Tekfin
dan Tantangan Bank
Paul Sutaryono ; Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI
|
KOMPAS,
06 April
2018
Arus perusahaan teknologi
finansial alias tekfin begitu deras bagai tsunami yang menelan bisnis apa
saja, termasuk perbankan. Apa peluang bisnis perusahaan tekfin ke depan?
Dua produk perusahaan tekfin yang
laris manis adalah peer to peer lending (P2PL) dan crowdfunding. (P2PL)
adalah layanan keuangan digital untuk mempertemukan debitor dengan kreditor
atau investor. Crowdfunding adalah pembiayaan melalui mekanisme gotong royong
atau patungan modal dana untuk investasi.
Bagaimana perkembangan perusahaan
tekfin yang kini tercatat 32 buah menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 25
Januari 2018? Jumlah pinjaman terbang tinggi 802,32 persen dari Rp 02,8
triliun pada 2016 jadi Rp 2,56 triliun pada 2017. Jumlah kreditor atau
investor melejit 602,73 persen dari 14.364 orang menjadi 100.940 orang.
Jumlah debitor melesat 581,37 persen dari 38.105 orang menjadi 256.635 orang
(Koran Kontan, 6/2/2018).
Faktor apa saja yang membuat
bisnis tekfin begitu cepat melaju? Yang utama, perusahaan tekfin menawarkan
model pembiayaan dengan proses yang relatif lebih cepat lantaran penilaian
kredit (credit scoring) melalui kecanggihan teknologi. Credit scoring
merupakan sistem untuk menetapkan seseorang layak atau tidak mendapatkan
kredit. Sistem itu menilai rekam jejak kredit seseorang. Calon debitor tidak
perlu bertemu muka dengan kreditor dan tak membutuhkan agunan.
Bahkan debitor tak perlu
membubuhkan tanda tangan basah sebagaimana di sistem perbankan, akan tetapi
cukup tanda tangan elektronik. Tanda tangan elektronik merupakan tanda tangan
yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi
dan autentikasi sebagaimana dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Dengan bahasa lebih bening, model
bisnis perusahaan tekfin sangat berbeda daripada bank konvensional dan
syariah. Perbedaan yang signifikan itulah yang menyebabkan bisnis tekfin
melaju dengan cepat. Kebutuhan itu amat cocok dengan pelaku usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) yang selama ini tidak dapat mengakses kredit
perbankan.
Padahal Indonesia memiliki 57,89
unit UMKM pada 2013, yang terdiri atas 57,19 juta unit usaha mikro, 654.220
unit usaha kecil dan 52,11 juta unit usaha menengah (Kementerian Koperasi
& Usaha Kecil dan Menengah/UKM). Hal itu berarti perusahaan tekfin dan
UMKM bagai tumbu dapat tutupnya.
Peluang bisnis
Sejalan dengan perkembangan
bisnis, hipotesis saya menunjukkan perusahaan tekfin akan menggarap bukan
hanya kredit tetapi juga investasi.
Pertama, selain memburu UMKM,
perusahaan tekfin akan mengembangkan produk investasi melalui crowdfunding.
Untuk mampu memberikan kredit yang lebih besar, perusahaan tekfin pasti
membutuhkan investasi yang lebih banyak. Itulah produk investasi yang sedang
dan akan digarap lebih kencang dengan memberikan imbal hasil yang lebih
menarik kepada investor. Prinsipnya, makin tinggi kebutuhan dana, makin
tinggi pula imbal hasil yang ditawarkan.
Masalahnya, adakah risiko bagi
investor? Pasti ada. Investasi di perusahaan tekfin tak dijamin seperti
halnya simpanan di bank yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Karena
itu, investor wajib memahami madu (manfaat) dan racun (risiko) investasi itu.
Sarinya, investor jangan hanya tergoda pada tingginya imbal hasil yang
ditawarkan, akan tetapi juga mempertimbangkan risiko.
Kedua, memburu kredit konsumsi
(consumer finance). Kita tengok dulu kinerja kredit perbankan sepanjang 2017.
Statistik Perbankan Indonesia yang terbit 19 Februari 2018 mencatat kredit
perbankan selama setahun (year on year) hanya tumbuh satu digit, 8,32 persen;
dari Rp 4.377,20 triliun per Desember 2016 jadi Rp 4.737,97 triliun per
Desember 2017.
Kredit perbankan itu meliputi
kredit modal kerja yang tumbuh cukup subur, 8,48 persen; dari Rp 2.049,10
trilun jadi Rp 2.222,81 triliun. Kredit investasi tumbuh kurang subur, 4,82
persen; dari Rp 1.125,49 triliun menjadi Rp 1.179,78 triliun. Kredit konsumsi
mampu tumbuh paling subur, 11,02 persen; dari Rp 1.202,83 triliun jadi Rp
1.335,40 triliun pada periode sama.
Kredit konsumsi itulah yang segera
dilirik perusahaan tekfin, dengan target kredit pemilikan perumahan (KPR),
kredit pemilikan apartemen (KPA), kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kredit
tanpa agunan (KTA). Kredit konsumsi ditujukan kepada perorangan. Mengapa
kredit konsumsi? Karena boleh dikatakan tak terlalu sensitif terhadap suku
bunga. Lugasnya, berapa pun tingginya suku bunga, kredit konsumsi akan
dipetik nasabah.
Lebih dari itu, karena kredit
konsumsi, terutama KTA, dikemas dengan sangat luwes. Tengok saja, KTA dapat
digunakan untuk keperluan apa pun, seperti pernikahan, liburan, pendidikan
dan kesehatan. Bahkan KTA dapat dipergunakan untuk uang muka KPR. Lho,
bukankah sudah ada KPR? Sebab nasabah harus menyediakan biaya sendiri minimal
15 persen untuk mengajukan KPR sesuai pelonggaran loan to value (LTV) untuk
KPR dari 80 persen menjadi 85 persen.
Dengan platform teknologi,
perusahaan tekfin akan memburu kredit konsumsi dengan tangkas. Tentu
pengembang perumahan dan apartemen akan menyambut baik langkah itu.
Ketiga, mengejar kredit syariah.
Harus diakui kredit syariah menjanjikan peluang bisnis yang amat legit
mengingat Nusantara berpenduduk 263 juta jiwa yang merupakan mega pasar bagi
bisnis apa pun. Bank pun belum sanggup membiayai seluruh potensi bisnis
perbankan syariah.
Untuk itu, kredit syariah segera
menjadi ceruk pasar (market niche) bagi perusahaan tekfin untuk segera
digarap. Kini makin banyak bank syariah yang menawarkan KPR syariah. Apa
keunggulan KPR syariah dibandingkan dengan KPR konvensional?
Selama ini, suku bunga KPR
konservatif berjalan sesuai perubahan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo
Rate. Saat ini beberapa bank mulai menawarkan suku bunga KPR tetap (fixed
rate), misalnya selama 1-2 tahun yang dilanjutkan dengan suku bunga
mengambang (floating rate).
Kita ambil contoh Bank Mandiri
yang menawarkan suku bunga KPR tetap 3,55 persen selama dua tahun pertama,
dilanjutkan 6,5 persen selama tiga tahun berikutnya. BNI menawarkan suku
bunga KPR tetap 6,75 persen untuk dua tahun pertama, dilanjutkan 7,75 persen
selama tiga tahun berikutnya. BCA menawarkan suku bunga KPR tetap 5,61 persen
selama dua tahun, dilanjutkan cap (batas atas) 6,61 persen selama tiga tahun.
Setelah suku bunga kredit tetap
berakhir kemudian dilanjutkan dengan suku bunga kredit mengambang. Artinya,
ketika suku bunga acuan naik, suku bunga KPR juga akan naik. Itulah potensi
risikonya. Celakanya, tatkala suku bunga acuan turun, akan tetapi ada bank
yang tak menurunkan suku bunga KPR. Tentu nasabah dapat mengajukan penurunan
suku bunga KPR kepada banknya karena itu merupakan hak nasabah.
Sebaliknya, KPR syariah menetapkan
margin di depan sekitar 15 persen plus uang muka 15 persen. Tegasnya, KPR
syariah menawarkan suku bunga kredit tetap sepanjang tenor kredit tanpa
dipengaruhi perubahan (naik atau turun) suku bunga acuan. Itulah keunggulan
KPR syariah yang akan segera digenjot perusahaan tekfin.
Antisipasi otoritas
Lantas, apa yang patut dilakukan
OJK? Ketika diwawancarai Kompas, Wimboh Santoso selaku Ketua Dewan Komisioner
OJK menyatakan bahwa the beauty dari tekfin adalah unregulated. Kalau
diregulasi jadi tidak menarik (Kompas, 19/2/2018). Sudah semestinya bisnis
tekfin perlu diatur dengan tetap memberikan ruang memadai bagi perusahaan
tekfin untuk maju seiring dengan perkembangan teknologi.
Setiap lembaga yang menghimpun
dana masyarakat dan melakukan simpan-pinjam tentu wajib diatur. Bersama
Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH), OJK dapat mengatur jumlah kredit, tenor
kredit, rencana siaga (contigency plan) dan manajemen risiko perusahaan
tekfin.
Apalagi kini korporasi wajib
mengumumkan pemilik manfaat sesuai dengan titah Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 13/2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari
Korporasi dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Pemilik manfaat adalah orang
perseorangan yang dapat menunjuk atau memberhentikan direksi, dewan
komisaris, pengurus, pembina atau pengawas pada korporasi, memiliki kemampuan
untuk mengendalikan korporasi, berhak atas dan/atau menerima manfaat dari
korporasi, baik langsung maupun tidak langsung, merupakan pemilik sebenarnya
dari dana atau saham korporasi dan/atau memenuhi kriteria.
Menurut Perpres yang efektif
berlaku 5 Maret 2018 itu, korporasi meliputi perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan,
koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma dan bentuk korporasi
lainnya. Untuk itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
perlu mencermati arus dana perusahaan tekfin. Lho? Ingatlah, seperti bank,
perusahaan tekfin pun dapat dimanfaatkan sebagai wadah yang empuk untuk
tindak pidana pencucian uang dan terorisme. ●
|
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang terbaru? bila belum baca Prediksi Togel SGP
BalasHapus