PSIKOLOGI
Mengasihi Diri
Oleh : AGUSTINE DWIPUTRI
KOMPAS, 23 November 2019 03:42 WIB
Banyak klien
datang dengan gejala depresi dan kecemasan. Mereka mengakui bahwa selama ini
terlalu keras menuntut diri sendiri. Tampaknya para klien ini kurang
mengembangkan kemampuan mengasihi-diri atau self-compassion. Tulisan berikut
akan menyoroti seputar hal ini.
Kita jarang
berpikir untuk menunjukkan kebaikan kepada diri sendiri. Bahkan, jika
melakukannya, kita khawatir merupakan sesuatu yang egoistis, berpuas diri, atau
sombong (Margarita Tartakovsky, 2018).
Mengasihi-diri
mungkin merupakan konsep asing bagi sebagian orang, terutama bagi yang
dibesarkan di rumah yang penuh kekerasan atau tidak dicintai, dengan belas
kasihan mungkin tidak ada. Istilah self-compassion diambil dari psikologi
Buddhis, yang mengacu pada cara berhubungan dengan diri, yang diwarnai oleh
kebaikan.
Psikolog
Kristin Neff adalah orang pertama yang mengukur dan mendefinisikan secara
operasional istilah ini. Dia menggambarkannya sebagai suatu kebaikan terhadap
diri sendiri, yang berarti bersikap lembut, suportif, dan pengertian.
Dikatakan
bahwa daripada menilai diri sendiri secara keras atas kekurangan pribadi, diri
kita ditawari kehangatan dan penerimaan tanpa syarat. Dengan kata lain,
bersikap baik kepada diri sendiri di saat-saat baik maupun buruk, dalam sakit
maupun sehat, bahkan ketika kita melakukan kesalahan.
Menurut Neff
(2003), mengasihi-diri adalah memberikan pemahaman dan kebaikan pada diri
sendiri ketika mengalami penderitaan, kegagalan, ataupun kesalahan tanpa
menghakimi kekurangan ataupun ketidaksempurnaan diri. Selain itu, juga mengakui
bahwa pengalaman diri ini merupakan bagian dari pengalaman manusia yang lazim
terjadi.
Mitos dan fakta
Mitos:
Mengasihi-diri adalah mengasihani diri sendiri atau egosentris.
Fakta:
Mengasihani diri sendiri berarti tenggelam dalam masalah sendiri dan melupakan
bahwa orang lain juga berjuang. Namun, mengasihi-diri adalah melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya, tidak lebih dan tidak kurang.
Ini berarti
mengakui bahwa kita tengah menderita, sambil mengakui bahwa orang lain memiliki
masalah yang sama atau bahkan lebih menderita.
Mitos:
Mengasihi-diri adalah memanjakan diri.
Fakta:
Mengasihi-diri bukan berarti semata-mata mencari kesenangan. Hal ini tidak
melalaikan tanggung jawab atau menjadi malas, sebaliknya, mengasihi-diri
berfokus pada meringankan penderitaan. Dari sudut pandang ini, kita
mempertimbangkan apakah sesuatu akan menyakiti diri dalam jangka panjang.
Mitos:
Mengkritik diri adalah motivator yang efektif.
Fakta:
Sebenarnya tidak ada yang memotivasi dalam mengkritik diri, justru membuat kita
takut gagal dan kehilangan kepercayaan pada diri sendiri. Sekalipun berhasil
mencapai hal-hal besar, kita sering pula sengsara.
Komponen
Neff (2003)
mengatakan bahwa mengasihi-diri terdiri atas tiga komponen, yang bergabung dan
saling berinteraksi dalam menciptakan kerangka berpikir mengasihi-diri.
1. Kebaikan
diri: Menjadi baik, lembut, dan pengertian pada diri sendiri ketika kita
menderita. Alih-alih mencaci maki diri sendiri karena tidak berhasil, kita
berikan diri kita kehangatan dan penerimaan tanpa syarat. Dengan kebaikan diri,
kita memberikan kedamaian yang lembut, serta simpati pada diri sendiri,
sehingga ”penyembuhan” sejati dapat terjadi.
2.
Kemanusiaan yang sama/umum: Menyadari bahwa kita tidak sendirian dalam
berjuang. Acapkali kita berpikir hanya kita seorang yang mengalami kerugian,
membuat kesalahan, merasa ditolak atau gagal. Padahal, sesungguhnya, perjuangan
ini merupakan bagian dari pengalaman kita bersama sebagai manusia. Melalui
perspektif ini, pandangan kita jadi lebih luas dan menyeluruh, mengakui bahwa
tantangan hidup dan kegagalan pribadi hanyalah bagian dari menjadi manusia.
3. Kesadaran
penuh: Mengamati kehidupan apa adanya, tanpa menghakimi atau menekan berbagai
pikiran dan perasaan kita. Mindfulness melibatkan kesadaran akan pengalaman
saat ini secara jelas dan seimbang, terbuka terhadap realitas saat ini, di
sini. Tidak terlalu teridentifikasi pada pikiran atau perasaan negatif.
Kesadaran penuh mencerminkan apa yang terjadi tanpa penyimpangan, memungkinkan
kita mengambil pandangan lebih bijak dan obyektif pada diri sendiri.
Lebih dari
satu dekade terakhir, penelitian secara konsisten menunjukkan korelasi positif
antara mengasihi-diri dan kesejahteraan psikologis. Orang yang mengasihi-diri
juga memiliki hubungan sosial yang lebih baik, kecerdasan emosi, kebahagiaan,
dan kepuasan hidup secara keseluruhan. Mengasihi-diri juga telah terbukti
berkorelasi dengan lebih sedikit kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa takut
gagal (Neff dan Germer, 2017).
Psikolog
Carla Marie Manly (2017) yakin bahwa mengasihi-diri adalah unsur yang
diperlukan demi hubungan yang sehat. Jika seseorang diarahkan untuk mengabaikan
diri sendiri sementara menyayangi orang lain, keseimbangan yang tidak merata
ini pada akhirnya berakibat kurang positif. Ketika seseorang memiliki kasih
sayang sejati untuk diri sendiri, rasa ini kemudian akan mendukung hubungan
yang sehat dan seimbang pula dengan orang lain.
Strategi
Dari
berbagai strategi untuk mengembangkan rasa mengasihi-diri yang dikemukakan para
ahli, berikut pandangan Margarita Tartakovsky (2018).
1.
Pertimbangkan cara Anda memperlakukan orang lain. Hal paling sederhana yang
dapat dilakukan adalah membayangkan apa yang Anda lakukan jika seseorang yang
Anda sayangi mendatangi Anda setelah dia gagal atau ditolak.
Apa yang
akan Anda katakan kepada orang itu? Bagaimana Anda akan memperlakukan mereka?
Perlakukan cara dan sikap tersebut pada diri sendiri pula.
2.
Perhatikan bahasa Anda. Anda mungkin terbiasa mengkritik diri sendiri sehingga
tidak menyadari bahwa Anda memang melakukannya. Coba berikan perhatian khusus
pada kata-kata yang digunakan dalam berbicara pada diri sendiri.
3. Nyamankan
diri dengan suatu gerakan fisik. Gerakan fisik yang baik memiliki efek langsung
pada tubuh kita, mengaktifkan sistem parasimpatis yang menenangkan.
Secara
khusus, gerakan fisik ”mengeluarkan Anda dari kepala dan menjatuhkan Anda ke
dalam tubuh Anda”. Hal ini penting karena ”kepala suka melarikan diri dengan
alur cerita”. Misalnya, disarankan untuk meletakkan tangan Anda di atas
hati/dada atau sekadar memegang tangan Anda sendiri.
4. Hafalkan
seperangkat frasa belas kasih. Setiap kali Anda mengatakan, ”Saya mengerikan”,
ada baiknya Anda menyiapkan beberapa frasa pengganti. Pilih pernyataan yang
benar-benar selaras dengan Anda. Misalnya, ”Penderitaan merupakan bagian dari
kehidupan” atau ”Bolehkah saya berbaik hati pada diri sendiri saat ini?”
5. Berlatih
meditasi terarah. Meditasi membantu melatih otak. Dengan cara ini, gerakan
menyayangi dan menenangkan diri menjadi lebih alami (Neff memasukkan beberapa
meditasi mengasihi-diri di situs webnya, yang dapat kita akses). Selamat
mengasihi-diri. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar