Minggu, 01 April 2018

Bandara Kulon Progo, Jadikah?

Bandara Kulon Progo, Jadikah?
Agus Pambagio   ;   Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen
                                                    DETIKNEWS, 19 Maret 2018



                                                           
Berubahnya pola bepergian masyarakat dari menggunakan transportasi darat ke udara, munculnya deregulasi penerbangan di awal tahun 2000-an serta tumbuhnya kelas menengah membuat bisnis penerbangan di Indonesia juga berkembang pesat. Jumlah pesawat meningkat tentunya memerlukan penambahan kapasitas bandara dan peningkatan peralatan navigasi yang lebih canggih. Akibatnya pemerintah harus lebih banyak mengalokasikan anggaran (APBN) untuk pembangunan bandara dan infrastruktur penunjang lainnya demi keselamatan penerbangan.

Beberapa bandara di Tanah Air sudah over capacity dan salah satunya adalah Bandara Adi Soecipto-Yogyakarta (JOG). Kapasitas Bandara JOG hanya 1,4 juta/tahun tetapi saat ini digunakan oleh sekitar 7,8 juta orang/tahun. Akibatnya kalau kita ke dan dari JOG, kita serasa berada di terminal bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) yang padat dan tidak nyaman. Maka dari itu, Presiden telah memerintahkan PT Angkasa Pura (AP) I untuk segera membangun bandara baru (JOG sudah tidak mungkin diperluas karena keterbatasan lahan) di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Untuk itu Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara Baru di Kabupaten Kulonprogo, DIY pada 23 Oktober 2017. Dalam Perpres tersebut diperintahkan supaya New Yogyakarta International Airport (NYIA) sudah mulai dapat beroperasi terbatas mulai 1 April 2019. Namun, sampai hari ini berbagai persoalan mendasar belum terselesaikan dengan baik, padahal waktu terus berjalan.

Banyaknya persoalan di bakal NYIA saat ini membuat pelaksanaan pengerjaan terhambat, antara lain hambatan pengalihan lahan yang melibatkan 32 KK, termasuk ada satu tanah wakaf dan bangunannya (masjid), belum selesai meskipun uang ganti rugi sudah dikonsinyasikan ke Pengadilan Negeri (PN). Selain itu persoalan lelang konsultan dan kontraktor juga belum selesai dan akan berakhirnya Izin Penetapan Lokasi (IPL) pada 31 Maret 2018 dari Pemda merupakan 3 (tiga) hal penting yang harus diselesaikan oleh manajemen PT AP I supaya target pembangunan NYIA terpenuhi.

PT AP I tidak dapat mengurus IMB dan membangun fisik bandara jika lahan belum bebas 100%, dan IPL habis masa berlakunya. Lalu, langkah apa saja yang akan dan harus dilakukan oleh PT AP I dan Pemerintah Daerah supaya pada 1 April 2019 NYIA dapat mulai beroperasi secara terbatas?

Daftar Persoalan

Melihat banyaknya persoalan yang dihadapi oleh PT AP I sebagai pengembang NYIA, dan waktu yang sangat kritis, PT AP I harus melakukan beberapa langkah terobosan untuk mengejar target yang diperintahkan oleh Perpres No. 98 Tahun 2017. Tanpa terobosan yang out of the box dapat dipastikan tenggat 1 April 2019 akan terlewati. Direksi harus berani ambil langkah berani meski berisiko. Libatkan atau minta pendapat hukum dari Kementerian Hukum dan HAM, BPK dan KPK secepatnya.

Persoalan menjadi tambah pelik ketika IPL juga akan segera habis masa berlakunya pada 31 Maret 2018 mendatang. Perpanjangan IPL memang dapat dilakukan, namun jika persoalan lahan belum selesai, tetap saja IMB dan izin-izin lain tidak dapat dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Kulon Progo. Artinya, penyelesaian persoalan tanah menjadi prioritas.

Dari 32 pemilik lahan, termasuk tanah wakaf, seharusnya sudah selesai karena dana ganti rugi dari PT AP I sudah dikonsinyasikan ke PN kecuali tanah wakaf. Penyelesaian tanah wakaf memang khusus karena harus sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Untuk tanah wakaf, Kementerian Agama harus berperan besar membantu PT AP I.

Saya sarankan PT AP I meminta rekomendasi tertulis dari Kementerian Agama, supaya tidak melanggar UU No. 41 Tahun 2004. Jika tanpa rekomendasi Kementerian Agama atau terobosan lainnya, dan hanya mengikuti perintah UU No. 41 Tahun 2004, prosesnya pasti berbelit belit dan lama. Sementara waktu terus berjalan.

Hingga saat ini masih ada persoalan terkait dengan pemilihan/tender konsultan dan kontraktor, masih belum jelas. Awalnya PT AP I melakukan penunjukkan langsung kepada PT Pembangunan Perumahan (PP) untuk menjadi konsultan dan kontraktor melalui skema pembiayaan 70% PT PP dan 30% PT AP I yang dituangkan pada sebuah Memorandum of Understanding (MoU). Namun MoU ini akhirnya dibatalkan.

Selanjutnya Direksi PT AP I melakukan tender untuk konsultan dan kontraktor yang akan membangun, namun sampai hari ini proses tender masih berjalan. Berhubung proses tender di Indonesia harus melalui banyak tahapan, maka dapat diperkirakan akan memerlukan waktu paling cepat sekitar 3 (tiga) bulan sejak dimulainya pekerjaan, itu pun kalau proses pelaksanaan tender lancar tanpa berbagai protes dari peserta.

Dari persoalan utama di atas, NYIA masih mempunyai berbagai masalah sekunder lainnya, seperti akses ke bandara NYIA. Terkait dengan akses ke NYIA, penulis mencoba menelusuri akses jalan ke NYIA melalui jalan utama DIY-Wates-Purworejo dengan waktu tempuh hampir 2 (dua) jam karena padatnya arus lalu lintas dan sempitnya ruas jalan. Jalan ini merupakan jalan utama menuju NYIA karena Gubernur DIY tidak mengizinkan dibangun akses jalan tol menuju NYIA.

Pelebaran jalan memang akan dilakukan, namun saya perkirakan kemacetan akan tetap mendera pengguna NYIA karena setelah diperlebar, di kiri-kanan jalan pasti akan tumbuh restoran/warung, minimarket, hotel, toko suvenir, dan lain-lain yang menyebabkan banyak kendaraan akan keluar-masuk atau parkir di bahu jalan.

Untuk menyelesaikan persoalan akses, maka saya mengusulkan pembangunan NYIA dibarengi dengan pembangunan jalur KA dari terminal NYIA menuju jalur utama KA DIY-Purworejo atau jalur KA Selatan Jawa. Rel dari NYIA menuju Stasiun Wojo (7 Km) harus dibangun bersamaan dengan dibangunnya Bandara NYIA, supaya lokasi stasiun KA di Bandara NYIA terkoneksi dengan jalur utama Selatan Jawa, dan bisa segera dioperasikan bersamaan dengan beroperasinya NYIA.

Saran untuk Pemerintah

Perintahkan PT AP I untuk melakukan terobosan dalam menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan NYIA. Kementerian BUMN sebagai wakil Pemerintah harus membantu berpikir dan memfasilitasi terobosan yang harus dilakukan oleh PT AP I di tengah keterlambatan dan masalah yang masih berceceran di sana-sini. Jika perlu dilengkapi dengan peraturan dan kebijakan tersendiri, just do it, asal tidak merugikan negara karena akan muncul faktor yang koruptif.

Kedua, segera Menteri Negara BUMN dan Menteri Perhubungan melaporkan perkembangan NYIA kepada Presiden serta umumkan pada publik, terkait segala masalah yang masih mengganjal dan langkah-langkah apa yang akan atau sedang diambil. Jangan lupa libatkan KPK dan BPK/P sejak awal untuk mengawal proses pembangunan NYIA. Jangan diam-diam lalu muncul berita pembangunan NYIA bermasalah. Salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar