Pendekatan
Kelokalan dalam Pendidikan Vokasi Era Industri Kreatif Sumbo Tinarbuko ; Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual ISI
Yogyakarta |
KOMPAS,
15 Maret
2021
Tulisan Wikan Sakarinto, Dirjen Pendidikan
Vokasi Kemendikbud, yang dimuat di kolom opini harian Kompas (1/3/2021)
berjudul ”Defragmentasi Pendidikan Vokasi Indonesia’’ menarik dijadikan bahan
diskusi. Dalam anggitannya, Dirjen Pendidikan Vokasi
menulis, ”… Lulusan vokasi saat ini diproyeksikan tidak hanya untuk bekerja,
tetapi juga memiliki kemampuan untuk berwirausaha dan tentunya juga
melanjutkan studi. Kebijakan pengembangan vokasi saat ini juga telah
diarahkan untuk memiliki pola pikir start from the end’’. Artinya, menurut
Wikan, vokasi harus bias menghadirkan solusi permasalahan di masyarakat
dengan berbagai tantangannya. Ia menegaskan, globalisasi, disrupsi
teknologi, dan pandemi saat ini menjadi fokus vokasi untuk dapat memberikan
alternatif pemecahan masalah. ”Tentunya dalam konteks menghadirkan sumber
daya manusia yang andal dan berkualitas”. Upaya
pemecahan masalah Kata kunci dari pemikiran Dirjen Pendidikan
Vokasi Kemendikbud meliputi: pertama, sumber daya manusia yang berkualitas.
Kedua, upaya pemecahan masalah. Berdasarkan hal itu, representasi pemikiran
Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud akan terwujud manakala hasil karya
lulusan pendidikan vokasi dibaca sebagai bagian dari produk budaya massa.
Keberadaannya diharapkan memiliki getaran sosial budaya yang mampu
menghadirkan daya ganggu signifikan dalam konteks positif. Untuk sampai ke sana, butuh semangat untuk
senantiasa fokus memecahkan masalah atas permasalahan yang mengemuka di
tengah masyarakat. Hal itu menjadi paling penting saat berkarya nyata. Adapun
agar dapat menghasilkan karya nyata, dibutuhkan sumber daya manusia lulusan
pendidikan vokasi yang tangguh dan berkualitas. Dengan demikian, hasil karya mereka mampu
bertengger lama dalam rekaman otak target sasarannya. Oleh karena itu, tugas
sosial pengelola lembaga pendidikan vokasi adalah bagaimana caranya agar
karya mereka dapat berfungsi sebagai penanda visual atas kebudayaan bangsa
Indonesia dalam perspektif peradaban modern. Tugas sosial seperti itu didedikasikan
untuk mendorong laju gerbong lulusan pendidikan vokasi pada era industri
kreatif berbasis digital. Mereka tidak sekadar dibekali kemahiran praktikal
dalam bidang skill saja. Namun, mereka harus berupaya untuk merentangkan
domain kompetensi selebar dan seluas cakrawala. Artinya, mereka harus bersedia
berkolaborasi dengan melakukan kerja kelompok yang berasal dari beragam
disiplin ilmu. Mereka harus memiliki modal sosial yang singnifikan guna
memberikan nilai tambah pada proses kreatif itu sendiri. Hal itu wajib
menjadi napas kehidupan bagi lulusan pendidikan vokasi. Tugas sosial semacam itu penting didukung
bersama dengan mengedepankan konsep kolaborasi dalam struktur Triple Helix
bahkan Penta Helix. Di antaranya kerja kolaborasi proaktif antara lembaga
pendidikan vokasi, jagat industri kreatif, pemerintah dan masyarakat luas. Lewat kerja kolaborasi semacam ini, hasil
karya nyata lulusan pendidikan vokasi dapat dikonstruksi menjadi bagian dari
upaya pemecahan masalah. Ujung dari semua itu berwujud penanda visual atas
eksistensi peradaban budaya massa milik bangsa Indonesia. Kedepankan
kelokalan Pada era revolusi industri 4.0, sudah
saatnya jagat industri kreatif berbasis digital bersama lembaga pendidikan
vokasi untuk tidak lagi berpikir perihal persaingan dalam arti sempit. Dunia pendidikan vokasi di Indonesia
seyogianya mau saling berbagi. Bersedia duduk sama rendah dan berdiri sama
tinggi. Saling terbuka tanpa takut tersaingi. Terpenting, rela menjalankan
kerja kolaborasi antarpara pihak sebagai produk kolaborasi guna secara
bersama-sama mengupayakan pemecahan masalah terhadap permasalahan yang
mengemuka di tengah masyarakat. Melalui kerja kolaborasi seperti ini, dapat
dibayangkan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi seperti apa yang harus
dimiliki oleh lulusan pendidikan vokasi. Teori dan pelatihan apa saja yang
nantinya dapat diaplikasikan agar mereka siap bekerja di lingkungan industri
kreatif dan berkarya nyata menyumbangkan kemampuan praktikalnya kepada
masyarakat luas. Semuanya itu tentu harus dikonfirmasikan,
disinergikan dan dikomunikasikan kepada para pihak yang berkompeten di
lingkungan jagat industri kreatif dan diupayakan agar setiap tahun di-update
karena perkembangan industri kreatif sangat dinamis. Pendek kata, pendidikan vokasi diharapkan
lebih menekankan pengembangan pada pengetahuan yang bersifat umum dan
memperkuat perhatiannya pada kompetensi yang harus mereka miliki dengan tetap
memberi perhatian pada keterampilan serta pengetahuan yang memadai. Kehendak untuk maju bersama-sama lewat
kerja kolaborasi dalam perkembangannya lebih mengutamakan kurikulum dengan
mengedepankan local color karena setiap lembaga pendidikan vokasi mempunyai
keunggulan dan kompetensi yang berbeda antara yang satu dan lain. Hal ini
harus tetap dipertahankan untuk menumbuhkan keberagaman sudut pandang dan
outcome dari lulusan pendidikan vokasi. Artinya, bukan menciptakan model pendidikan
vokasi yang diberlakukan secara seragam. Pembentukan kurikulum dengan
mengedepankan kelokalannya justru menjadi nilai tambah tersendiri bagi
keberadaan lembaga pendidikan vokasi yang bernaung di bawah kibaran bendera
Dirjen Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar