PEMINDAHAN IBU KOTA
Roma Bukan Dibangun Sehari
Pemerintahan Jokowi telah memutuskan melakukan pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Memindahkan IKN tidak mudah. Melihat pengalaman negara-negara lain yang juga memindahkan IKN mereka, diperlukan waktu yang lama sebelum IKN yang baru berfungsi penuh.
Pengalaman negara-negara tersebut menunjukkan bahwa IKN tidak dapat dipindahkan sekaligus. Untuk Indonesia, begitu banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pemindahan dan implementasi IKN yang baru. Tulisan ini dibatasi hanya pada tiga isu.
Pertama, bagaimana menjaga agar tak terjadi konflik sosial pada semua tahap pemindahan; kedua, bagaimana membuat IKN yang baru bisa menarik penduduk sehingga tak menjadi ghost town; dan ketiga, bagaimana membuat pemindahan IKN menjadi upaya pemerataan antarwilayah di Indonesia.
Mencegah konflik sosial
Menurut keterangan pemerintah, ada dua skenario pemindahan aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja untuk kementerian/lembaga pusat. Skenario pertama mengasumsikan jumlah ASN pusat tetap seperti sekarang, dengan sekitar 1,5 juta orang ASN, keluarga, dan pendatang lain pindah ke IKN baru. Skenario kedua mengasumsikan adanya perampingan jumlah ASN, dengan hanya sekitar 870.000 orang berpindah ke IKN baru.
Mengingat saat ini penduduk Kaltim sekitar 3,8 juta orang, kedua skenario itu akan membawa perubahan signifikan bagi penduduk provinsi itu. Apalagi kalau kita hanya melihat penduduk di dua kabupaten yang akan jadi wilayah IKN, Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara, yang total penduduknya hanya sekitar 1 juta orang. Dampak pemindahan penduduk akan lebih besar lagi.
Perlu dipikirkan agar pada setiap tahap pemindahan tak terjadi konflik sosial, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, terdapat perbedaan kualitas SDM antara para ASN dan penduduk Kalimantan Timur. Sekitar separuh pekerja di provinsi itu hanya berpendidikan level sekolah menengah pertama, sementara lebih dari separuh ASN pusat berpendidikan level universitas (sarjana dan diploma). Secara rata-rata, pengeluaran per kapita penduduk Kalimantan Timur per bulan (2018) hanya sekitar Rp 1 juta, sementara penghasilan terendah (gaji dan tunjangan) ASN Pusat berkisar hampir Rp 4 juta.
Adanya tambang batubara dan tambang minyak sejak abad ke-19 membuat banyak penduduk terbiasa dengan pendatang yang menetap secara permanen. Agama dan etnik terbesar di provinsi tersebut mirip dengan agama dan suku terbesar di kalangan ASN. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan suku terbesar di Provinsi Kaltim adalah Jawa, disusul Bugis dan Banjar.
Sementara untuk ASN di Jakarta, urutan suku terbesar adalah Jawa, Sunda, dan Batak. Kalau kita asumsikan ASN yang pindah mengikuti komposisi tersebut, kemungkinan urutan suku terbesar di Kaltim tak akan berubah dari sisi jumlah, walau persentase setiap suku akan berubah.
Hal ini tak berarti tak akan terjadi konflik sosial di IKN yang baru. Pengalaman program transmigrasi menunjukkan, pemindahan penduduk dalam kelompok besar dan memiliki karakteristik berbeda dari penduduk di daerah tujuan tak selalu berjalan mulus. Yang pasti, kita tak menginginkan penduduk asli tersisih dari pembangunan, sebagaimana Betawi di Jakarta. Begitu pula, kita tak ingin wilayah IKN baru mempunyai isu-isu terpendam yang sewaktu-waktu bisa diprovokasi pihak-pihak tertentu dan pecah jadi konflik terbuka sebagaimana kita lihat di Papua saat ini.
Konflik vertikal dapat merambah ke konflik horizontal dan dapat terjadi sejak masa awal. Begitu masalah pembebasan tanah selesai, konstruksi sarana dan prasarana seperti jalan dan gedung-gedung akan dimulai. Pada tahap ini akan dibutuhkan banyak tenaga kerja konstruksi terampil yang kemungkinan harus didatangkan dari Jawa. Ketika IKN mulai berfungsi, akan diperlukan banyak tenaga kerja administrasi, yang kemungkinan juga banyak diisi oleh pendatang. Semua itu perlu diperhatikan dengan saksama agar potensi konflik bisa diminimalkan.
Menghindari ”ghost town”
Myanmar memindahkan IKN mereka dari Yangoon ke Naypyitaw pada 2005. Berbeda dengan Sejong City atau Putrajaya, hingga saat ini, kota tersebut masih relatif sepi. Tanpa perencanaan dan implementasi yang baik, hal serupa sangat mungkin terjadi di IKN kita di Kalimantan. Pemerintah telah mengatakan bahwa hanya fungsi pusat administratif yang akan dipindahkan, sementara pusat ekonomi akan tetap di Jakarta. Hal semacam itu membuka kemungkinan para ASN dan keluarga mereka untuk PJKA (pergi Jumat kembali Ahad), entah untuk pulang ke Jakarta atau ke kota-kota besar lainnya.
Bahkan, tak hanya pada akhir pekan. Mengingat para pekerja atau pejabat umumnya merupakan kelas menengah, diperlukan sarana dan prasarana umum yang lebih tinggi dari standar minimum untuk wilayah perkotaan agar mereka mau tinggal di IKN baru bersama keluarga. Untuk mau pindah, mereka ingin sekolah yang bermutu untuk berbagai tingkat pendidikan; rumah sakit kelas A atau bahkan kelas internasional; dan tempat hiburan setaraf yang biasa mereka datangi di Jakarta saat ini.
Hal lainnya, data menunjukkan bahwa sekitar 30 persen dari pasangan (istri/suami) ASN di Jakarta bekerja dengan status sebagai pegawai/buruh. Karena status itu, kebanyakan pasangan akan harus keluar dari pekerjaan mereka untuk pindah. Dengan hanya memindahkan pusat pemerintahan, kesempatan untuk bekerja bagi para anggota keluarga menjadi relatif lebih kecil.
Kalau IKN yang baru tak dapat menarik para ASN dan keluarganya untuk menetap, risikonya adalah jumlah penduduk di wilayah tersebut rendah sehingga tidak terjadi skala ekonomi (economies of scale) yang cukup untuk membuat harga-harga di wilayah itu relatif rendah, ataupun economies of scope dari berbagai sektor yang membuat IKN bisa resilien secara ekonomi terhadap berbagai disrupsi yang mungkin ada.
Bantu pemerataan antarwilayah
Dari berbagai tujuan pemindahan IKN, hal ini yang paling sulit dicapai mengingat yang akan dipindah hanya pusat pemerintahan dan tak termasuk pusat perekonomian. Kota yang mayoritas penduduknya pekerja pemerintah akan sulit diharapkan menjadi agen pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Kaltim sejauh ini berpusat pada sektor pertanian (kelapa sawit) dan pertambangan (minyak dan batubara), yang kesinambungannya tergantung pada harga komoditas di pasar internasional dan tak punya banyak keterkaitan dengan wilayah lain. Selain itu, karena Pulau Kalimantan merupakan rumah dari keanekaragaman hayati yang dilindungi, pilihan industri yang dikembangkan perlu dipertimbangkan masak.
Perencanaan yang baik
Ketiga masalah tadi hanya dapat dipecahkan dengan perencanaan yang baik sejak awal. Sejak sekarang perlu diidentifikasi jenis-jenis pekerjaan apa saja yang diperlukan pada berbagai tahap sehingga pemerintah dapat memberikan pendidikan yang tepat bagi penduduk di kawasan terpilih. Dengan demikian, saat diperlukan nantinya penduduk lokal bisa ikut terlibat dalam pembangunan.
Untuk mencegah ghost town, mungkin pengalaman Pakistan bisa jadi contoh. Ketika memindahkan IKN dari Karachi ke Islamabad, Kota Rawalpindi yang terletak berdekatan dengan Islamabad jadi kota transisi. Para pekerja dan keluarga mereka bisa menikmati fasilitas yang sudah tersedia di kota Rawalpindi.
Dua kota besar di Kaltim, Samarinda dan Balikpapan, mungkin dapat dimanfaatkan untuk hal sama. Kemungkinan lain, mengikuti Canberra. Jumlah penduduk kota itu meningkat pesat pada 1950-an ketika Australian National University mulai berfungsi penuh dan menarik penduduk dari wilayah lain. Dapat dipertimbangkan kemungkinan membangun universitas berkualitas, atau memindahkan salah satu universitas negeri papan atas yang sudah ada ke wilayah IKN baru.
Perlu diperhatikan bahwa semata memindahkan IKN ke Kaltim tak akan cukup untuk membantu pemerataan antarwilayah. Kepala Bappenas menyebutkan, pemindahan IKN hanya satu dari three-prong strategyuntuk pemerataan antarwilayah. Dua lainnya adalah pembangunan wilayah metropolitan di berbagai lokasi dan pembangunan berbagai kawasan industri dan ekonomi khusus. Meski di atas kertas terlihat baik, keberhasilan strategi ini sangat dipengaruhi oleh keberhasilan setiap komponen tersebut. Sejauh ini, berbagai kawasan industri dan ekonomi khusus yang didirikan masih belum memuaskan.
Pembahasan dalam tulisan ini mengasumsikan IKN akan pindah; artinya keputusan Presiden Jokowi akan didukung para politisi di Senayan. Proses politik pemindahan IKN di legislatif (dan kemungkinan yudikatif) tak akan mudah dan perlu waktu. Sementara kajian komprehensif mengenai pemindahan dan implementasinya perlu dilakukan sejak sekarang, termasuk kajian sosial-humaniora, keuangan dan teknologi di masa depan, agar ketika keputusan nasional diambil hasilnya bisa digunakan untuk perencanaan.
Sebagaimana Roma tak dibangun dalam sehari, IKN yang baru akan butuh waktu cukup lama agar keseluruhan proses pemindahan bisa berjalan dengan mulus. Melihat pengalaman negara lain, kemungkinan Indonesia baru akan punya IKN di Kalimantan yang berfungsi penuh pada 2045, saat kita merayakan 100 tahun kemerdekaan.
(Turro S Wongkaren, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar