Minggu, 07 Januari 2018

Skema Pembelian PI dalam Divestasi Saham Freeport

Skema Pembelian PI dalam Divestasi Saham Freeport
Fahmy Radhi  ;  Pengamat Ekonomi Energi UGM; 
Mantan Angota Tim Anti Mafia Migas
                                              INDONESIANA, 24 Desember 2017



                                                           
Di tengah alotnya perundingan penetapan harga divestasi 51% saham Freeport, Tim Perunding Pemerintah, terdiri Menteri Keuangan, Menteri BUMN dan Menteri ESDM, memutuskan akan membeli participating interest (PI) Rio Tinto, yang ada di PT Freeport Indonesia (PT FI) sebanyak 40%. Salah satu tujuan akuisisi 40% PI itu adalah untuk memuluskan proses divestasi 51% saham Freeport, yang hingga kini belum tuntas.

Rio Tinto, Perusahaan Tambang Australia, telah memberikan pendanaan untuk membiayai operasi penambangan di Grassberg, Tembagapura pada 1990-an. Sebagai kontra-prestasi pendanaan tersebut, Rio Tinto mendapat PI sebesar 40%, yang diperhitungan dari seluruh produksi dihasilkan PT FI. Berbeda dengan kepemilikan saham, pemegang PI hanya berhak memperoleh bagian produksi sesuai prosentasi ditetapkan, tetapi tidak punya hak suara dalam pengambilan keputusan dan tidak berhak memperoleh pembagian deviden. Berdasarkan perjanjian, 40% PI Rio Tinto dapat dikonversi menjadi saham pada 2022.

Rio Tinto sudah menyatakan kesediaannya untuk menjual hak partisipasinya di PT FI kepada Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari skema divestasi 51% saham Freeport. Skema divestasi itu juga sudah disepakati dalam perundingan antara Tim Perunding Pemerintah Indonesia dengan Tim Perunding Freeport, sehingga Pemerintah dan Rio Tinto melanjutkan berunding terkait penetapan harga 40% hak pertisipasi itu. Pertanyaannya, apakah keputusan Pemerintah untuk mengakuisisi 40% PI merupakan keputusan tepat dalam memuluskan divestasi 51% saham Freeport?.

Berdasarkan kesepakatan hasil perundingan sebelumnya, Freeport sudah menyepakati perubahan contract regime dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK) dengan memenuhi 3 persyaratan. Pertama, PT FI harus mendivestasikan sahamnya sebesar 51% untuk kepemilikan peserta dari Indonesia. Kedua, sejak diterbitkannya IUPK, PT FI sudah harus menyelesaikan pembangunan fasilitas pemurnian(smelterisasi) paling lambat pada tahun 2022. Ketiga, penerimaan negara dari hasil produksi PT FI secara agregat lebih baik dibanding sebelumnya. Sebagai imbalannya, Pemerintah akan memperpanjang operasi produksi PT FI dalam jangka waktu 2x10 tahun.

Setelah kesepakatan dasar itu disepakati, upaya tindak lanjut dalam penetapan harga saham dan pelaksanaan divestasi 51% saham Freeport seharusnya menjadi domain dari Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Namun, hingga tahun 2017 akan berakhir, perundingan dengan Freeport belum juga dituntaskan. Pemerintah dan Freeport belum juga menyetujui penetapan harga divestasi 51% saham Freeport.

Dalam perundingan dengan Freeport, Menteri Keuangan mengusulkan penetapan harga saham Freeport yang ditetapkan berdasarkan perhitungan asset dan cadangan hingga 2021. Sedangkan, Freeport menghendaki penetapan harga saham yang memperhitungkan asset dan cadangan hingga 2041. Dengan adanya perbedaan pendapat dalam penetapan harga saham Freeport, perundingan terancam dead lock. Di tengah ancaman dead lock tersebut, rencana Pemerintah untuk membeli 40% PI Rio Tinto merupakan upaya terobosan dalam menuntaskan proses divestasi 51% saham Freeport.

Dengan asumsi operasi Freeport diperpanjang 2x10 tahun seperti tercantum dalam kesepakatan dasar, maka PI 40% dapat dikonversi menjadi saham, yang nilainya diperkirakan setara dengan 36,14% saham PT FI. Kalau ditambah existing saham sebesar 9,64%, maka total saham Pemerintah Indonesia menjadi sebesar 45,78% (36,14% + 9,64%) sejak Pemerintah memutuskan membeli 40% PI Rio Tinto. Untuk mencapai 51% saham Freeport, Pemerintah masih membutuhkan divestasi saham Freeport sebesar 5,22% (51%-45,78) dari PT FI.

Dengan divestasi hanya 5,22% saham Freeport mestinya prosesnya relatif lebih mudah dan cepat ketimbang divestasi saham Freeport sebesar 41,36% (51%-9,64%), sehingga lebih memuluskan proses divestasi 51% saham Freeport. Selain itu, harga pembelian 40% PI akan lebih murah ketimbang harga saham Freeport, karena statusnya saat dibeli masih dalam bentuk PI, yang belum dikonversi dalam bentuk saham. Untuk selanjutnya, perhitungan sisa harga saham PT FI sebesar 5,22% seharusnya dilakukan oleh konsultan idependen dari PT FI dan PT Inalum, yang ditunjuk Kementrian BUMN  untuk melakukan proses divestasi saham Freeport.

Penggunaan skema divestasi 51% saham Freeport melalui akuisisi 40% PI Rio Tinto merupakan keputusan tepat dan strategis. Keputusan itu tidak hanya akan memuluskan proses divestasi 51% saham Freeport, tetapi juga mendapatkan harga divestasi saham yang lebih murah. Kalau kedua pihak sudah menyepakati skema divestasi itu dan penetapan sisa harga saham sebesar 5,22%, pada saat itulah Indonesia akan menguasai mayoritas 51% saham Freeport, pertama kali setelah 50 tahun penambangan Freeport.

Dengan kepemilikan saham mayoritas, Pemerintah Indonesia berpeluang mengelola pertambangan Freeport bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, seperti amanah konstitusi UUD 1945. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar