DEMAM BABI AFRIKA
Jangan Tunda Demam Babi Afrika
Oleh : SOEHARSONO
KOMPAS, 17 Desember 2019
Berkaitan
dengan kematian babi dalam jumlah banyak, peternak babi di Sumut masih
kebingungan (Kompas, 8/12/19). Mereka bertanya-tanya, apa gerangan penyebab
kematian babi ini?
Menteri
Pertanian dalam satu acara TV menyatakan tidak akan buru-buru mengumumkan
terjadinya wabah ASF. Sebaliknya Ketua PB PDHI mengatakan Mentan seharusnya
mengumumkan wabah ASF agar penanganan maksimal.
Wabah
penyakit babi sudah berlangsung hampir 4 bulan; jumlah babi yang mati sampai
minggu pertama Desember 2019 sudah lebih dari 23.000. Semula pemerintah
menyebut penyebabnya hog cholera. Setelah divaksinasi hog cholera, kematian
babi tak kunjung reda.
Penyidikan
lapangan telah dilakukan, disusul konfirmasi lab dengan teknik PCR. Berdasarkan
Buku Pedoman Kiat Vetindo ASF yang disusun Direktorat Kesehatan Hewan,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan—tentang diagnosis ASF, butir
1 (suspect), 2 (probable) dan 3 (confirmed)—semua telah dipenuhi, sehingga
confirmed ASF.
Sebagai
mantan penyidik penyakit hewan, yang pernah mengungkap beberapa penyakit baru
di Indonesia, saya yakin sebagian besar kematian babi disebabkan oleh ASF.
Namun, tidak menutup kemungkinan sebagian kecil kematian disebabkan oleh hog
kholera. Kedua penyakit sekilas mempunyai persamaan gejala klinis dan
patologis, namun angka kematian (case fatality rate) ASF jauh lebih tinggi,
bisa mendekati 100%. PCR membedakan dengan jelas kedua penyakit ini.
Kriteria
diagnosis dalam Kiat Vetindo ASF hakikatnya sesuai petunjuk lembaga kesehatan
hewan dunia (OIE), di mana Indonesia menjadi anggota. Sebagai anggota OIE,
Indonesia wajib segera melapor ke OIE ketika terjadi wabah penyakit.
Wabah ASF
umumnya terjadi pada peternakan kecil dengan biosecurity rendah. Kompas
(11/12/19) menyebutkan, peternakan besar yang menerapkan biosecurity ketat
belum tertular ASF. Virus ASF memang tidak lewat udara atau vektor, namun
memerlukan orang yang membawa bahan tercemar virus seperti sisa makanan, dan
lain lain. Biosecurity merupakan cara ampuh menangkal penularan.
Sejujurnya
sulit bagi Indonesia menghindari masuknya ASF, karena banyak negara tetangga
telah tertular (Vietnam, Kambodia, Laos, Filipina, Myanmar,Timor Leste, dan
lain lain). Pintu masuk ke Indonesia juga banyak sekali.
Saya
memprediksi ASF akan menjadi problem jangka panjang Asia, mengingat sebagian
besar peternakan babi bersifat back yard dengan tingkat biosecurity rendah.
Pembuangan
bangkai babi ke sungai atau danau, berpotensi menularkan ASF ke babi hutan.
Bila babi hutan tertular akan terjadi sylvatic cycle (siklus penyakit di hutan
pada hewan liar) sehingga sulit mengatasinya.
Memperhatikan
situasi di atas, saya berharap Mentan segera mengumumkan Sumatera Utara sebagai
wilayah tertular ASF dan melaporkan ke OIE seperti Mentan Filipina (9/9/19) dan
Timor Leste (27/9/19), masyarakat tidak bingung mengenai penyebab wabah, serta
penanganan menjadi lebih fokus.
(Soeharsono, Mantan Penyidik Penyakit Hewan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar