Pendidikan
Tinggi 4.0
Waras Kamdi ; Ketua Indonesia Consotium for Learning Innovation Research
(I-CLIR); Guru Besar Universitas Negeri Malang
|
KOMPAS,
03 Maret
2018
Sejak dilantik, Presiden Joko Widodo yang
‘gemes’ melihat perkembangan perguruan tinggi di Indonesia, yang dinilainya
tak tanggap perubahan zaman, kalangan perguruan tinggi kontan menggeliat.
Teknologi dan inovasi disrupsi yang menandai perubahan zaman menjadi “trending
topic” di kalangan pendidik.
Kemristekdikti pun segera melakukan lompatan
kebijakan menuju Pendidikan Tinggi 4.0 (Paparan Menristekdikti di Bali,
2/2/2018). Ini angin segar, karena selama ini perguruan tinggi (PT) di Tanah
Air diperangkap berbagai macam nomenklatur dan tak mampu beranjak dari cara
pikir (mindset) pedagogi masa silam.
Revolusi Industri 4.0 (RI 4.0) tulisan Klaus
Schwab yang dicuatkan pada World Economic Forum, Februari 2016, pun jadi
bacaan yang menawan. Ceramah Jack Ma menjadi enak didengar dan disimak. Buku
Clayton M Christensen plus buku Rhenald Kasali tentang inovasi disruptif jadi
sedap dibaca lagi. Lalu muncul kesadaran kolektif bahwa DNA Inovator, yang
sebenarnya jenis-jenis kecakapan meta-kompetensi, yang dibeberkan Jeff Dyer
dkk sewindu lalu dipandang penting dalam kurikulum pendidikan nasional kita.
Di tengah hangatnya perbincangan menghadapi
dahsyatnya teknologi dan inovasi disrupsi yang begitu terasa menerobos semua
lini kehidupan kita saat ini, pendidikan tinggi paling banyak mendapat
sorotan. Pendidikan tinggi kita dianggap terlambat mengantisipasi dan
merespon RI 4.0, rendah daya agilitasnya, dan terkesan kedodoran menghadapi
dunia yang sedang lari tunggang langgang karena perguruan tinggi yang ‘telat
mikir’ dan bertindak mengantisipasi perubahan.
Kemajuan infrastruktur, terutama gedung dan
fasilitas kelas memang berubah. Akan tetapi, kultur belajar dan pembelajaran
tak beranjak dari tradisi puluhan tahun bahkan abad silam. Sistem pendidikan
tinggi tak cukup memberi ruang terjadinya konvergensi ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sistem pembelajaran tak cukup memberi lorong-lorong terjadinya
pengalaman belajar transdisiplin. Dan, pertumbuhan program-program studi
serta bidang-bidang keilmuan terhambat oleh sekat-sekat antardisiplin ilmu
itu.
Kebijakan Pendidikan Tinggi 4.0 harus
dijadikan momen untuk melakukan perubahan mendasar dalam pendidikan tinggi
kita. Tentu yang dimaksud bukan sekadar perubahan instrumental input dalam
praksis pendidikan seperti perubahan dari face to face ke blended learning,
atau online distance learning, dan membangun big data, karena Pendidikan
Tinggi 4.0 bukan sekadar digitalisasi pendidikan. Perubahan instrumental itu
akan niscaya terjadi karena revolusi digital telah menerobos ke semua lini
kehidupan. Lebih dari itu, perubahan yang diinginkan adalah inovasi aktivitas
kurikuler yang hakiki, yakni yang menyentuh dataran proses belajar dan
pengalaman belajar mahasiswa.
Reorientasi tujuan
Dataran pertama adalah berpikir ulang tentang
jenis capaian kecakapan apa yang dituju Pendidikan Tinggi 4.0. Kebutuhan
belajar kini berubah. Kompetensi sebagai basis capaian kurikulum pendidikan
tinggi tak memadai lagi. Kompleksitas kehidupan dan lapangan kerja menuntut
multi-skills. Kompetensi untuk memenuh cetak biru profesi manusia yang
diturunkan dari definisi peran sosial atau profesi tertentu sudah harus
bergeser ke aras pengembangan metakompetensi. Meminjam istilah Maret Staron
(2006), perubahan orientasi pendidikan ini mengubah tujuan akhir kurikuler
dari capaian berbasis kompetensi bergeser ke kapabilitas.
Mengapa kapabilitas? Dunia profesi mengalami
dinamika kehidupan yang tidak mudah lagi diprediksi, mengakibatkan makin
kaburnya definisi peran sosial. Banyak tempat kerja memberlakukan pekerja
temporer atau pekerja kontrak, dan akan lebih banyak pengalaman berhenti dari
pekerjaan yang satu dan ganti pekerjaan lain sebagai bagian dari karier
pekerja. Hal ini menggambarkan mobilitas pasar kerja yang makin tinggi,
sehingga desain kurikulum pendidikan tinggi yang didasarkan atas prediksi
peran sosial semakin tidak memadai.
Kompetensi memang unsur penting dari
kapabilitas. Tetapi, orang-orang yang kapabel adalah mereka yang memiliki
kemampuan metakompetensi dan multi- skills yang dapat berbuat secara efektif
dalam mengatasi problematika kehidupan baru. Trend belajar generasi sekarang
adalah memburu kapabilitas. Mereka belajar apa saja yang mereka inginkan
untuk mengukir dirinya pencipta profesi dan karier mereka. Sistem pendidikan
kampus tradisional mulai membosankan karena tak melayani modalitas belajar.
Sebaliknya, di luar kampus, sumber belajar yang lebih mutakhir, berkualitas,
dan memenuhi selera mereka bertebaran. Banyak mahasiswa mulai menuntut proses
dan pengalaman belajar yang diberikan berbasis kehidupan. Pengalaman
menunjukkan, mulai banyak inovator muda yang kuliahnya molor atau bahkan
memilih DO, karena sistem pendidikan tinggi kita tak melayani modalitas
belajar mereka.
Pergeseran orientasi pendidikan tinggi dari
capaian kompetensi ke kapabilitas memerlukan pemutakhiran platform kurikulum
pendidikan tinggi. Panduan pengembangan kurikulum pendidikan tinggi yang
berlaku sekarang, yang menggunakan model berpikir ala competency-based
curriculum (Joshua Earnst, 2001) itu, perlu dimutakhirkan. Perumusan capaian
pembelajaran yang tertutup dan cenderung mengurai keterampilan diskrit perlu
dikaji ulang.
Tujuan capaian belajar yang lebih terbuka akan
memberikan fleksibilitas belajar mahasiswa mengembangkan kapabilitasnya, dan
terbuka terhadap pengembangan potensi individual. Personalisasi belajar
mendapat ruang yang cukup bagi mereka yang memiliki passion belajar tertentu.
Paradigma belajar
Kedua, Pendidikan Tinggi 4.0 membutuhkan
perubahan paradigma belajar. Praktik pendidikan tinggi kita selama ini masih
berwatak intervensif. Pendidikan mereka-reka peran sosial. Pendidikan
memperlakukan mahasiswa sebagai anak kecil yang perlu dibentuk untuk memegang
peran yang direka-reka.
Meminjam istilah Prof Vincent Gasperzs,
pendidikan yang berwatak pedagogi ini merupakan praktik Pendidikan 1.0.
Pendidikan kita belum berhasil bertransformasi ke pendidikan orang dewasa
(andragogi) yang menjadi penciri Pendidikan 2.0 dan 3.0, apalagi praktik
heutagogi yang memberi ruang mahasiswa mendesain belajarnya sendiri
(self-directed/ determined learning). Menilik trend belajar generasi
sekarang, memberi peran mahasiswa sebagai desainer belajarnya sendiri itu
yang akan menjadi penciri utama Pendidikan 4.0.
Menghadapi era teknologi dan inovasi
disruptif, Pendidikan Tinggi 4.0 harus melakukan lompatan paradigmatis. Sudah
saatnya meninggalkan praktik pengajaran anak kecil, dan melakukan
transformasi paradigma belajar heutagogis, yang memberi pilihan-pilihan menu
belajar dan peluang mahasiswa mendesain belajarnya sendiri. Cara ini juga
relevan dengan karakteristik generasi sekarang yang tidak gampang menerima
peran tertentu. Sebagian dari mereka ingin mengukir profesi dari identitas
dirinya sendiri. Sebagian ingin memulai bisnisnya dari dalam dirinya sendiri,
dan yang lainnya ingin menjadikan hobinya menjadi pekerjaan tetap. Dalam hal
belajar pun mereka menginginkan banyak pilihan menu belajar dan
preferensi belajar mereka.
Belajar transdisipliner
Implikasinya, Pendidikan Tinggi 4.0 butuh
perubahan arsitektur lanskap akademik yang memberi keleluasaan mahasiswa
belajar lintas disiplin. Inovasi disruptif sering lahir dari konvergensi dan
persilangan antardisiplin ilmu dan teknologi. Konvergensi ilmu pengetahuan
dan teknologi berlangsung secara natural sejalan kian luasnya demokrasi
pengetahuan dan keterbukaan disiplin ilmu akibat dari proliferasi ilmu
pengetahuan. Keterbukaan dan kemudahan akses informasi berbagai disiplin ilmu
yang diberikan oleh teknologi informasi dan komunikasi melapangkan terjadinya
konvergensi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tak akan ada disiplin ilmu yang steril dari
pengaruh disiplin lain. Setiap disiplin ilmu akan membutuhkan peran atau
kontribusi dari disiplin lainnya. Sifat akademis ini membutuhkan perubahan
lanskap akademik pendidikan tinggi secara menyeluruh, terutama desain spasial
lingkungan kampus beserta isinya yang berbasis cyber-physical system, desain
kurikulum yang makin meluas dan terbuka, sistem jaringan belajar lintas
disiplin, manajemen sumber belajar, dan layanan administrasi akademik yang
fleksibel dan terintegrasi dengan sistem manajemen belajar.
Kurikulum kita selama ini disajikan seperti
soto kudus; semua diracik oleh penjualnya. Menu belajar dan porsinya serta
cara menyantapnya diatur dan ditetapkan penyelenggara pendidikan sampai di
tingkat kelas.
Pekerjaan dan profesi didefinisikan oleh PT, seakan-akan
pencipta pekerjaan dan profesi adalah PT. Dan, kurikulum didesain sebagai
“cetak biru” manusia yang digambarkan persis dengan pekerjaan dan profesi
yang didefinisikan. Tak ada celah bagi peserta didik untuk memilih menu yang
disuka, meraciknya sendiri, dan menyantapnya dengan gaya dan caranya sendiri.
Pendidikan Tinggi 4.0 membutuhkan manajemen
kurikulum transdidipliner yang dinamis dan fleksibel. Manajemen kurikulum
“prasmanan” yang menyediakan menu kurikuler lintas disiplin perlu
dikembangkan, sehingga memungkinkan mahasiswa mengembangkan kajian baru dalam
disiplin ilmunya melalui proses belajar transdisiplin. Mahasiswa diberi
kesempatan untuk meracik kebutuhan belajarnya sendiri. Dengan demikian,
secara alamiah akan terjadi pertumbuhan disiplin-disiplin ilmu baru hasil
dari proses transdisiplin itu.
Sebagai pendukung, manajemen big data akan
jadi tulang punggung pendidikan tinggi. Pendidikan Tinggi 4.0 akan
mengandalkan integrasi cyber system dan physical system. Sistem ini
memerlukan arsitektur teknologi informasi yang unik untuk menciptakan
interaksi tiga subjek utama pendidikan (dosen, mahasiswa, dan kurikulum)
dalam keseluruhan proses belajar. Sistem manajemen kurikulum transdisipliner,
platform inovasi belajar untuk pengembangan metakompetensi dan kapabilitas,
dan sistem manajemen belajar harus dibangun dalam satu kesatuan sistem
manajemen big data PT. ●
|
Prediksi Bola Jitu 100% untuk Liga Champion.
BalasHapusBingungkan mau ikut Prediksi Bola Siapa yang akurat?
Dicoba saja dari hasilbola.vip
Kami berani JAMIN, Bakal ada masuk dana direkening anda.
Berikut Prediksi Bola yang barusan Update Hangat.
Prediksi Bola Zenit vs RB Leipzig 06 November 2019
https://hasilbola.vip/prediksi-sepakbola/baca/2839/zenit-vs-rb-leipzig-06-november-2019/
Prediksi Bola Barcelona vs Slavia Prague 06 November 2019
https://hasilbola.vip/prediksi-sepakbola/baca/2840/barcelona-vs-slavia-prague-06-november-2019/
Saya akan berikan Bonus Tips Prediksi Bola Akurat Silakan di coba langsung
Terima Kasih bagi yang menyukai komentar saya