Jalan
Keluar bagi Bulog Tajuk Kompas ; Dewan Redaksi Kompas |
KOMPAS, 20 Mei 2021
Keluhan Bulog tidak dapat
menyerap lebih banyak beras petani, karena sulit menyalurkan cadangan beras,
memerlukan penyelesaian menyeluruh. Hingga 17 Mei 2021, Bulog
memegang 1,37 juta ton beras cadangan pemerintah. Hampir sepertiganya,
413.856 ton, tergolong turun mutu karena berasal dari impor tahun 2018 dan
pengadaan dalam negeri tahun 2018 dan 2019. Pada sisi lain, Bulog
hanya menyalurkan beras cadangan itu untuk ketersediaan pangan, stabilisasi
harga, dan bantuan pangan saat bencana alam sebesar 600.000 ton per tahun.
Dengan peluang penyaluran itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam
rapat bersama dengan Komisi IV DPR, Selasa (18/5/2021), menyatakan khawatir
tak dapat menyerap lebih banyak beras petani. (Kompas, 19/5/2021) Beras bukan satu-satunya
bahan pangan utama, tetapi yang terpenting dan dominan. Beras juga komoditas
politik yang dapat memengaruhi keberlanjutan pemerintahan. Di Asia, setidaknya
pemerintah di China, Jepang, Vietnam, Filipina, Thailand, India, Laos, dan
Myanmar menjaga ketat produksi, distribusi, perdagangan beras, kesejahteraan
petani produsen beras, dan ketersediaan untuk konsumsi penduduk (Kebijakan
Perberasan di Asia, 2003). Bagi Indonesia dan negara-negara Asia itu, beras
merupakan pangan pokok dan sumber penghidupan petani yang jumlahnya cukup
besar. Mata rantai penting dalam
mengelola pangan adalah stabilisasi harga bagi produsen dan konsumen,
distribusi dan keterjangkauan, serta ketersediaan. Bulog dibentuk 10 Mei 1967
dengan tujuan menjaga ketiga hal tersebut saat Indonesia dalam keadaan kurang
pangan. Pada periode Orde Baru,
saluran terbesar beras Bulog adalah untuk pegawai negeri dan anggota
TNI-Polri. Pada awal dekade 2000-an pemberian beras diganti uang tunai. Beras
Bulog kemudian disalurkan untuk masyarakat prasejahtera sebesar 2,6 juta ton
per tahun dan dihentikan tahun 2019 karena alasan kualitas dan distribusi
tidak tepat sasaran. Dengan jumlah penduduk
lebih dari 270 juta jiwa, negara kepulauan, dan mayoritas mengonsumsi beras,
kita sepakat penyanggaan beras masih diperlukan. Apalagi pandemi menyebabkan
rantai pasok perdagangan pangan ikut terganggu. Sebagai perusahaan umum,
Bulog tidak ditugasi mencari untung sebesar-besarnya, tetapi juga tidak boleh
merugi. Prinsip tata kelola perusahaan yang baik harus dilakukan. Cara termudah membantu
Bulog adalah kembali memberi saluran beras cadangan kepada aparat sipil
negara, anggota TNI-Polri, dan masyarakat prasejahtera. Namun, Bulog perlu
memodernisasi diri, misalnya, mendirikan lebih banyak silo untuk menjaga
kualitas dalam waktu lebih lama dan berada langsung di daerah sentra produksi
untuk meningkatkan efisiensi. Kualitas cadangan beras perlu menyesuaikan
dengan perubahan demografi penduduk. Bulog perlu mencari cara baru
menyalurkan beras disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi tidak
boleh berhenti dilakukan agar Bulog dapat menjalani perannya sebagai
penyangga cadangan pangan nasional dengan baik. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar