Bertetangga
dengan China
Siswono Yudo Husodo ; Ketua Pembina Yayasan Universitas Pancasila
|
KOMPAS,
02 Maret
2018
Hidup di dunia yang sedang
bergerak maju sangat cepat, dengan dinamika perubahan sangat tinggi serta
manuver dan penyiasatan antarnegara yang sangat canggih, membutuhkan
kewaspadaan, ketajaman menganalisa dan kelihaian menghadapinya.
Negara-negara kuat
memiliki rancang bangun masing-masing tentang tata dunia baru yang diinginkannya, lengkap dengan
agenda dan program operasional untuk
mewujudkannya. Jika lengah, Indonesia bisa terombang-ambing oleh
tarikan kepentingan negara lain. Perlu penyikapan yang tepat atas perkembangan
China yang akan menjadi negara dengan ekonomi terkuat di dunia dengan
angkatan bersenjata yang kuat, besar dan modern.
Dunia terus dikejutkan
oleh berbagai pencapaian yang mengagumkan dari China. Sejak melakukan
reformasi ekonomi tahun 1978, China mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dan saat ini ekonomi terbesar kedua setelah AS dan pengaruhnya kian meningkat
dalam perekonomian dan politik global. Sejak krisis finansial 2008, China
adalah kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi dunia.
Saat ini, dengan hampir
separuh masyarakatnya masih tergolong miskin, China sudah meraih profil
sebagai negara maju. China punya sederet produsen mobil, traktor dan aneka
mesin pertanian, turbin dan generator listrik, kereta api cepat, bis,
komputer, telepon genggam, barang-barang elektronik rumah tangga (seperti TV, kulkas, AC, mesin
cuci), alat-alat medis dan lain-lain yang produknya bukan hanya berjaya di
pasar domestik, tetapi sudah menggeser produk Korea dan Jepang di pasar
ekspor.
Beberapa bulan lalu China
menguji terbang pesawat penumpang C-919 yang sekelas Boeing 737. Di sektor
jasa, China juga punya banyak perusahaan transportasi, kontraktor, perbankan,
asuransi dan lain-lain yang tangguh. China telah membangun rel KA, jalan tol
dan jembatan menyeberangi laut terpanjang di dunia.
Posisinya sebagai
eksportir utama dunia dengan cadangan devisa senilai 3,14 triliun dollar AS
(per Desember 2017) telah membuat yuan
berpotensi mendampingi dollar AS sebagai mata uang internasional.
China sudah menjadi investor terkemuka di berbagai belahan dunia. Melalui
program Satu sabuk, Satu Jalan (One Belt, One
Road/OBOR), China tengah mendorong investasi untuk meningkatkan
infrastruktur transportasi di 65 negara dengan nilai 900 miliar dollar AS.
Investasi juga ditanamkan di negara-negara maju, termasuk AS dalam bentuk
surat utang pemerintah AS. Per Juni 2017, China memegang surat utang
pemerintah AS senilai 1,15 triliun dollar AS, menjadikan China pemegang utang
(kreditor) terbesar AS.
China juga sukses dalam
program eksplorasi antariksa; menjadi bangsa ketiga yang secara mandiri
mengirimkan astronotnya (taikonot) mengorbit bumi dan melakukan space walk.
China sudah mengirim satelit dan robot penjelajah ke permukaan bulan, dan akan mendaratkan
taikonot-nya di bulan beberapa tahun mendatang. Dalam teknologi militer termasuk nuklir,
China telah sangat maju. China sudah mengoperasikan dua kapal induk dan
sedang membangun dua unit lagi; menguasai teknologi produksi pesawat tempur
generasi kelima yang sebelumnya hanya bisa dibuat AS dan punya rudal balistik berhulu ledak
nuklir berkecepatan hipersonik, yang dapat menjangkau sasaran sejauh 12.000
kilometer hanya dalam waktu 30 menit.
China akan menjadi seperti AS, Inggris, Perancis dan Rusia, yang mampu
menggelar kekuatan militernya di berbagai belahan dunia.
Tingkat sosial ekonomi
rakyatnya yang kian sejahtera juga membuat kian banyak warga China berlibur
keluar negeri. Tahun 2016, sebanyak 122 juta turis China berlibur ke luar
negeri, menghabiskan sekitar 110 miliar dollar AS. Banyak negara berlomba
menarik turis China, termasuk Indonesia. Kemunculan China sebagai negara
adidaya baru dalam dimensi ekonomi, politik, militer dan ilmu pengetahuan
juga meningkatkan minat China meningkatkan pengaruhnya melalui
lembaga-lembaga internasional. China menuntut hak suara yang lebih besar di
Bank Dunia dan IMF, serta mendirikan Bank Pembangunan BRICS bersama Brasil,
Rusia, India dan Afrika Selatan disamping Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB).
China juga bersemangat
mendukung pembangunan terusan di
Thailand yang akan menghubungkan laut Andaman dan Laut China Selatan melalui
tanah genting Kra. Jika terusan sepanjang 150 km itu terwujud, jalur laut
melalui selat Malaka akan tersaingi karena rute itu memotong jarak laut lebih dari 2.500 km untuk kapal-kapal
dari belahan barat ke belahan timur Asia. Hal itu tentu berdampak pada nilai strategis Indonesia secara
geopolitik, antara lain karena berkurangnya angkutan laut melalui selat
Malaka yang selama ini bernilai 5.000 triliun dollar AS per tahun.
Hubungan
Indonesia-China
Sejarah menunjukkan,
hubungan Indonesia-China pasang surut. Sempat mesra hingga 1965 dan menyentuh
titik terendah di 1966/1967, ketika China memberikan dukungan pada
pemberontakan G-30S/PKI. Setelah normalisasi, hubungan kian hangat dan di era
sekarang diwarnai banyak kerja
sama ekonomi. Ketika peranan Jepang
agak surut di Asia Tenggara pasca krisis ekonomi 1998, China memotori
terbentuknya Inisiatif Chiangmai, yaitu skema kolektif negara-negara Asia
Tenggara dan China untuk menghadapi para spekulan pasar uang, sesuatu yang
sangat berarti untuk kawasan ini, karena mata uang Indonesia, Thailand dan
Malaysia pernah menjadi korban permaina spekulan, antara lain Soros. China
gencar memberikan insentif ekonomi dan pembangunan di Indonesia, melalui AIIB. Perdagangan bilateral Indonesia-China
terus meningkat, terutama setelah diberlakukan ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA).
Hubungan Indonesia-China
sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Dan sebaiknya kita perlu tetap
berhati-hati terhadap kepentingan-kepentingan China yang dapat merugikan Indonesia, serta memanfaatkan secara optimal
kemajuan-kemajuan China bagi keuntungan Indonesia. Sejak era
kerajaan-kerajaan besar Nusantara di masa lalu, China sudah berusaha
melakukan penguasaan politik atas Nusantara. Pernah Kaisar Ku Bilai Khan
mengirim utusan dan armada untuk meminta upeti, yang artinya raja Jawa
diminta tunduk pada kaisar China. Hal itu tegas ditolak Raja Kertanegara dari
Kerajaan Kediri dengan memotong kedua telinga para utusan China dan
menyuruhnya kembali ke China.
Interaksi yang luas dan
dalam antara Nusantara dengan China yang berlangsung lebih mulus terjadi di
bidang budaya. Berbagai daerah Nusantara telah lama jadi rumah baru bagi
pendatang orang-orang China dari daratan China. Di masing-masing daerah di
tanah air kita, telah terjadi akulturasi budaya, antara pendatang dari
berbagai bangsa dengan penduduk setempat; juga antarsesama pendatang orang
Tionghoa dari daratan China. Budaya China, bukan budaya homogen. Para
pendatang Tionghoa punya latar belakang suku dan bahasa beragam dan mereka
menyebar di berbagai penjuru Tanah Air. Ada orang Hokian, Hokchia, Khek,
Cantonese dan lain-lain. Karena penduduk lokalnya juga beragam, beragam pula
wujud budaya Tionghoa peranakannya. Budaya Tionghoa peranakan dari Medan,
Bangka Belitung, Kalbar, Jakarta, Jateng, Jatim dan lain-lain sangat spesifik
lokal.
Profesi pendatang Tionghoa
juga berbeda-beda. Di Bangka Belitung, para pendatang Tionghoa, awalnya
adalah buruh-buruh pertambangan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pendatang
Tionghoa awalnya berprofesi sebagai pedagang kecil, pedagang hasil bumi dari
pedalaman dibawa ke kota-kota dan karena itu interaksinya berlangsung antara
petani dan pedagang. Istilah ce pek (seratus),go cap (lima puluh), go ceng
(lima ribu), go ban (lima puluh ribu), go tiaw (lima juta), menjadi sangat
akrab di masyarakat Jawa. Akulturasi yang terjadi bukan saja dalam bentuk
fisik seperti arsitektur, aneka artefak/perabotan rumah tinggal, tetapi juga
kain batik, perhiasan, kosa-kata, ungkapan bahasa sehari-hari, kuliner dan
kesenian (seperti gambang kromong, cokekan, tanjidor), sastra, seni lukis,
bela diri, astrologi, pengobatan dan lain sebagainya.
Pendatang Tionghoa dengan
peradaban kuliner yang lebih maju, telah ikut memperkaya tradisi kuliner
nasional. Masyarakat kita sudah akrab dengan onde-onde, wingko, getuk,
jenang, otak-otak, bakpao, siomay dan mie ayam, jenis-jenis panganan yang
dipengaruhi tradisi kuliner Tionghoa. Ekspresi budaya orang Tionghoa
peranakan di Indonesia yang tersebar di berbagai tempat di Tanah Air, berbeda
dan lebih kaya dibanding ekspresi budaya orang Tionghoa di Malaysia dan
Singapura. Budaya Tionghoa peranakan telah menjadi bagian dari budaya
nasional. Sifat masyarakat Indonesia yang cenderung sinkretik, telah membuat
pengaruh Hindu, Buddha, Islam/Arab, Tionghoa, India dan Barat mewarnai
ekspresi budaya yang bervariasi dalam kehidupan masyarakat kita hingga
sekarang. Betapa kaya dan berwarnanya kebudayaan Indonesia.
Ancaman
kebangkitan China
Kini ada kecurigaan,
kebangkitan China akan bersifat mengancam. Ambisi teritorialnya di Laut China
Timur dan Laut China Selatan (LCS) dan kecenderungan imperialistiknya atas
Laos dan Kamboja membuat khawatir
banyak negara. Indonesia beruntung berbatasan
dengan China di laut, tidak di daratan. Di LCS, Indonesia menolak
langkah politik sepihak China yang
mengklaim sebagian wilayah perairan Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia,
yang ditarik dari sisi utara dan timur kepulauan Natuna sebagai wilayah
perairan ZEE China.
Pernah pula timbul insiden
penembakan oleh kapal penjaga pantai China terhadap kapal penjaga pantai
Indonesia yang menangkap nelayan China. Indonesia konsisten menyatakan tak
memiliki sengketa wilayah ZEE dengan China, karena klaim China itu tak diakui
hukum dan komunitas internasional. Kecenderungan imperialistik China di Asia
Tenggara (khususnya di Laos dan Kamboja yang ekonominya amat bergantung pada
China) terus meningkat. Dalam empat tahun terakhir, forum-forum ASEAN selalu
gagal menyepakati rumusan pernyataan bersama yang bernada memprotes Beijing
dalam sengketa di LCS (yang diajukan oleh Filipina, Vietnam, Malaysia dan
Brunei), karena keberatan Kamboja dan Laos.
Sikap kehati-hatian kita
pada Beijing perlu diterapkan di banyak tempat. Dalam skema kerja sama
ekonomi, pengalaman pahit Sri Lanka yang pelabuhan dan bandara miliknya
berpindah tangan ke China pada 2016 jangan sampai terjadi di sini. Di bidang
politik, keluhan Australia bahwa China berupaya memengaruhi politik dalam
negeri Australia melalui pendanaan politik pada beberapa tokoh politik dan
LSM perlu menjadi pelajaran penting. Sikap kehati-hatian kita pada Beijing
perlu diterapkan di banyak tempat.
Sementara di bidang
budaya, identitas kultural wilayah Nusantara yang sangat spesifik harus dipertahankan.
Kemampuan ekonomi Tiongkok yang sangat
besar, serta pasar bagi berbagai produk perlu kita manfaatkan untuk
mempercepat kemajuan Indonesia di segala
bidang dengan tetap
berpegang pada Trisakti ajaran Bung
Karno: berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan
berkepribadian dalam bidang budaya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar