Bandara
Kulon Progo, Jadikah?
Agus Pambagio ; Pemerhati Kebijakan Publik dan
Perlindungan Konsumen
|
DETIKNEWS,
19 Maret
2018
Berubahnya
pola bepergian masyarakat dari menggunakan transportasi darat ke udara,
munculnya deregulasi penerbangan di awal tahun 2000-an serta tumbuhnya kelas
menengah membuat bisnis penerbangan di Indonesia juga berkembang pesat.
Jumlah pesawat meningkat tentunya memerlukan penambahan kapasitas bandara dan
peningkatan peralatan navigasi yang lebih canggih. Akibatnya pemerintah harus
lebih banyak mengalokasikan anggaran (APBN) untuk pembangunan bandara dan
infrastruktur penunjang lainnya demi keselamatan penerbangan.
Beberapa
bandara di Tanah Air sudah over capacity dan salah satunya adalah Bandara Adi
Soecipto-Yogyakarta (JOG). Kapasitas Bandara JOG hanya 1,4 juta/tahun tetapi
saat ini digunakan oleh sekitar 7,8 juta orang/tahun. Akibatnya kalau kita ke
dan dari JOG, kita serasa berada di terminal bus Antar Kota Antar Propinsi
(AKAP) yang padat dan tidak nyaman. Maka dari itu, Presiden telah
memerintahkan PT Angkasa Pura (AP) I untuk segera membangun bandara baru (JOG
sudah tidak mungkin diperluas karena keterbatasan lahan) di Kecamatan Temon,
Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Untuk
itu Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun
2017 Tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara Baru di
Kabupaten Kulonprogo, DIY pada 23 Oktober 2017. Dalam Perpres tersebut
diperintahkan supaya New Yogyakarta International Airport (NYIA) sudah mulai
dapat beroperasi terbatas mulai 1 April 2019. Namun, sampai hari ini berbagai
persoalan mendasar belum terselesaikan dengan baik, padahal waktu terus
berjalan.
Banyaknya
persoalan di bakal NYIA saat ini membuat pelaksanaan pengerjaan terhambat,
antara lain hambatan pengalihan lahan yang melibatkan 32 KK, termasuk ada
satu tanah wakaf dan bangunannya (masjid), belum selesai meskipun uang ganti
rugi sudah dikonsinyasikan ke Pengadilan Negeri (PN). Selain itu persoalan
lelang konsultan dan kontraktor juga belum selesai dan akan berakhirnya Izin
Penetapan Lokasi (IPL) pada 31 Maret 2018 dari Pemda merupakan 3 (tiga) hal
penting yang harus diselesaikan oleh manajemen PT AP I supaya target
pembangunan NYIA terpenuhi.
PT AP
I tidak dapat mengurus IMB dan membangun fisik bandara jika lahan belum bebas
100%, dan IPL habis masa berlakunya. Lalu, langkah apa saja yang akan dan
harus dilakukan oleh PT AP I dan Pemerintah Daerah supaya pada 1 April 2019
NYIA dapat mulai beroperasi secara terbatas?
Daftar Persoalan
Melihat
banyaknya persoalan yang dihadapi oleh PT AP I sebagai pengembang NYIA, dan
waktu yang sangat kritis, PT AP I harus melakukan beberapa langkah terobosan
untuk mengejar target yang diperintahkan oleh Perpres No. 98 Tahun 2017.
Tanpa terobosan yang out of the box dapat dipastikan tenggat 1 April 2019
akan terlewati. Direksi harus berani ambil langkah berani meski berisiko.
Libatkan atau minta pendapat hukum dari Kementerian Hukum dan HAM, BPK dan
KPK secepatnya.
Persoalan
menjadi tambah pelik ketika IPL juga akan segera habis masa berlakunya pada
31 Maret 2018 mendatang. Perpanjangan IPL memang dapat dilakukan, namun jika
persoalan lahan belum selesai, tetap saja IMB dan izin-izin lain tidak dapat
dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Kulon Progo. Artinya, penyelesaian persoalan
tanah menjadi prioritas.
Dari
32 pemilik lahan, termasuk tanah wakaf, seharusnya sudah selesai karena dana
ganti rugi dari PT AP I sudah dikonsinyasikan ke PN kecuali tanah wakaf.
Penyelesaian tanah wakaf memang khusus karena harus sesuai dengan UU No. 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf. Untuk tanah wakaf, Kementerian Agama harus berperan
besar membantu PT AP I.
Saya
sarankan PT AP I meminta rekomendasi tertulis dari Kementerian Agama, supaya
tidak melanggar UU No. 41 Tahun 2004. Jika tanpa rekomendasi Kementerian
Agama atau terobosan lainnya, dan hanya mengikuti perintah UU No. 41 Tahun
2004, prosesnya pasti berbelit belit dan lama. Sementara waktu terus
berjalan.
Hingga
saat ini masih ada persoalan terkait dengan pemilihan/tender konsultan dan
kontraktor, masih belum jelas. Awalnya PT AP I melakukan penunjukkan langsung
kepada PT Pembangunan Perumahan (PP) untuk menjadi konsultan dan kontraktor
melalui skema pembiayaan 70% PT PP dan 30% PT AP I yang dituangkan pada
sebuah Memorandum of Understanding (MoU). Namun MoU ini akhirnya dibatalkan.
Selanjutnya
Direksi PT AP I melakukan tender untuk konsultan dan kontraktor yang akan
membangun, namun sampai hari ini proses tender masih berjalan. Berhubung
proses tender di Indonesia harus melalui banyak tahapan, maka dapat
diperkirakan akan memerlukan waktu paling cepat sekitar 3 (tiga) bulan sejak
dimulainya pekerjaan, itu pun kalau proses pelaksanaan tender lancar tanpa
berbagai protes dari peserta.
Dari
persoalan utama di atas, NYIA masih mempunyai berbagai masalah sekunder
lainnya, seperti akses ke bandara NYIA. Terkait dengan akses ke NYIA, penulis
mencoba menelusuri akses jalan ke NYIA melalui jalan utama
DIY-Wates-Purworejo dengan waktu tempuh hampir 2 (dua) jam karena padatnya
arus lalu lintas dan sempitnya ruas jalan. Jalan ini merupakan jalan utama
menuju NYIA karena Gubernur DIY tidak mengizinkan dibangun akses jalan tol
menuju NYIA.
Pelebaran
jalan memang akan dilakukan, namun saya perkirakan kemacetan akan tetap
mendera pengguna NYIA karena setelah diperlebar, di kiri-kanan jalan pasti
akan tumbuh restoran/warung, minimarket, hotel, toko suvenir, dan lain-lain
yang menyebabkan banyak kendaraan akan keluar-masuk atau parkir di bahu
jalan.
Untuk
menyelesaikan persoalan akses, maka saya mengusulkan pembangunan NYIA
dibarengi dengan pembangunan jalur KA dari terminal NYIA menuju jalur utama
KA DIY-Purworejo atau jalur KA Selatan Jawa. Rel dari NYIA menuju Stasiun
Wojo (7 Km) harus dibangun bersamaan dengan dibangunnya Bandara NYIA, supaya
lokasi stasiun KA di Bandara NYIA terkoneksi dengan jalur utama Selatan Jawa,
dan bisa segera dioperasikan bersamaan dengan beroperasinya NYIA.
Saran untuk Pemerintah
Perintahkan
PT AP I untuk melakukan terobosan dalam menyelesaikan berbagai persoalan
pembangunan NYIA. Kementerian BUMN sebagai wakil Pemerintah harus membantu
berpikir dan memfasilitasi terobosan yang harus dilakukan oleh PT AP I di
tengah keterlambatan dan masalah yang masih berceceran di sana-sini. Jika
perlu dilengkapi dengan peraturan dan kebijakan tersendiri, just do it, asal
tidak merugikan negara karena akan muncul faktor yang koruptif.
Kedua,
segera Menteri Negara BUMN dan Menteri Perhubungan melaporkan perkembangan
NYIA kepada Presiden serta umumkan pada publik, terkait segala masalah yang
masih mengganjal dan langkah-langkah apa yang akan atau sedang diambil.
Jangan lupa libatkan KPK dan BPK/P sejak awal untuk mengawal proses
pembangunan NYIA. Jangan diam-diam lalu muncul berita pembangunan NYIA
bermasalah. Salam! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar