Zulhasan
dan Pat Gulipat Pasal LGBT
Hersubeno Arief ; Konsultan Politik
|
REPUBLIKA,
22 Januari
2018
Pernyataan Ketua Umum Partai Amanat
Nasional (PAN) Zulkifli Hasan soal adanya lima fraksi di DPR RI
mendukung gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bikin
heboh. Muncul pro kontra yang sangat keras.
Banyak yang kebakaran jenggot. Ada yang
menuduh Zulhasan menyebar sensasi, kabar bohong (hoax), sembrono, bahkan ada yang
berencana membawa kasus tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.
Namanya juga pro kontra, yang mendukung
juga tak kurang pula banyaknya. Pernyataan Zulhasan dipandang sebagai
peringatan serius bahwa gerakan LGBT sudah mulai memasuki fase akhir
perjuangan panjang menuju legalisasi, yakni melalui proses
legislasi di DPR. Praktik LGBT dijamin undang-undang.
Alih-alih para pelaku LGBT dipidanakan,
siapapun yang menentang, bisa dihukum. Mau nangis gulung-gulung sambil
garuk-garuk tanah, bila itu sudah terjadi, semuanya sudah terlambat.
Lepas apakah wartawan salah kutip, atau ada
yang menyebut “keselip” lidah, sebagai Ketua MPR, Zulhasan pasti punya
informasi yang tidak banyak diketahui oleh kalangan awam. Dia tampaknya
“sengaja” membuka wacana ini agar publik sadar ada bahaya besar yang sedang
mengancam bangsa ini.
Sikap Zulhasan soal LGBT sangat konsisten.
Dalam roadshow keliling
Indonesia, dia selalu mengingatkan bahaya LGBT.
PAN sangat tegas menolak LGBT. Ketua
DPW PAN DKI Eko Hendro Purnomo, atau lebih dikenal sebagai Eko Patrio malah
sudah mengambil sikap tegas menolak masuknya pelaku LGBT dalam pencalonan
anggota dewan.
Dengan mengangkat isu ini ke permukaan,
Zulhasan tampaknya ingin agar publik peduli, ikut mengawal proses
pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hukum Pidana yang kini sedang
di bahas di DPR. Dalam RUU tersebut pasal LGBT masuk dalam pembahasan.
Proses legislasi/pengesahan undang-undang
di DPR selama ini terbukti sangat rawan penyelundupan maupun penghilangan
pasal. Publik barangkali sudah lupa pada tahun 2010 ada beberapa orang
anggota DPR yang menjadi tersangka dalam kasus penghilangan ayat soal rokok
dalam Pasal 113 UU Kesehatan.
Ayat tersebut tiba-tiba hilang
ketika UU yang telah disahkan DPR tersebut akan dimasukkan ke Lembaran
Negara. Sekretariat Negara dan DPR saat itu beralasan ada kesalahan teknis.
Namun para aktivis anti rokok menduga ada tangan-tangan kotor industri rokok
yang bermain. Mereka main mata dengan sejumlah anggota DPR. Media
menyebutnya saat itu sebagai “skandal korupsi ayat rokok.”
Kecurigaan adanya pihak tertentu yang
mencoba bermain dalam proses legislasi di DPR, bukanlah hoax.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman
Subagyo mengakui banyak NGO dan aktivis LGBT dari dalam dan luar negeri
melakukan lobi bahkan tekanan, agar masalah tersebut segera masuk dalam
pembahasan undang-undang. Apalagi pasca-keputusan Mahkamah Konstitusi
(MK) yang menolak mengkriminalkan praktik kumpul kebo dan LGBT. MK
melempar persoalan tersebut ke DPR.
Dalam draft awal RUU KUHP dirumuskan
bahwa praktik LGBT bisa dipidana bila dilakukan di bawah usia 18 tahun.
Artinya secara hukum, praktik tersebut legal bagi mereka yang
berusia di atas 18 tahun.
Tim perumus RUU juga menyepakati bahwa
praktik LGBT dapat dipidana, apabila dilakukan secara terbuka.
Sementara yang dilakukan secara klandestin (tertutup) tidak bisa dipidana.
Tentu menjadi pertanyaan apakah dengan begitu pesta sex para LGBT yang
belakangan marak di berbagai kota, tidak bisa dipidana? Sebab dilakukan di
ruang tertutup.
Empat tahapan menuju legalisasi
Banyak kalangan yang selama ini tidak
begitu menyadari bahwa kampanye LGBT merupakan gerakan global yang sangat
terencana. Indonesia bersama beberapa negara menjadi sasaran utama.
Gerakan tersebut bahkan didukung oleh PBB.
Seperti halnya kampanye sebuah produk,
kampanye pemasarannya digarap sangat serius. Tahap pertama berupa awareness.
Sebuah tahapan yang dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik. Ada
organisasi besar yang dibentuk, dan ada dana besar pula yang digelontorkan.
PBB melalui Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia
(OHCHR) pada bulan Juli 2013 meluncurkan sebuah program yang diberi nama UN
Free & Equal. Sebuah program global yang mengkampanyekan dan
mempromosikan persamaan hak dan perlakuan yang adil terhadap pelaku LGBT (https://www.unfe.org).
Sejumlah publik figur terutama dari dunia
hiburan di berbagai dunia dilibatkan dalam kampanye ini. Di Indonesia,
sejumlah akademisi, penulis, dan publik figur juga terlihat secara
masif mengkampanyekan gerakan LGBT, namun mereka melakukan secara
halus, sedikit terselubung dengan balutan HAM.
Penyadaran yang mereka bangun dengan
mencoba menyajikan fakta seputar LGBT hanyalah mitos. Misalnya LGBT bukanlah
penyakit, tapi lebih kepada kelainan gen. LGBT bukan penyakit menular, hal
itu telah dibuktikan oleh asosiasi psikolog, psikiatri, maupun klinis.
Karena itu kelainan gen, maka hendaknya
kita bisa toleransi, seperti halnya kita bisa bertoleransi kepada umat yang
beragama lain. Masih banyak argumentasi lain yang kesannya didukung oleh
riset oleh berbagai lembaga kredibel. Mereka tidak menyajikan fakta bahwa
lembaga lain yang juga tak kalah kredibelnya menyatakan hal sebaliknya.
Agar program tersebut dapat berjalan sukses
digelontorkan dana sebesar USD 8 juta melalui lembaga United Nation
Development Pragramme (UNDP). Dana tersebut ditujukan untuk mendukung
komunitas LGBT di Indonesia, Cina, Filipina dan Thailand.
Program itu, seperti diakui dalam situs
resmi UNDP, berlangsung dari Desember 2014 hingga September 2017.
Proyek dukungan LGBT ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
organisasi-organisasi LGBT di Indonesia untuk secara efektif memobilisasi,
menyokong, dan berkontribusi dalam dialog-dialog kebijakan dan aktivitas
pemberdayaan komunitas LGBT.
Selain berbagai program tersebut, kampanye
LGBT didukung dengan kampanye melalui budaya dan gaya hidup. Mereka bahkan
menyasar anak-anak melalui film kartun dan berbagai games.
Sejumlah film kartun besutan Disney
antara lain The
Beauty and The Beast mengandung konten homoseksual.
Sementara untuk film dewasa Hollywood lebih banyak lagi yang mengandung
konten LGBT. Boys
Don’t Cry (1999), Brokeback
Mountain (2005), The
Imitation Game (2014), The Danish Girl (2015), dan Carol (2015) adalah
beberapa contohnya.
Jaringan kedai kopi internasional Starbuck
secara terbuka menyatakan sebagian keuntungan perusahaan didonasikan untuk
mendukung kampanye LGBT. Bos Starbuck Howard Schultz malah menantang mereka
yang menentang LGBT tidak usah minum kopi di kedainya.
Tahapan kedua interest. Dengan melalui
berbagai kampanye yang massif diharapkan muncul ketertarikan. Lalu setelah
itu coba-coba, dan kemudian ketagihan.
Dari berbagai penelusuran yang dilakukan
media di berbagai komunitas gay di beberapa kota di Indonesia, banyak
anak-anak usia sekolah yang menjadi gay karena bujuk rayu gay senior. Ada
juga yang sekedar coba-coba karena terpengaruh film, atau games. Mereka
melihatnya sebagai gaya hidup yang trendy. Lama-lama mereka menjadi
ketagihan.
Tahap ketiga commitment. Dalam tahap
ini menurut teori kampanye pemasaran, mereka telah menjadi pelanggan yang
loyal. Mereka inilah kemudian bisa memperluas pasar, dengan testimoni maupun
kampanye mulut ke mulut (word
of mouth). Publik figur mengambil peran penting di tahap ini.
Tahap keempat legalisasi. Tahap inilah yang
kini tampaknya tengah dicoba dilakukan di DPR. Anggota DPR RI dari Gerindra
Sodik Mujahid mengakui banyak anggota DPR yang menyetujui dan mendukung LGBT.
Namun sikap mereka belum tentu mencerminkan sikap fraksi.
Anggota DPR yang setuju dengan LGBT ini
rentan untuk disusupi, baik karena pandangan dan sikap pribadinya, maupun
karena lobi kepentingan dari LSM dalam dan luar negeri. Mereka bisa bermain
pat gulipat pasal LGBT.
Secara simultan PBB juga mencoba beberapa
kali mendesak Indonesia agar mengakui eksistensi LGBT. Dalam Sidang
Dewan HAM PBB untuk Universal Periodic Review di Jenewa pada 3-5 Mei 2017,
PBB mendesak Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Menkum HAM Yasonna Laoly
untuk menerima sejumlah rekomendasi, salah satunya adalah soal LGBT.
Rekomendasi tersebut dengan tegas ditolak pemerintah.
Fakta-fakta tersebut membuktikan Zulhasan
tidak asal ngomong tanpa
dasar. Dia sengaja “keselip” lidah, karena tahu ada
bahaya besar yang sedang mengancam. Dia sengaja membuat bangsa Indonesia
tersentak bangun, dan take
action. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar