsoni maupun
mengganggu persaingan usaha yang sehat. Alangkah baiknya jika KPPU bersedia
memberikan opininya mengenai dampak merger dari Gojek dan Tokopedia tersebut
terhadap persaingan usaha di pasar marketplace di Indonesia. Dalam kasus mergernya
Gojek dan Tokopedia tersebut, masih banyak pelaku usaha lainnya yang bergerak
di sektor usaha yang sama sehingga mereka bukan pemain tunggal. Di samping
itu, persyaratan untuk masuk menjadi pelaku usaha baru di bidang transportasi
daring ritel maupun di sektor edagang juga masih terbuka lebar untuk semua
pihak. Pasar ekonomi digital masih terbuka luas buat siapapun yang ingin
menjadi pemain baru di sini. Keterbukan
dan transparansi Kehadiran raksasa GoTo
perlu kita dukung sepenuhnya sebagai fondasi dan cikal bakal menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara besar di bidang ekonomi digital. Namun,
pertumbuhan ekonomi digital harus diikuti dengan tata kelola yang baik
sehingga masyarakat semakin percaya dan juga mendorong terciptanya ekosistem
digital yang tumbuh sehat dan stabil. Salah satunya adalah
dengan mengadopsi prinsip keterbukaan informasi mengenai perusahaan tersebut.
Saat ini publik merasakan kesulitan untuk melihat kinerja keuangan maupun
tata kelola dari para big tech yang sekarang beroperasi di pasar. Kita sulit
mendapatkan laporan keuangan mereka karena kenyataanya mereka memang bukan
perusahaan terbuka yang sudah terdaftar di bursa efek. Oleh sebab itu, tidaklah
berlebihan apabila GoTo perlu didorong agar segera bisa melantai di Bursa
Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka sehingga para investor dan
publik bisa melihat kinerja maupun tata kelola perusahaan tersebut.
Bergabunganya mereka ke bursa efek juga akan menambah portofolio emiten yang
bergerak di sektor ekonomi digital yang jumlahnya masih sangat sedikit. Sudah saatnya GoTo menjadi
salah satu bluechip perusahaan publik mengingat aset mereka sudah sangat besar
dan menjadi salah satu pelaku ekonomi yang dominan di sektor ekonomi digital. Selain memberikan
transparansi, GoTo yang menjadi perusahaan terbuka bisa memberikan kesempatan
kepada jutaan masyarakat Indonesia menjadi pemegang saham mereka. Tentunya
upaya ini akan mendapatkan sambutan yang antusias dari masyarakat dan
dukungan dari pemerintah. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar