Senin, 08 Januari 2018

Etika Menata Kota

Etika Menata Kota
Nirwono Joga ;  Koordinator Kemitraan Kota Hijau
                                            MEDIA INDONESIA, 04 Januari 2018



                                                           
MENATA kota tidak bisa suka-suka, apalagi terserah yang lagi berkuasa, karena menata kota itu sudah ada aturannya (Editorial Media Indonesia, 30/12/17). Jakarta telah memiliki Perda No 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2030 dan Perda No 1/2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ) DKI Jakarta 2030. Jadi, siapa pun yang menjabat gubernur sampai dengan 2030 sebenarnya tinggal mengikuti arahan rencana pembangunan Kota Jakarta sesuai RTRW dan RDTR-PZ DKI Jakarta 2030.

Setiap gubernur tentu memiliki visi dan misi yang harus dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) periode lima tahunan. Serta rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) setiap tahunnya.

Baik ide baru, gagasan segar, maupun kreativitas tentu saja terbuka, bahkan harus dalam mengantisipasi perkembangan kota yang sangat dinamis, dan itu dapat dilakukan tanpa harus menabrak aturan hukum. Sebagai kepala daerah, tugas pemerintahlah memberi teladan dalam menegakan aturan hukum agar masyarakat juga mau taat dan patuh terhadap aturan hukum.

Kebijakan penutupan Jalan Jatibaru untuk menampung pedagang kaki lima (PKL) di jalan tidaklah selaras dengan (setidaknya) UU No 38/2004 tentang Jalan, UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan Perda No 8/2007 tentang Ketertiban Umum di Wilayah DKI Jakarta, yang melarang kegiatan apa pun di jalan dan trotoar yang tidak sesuai dengan fungsinya. Penutupan jalan diperbolehkan hanya untuk keadaan khusus (darurat) dan bersifat sementara, seperti evakuasi bencana kebakaran, festival seni budaya, atau berkenaan hari bebas kendaraan bermotor.

Karena itu, fungsi jalan harus dikembalikan untuk lalu lintas kendaraan bermotor, sedangkan trotoar digunakan untuk pejalan kaki. Pemda seharusnya tidak lupa bahwa di era sebelumnya sudah ada program kampanye 'bulan trotoar' untuk menegakkan disiplin penggunaan trotoar sesuai dengan fungsinya, kebijakan yang seharusnya tinggal diteruskan.

Ketegasan gubernur dalam menegakkan aturan sangat dibutuhkan. Mengingat kebijakan penutupan jalan untuk mengakomodasi PKL seperti di Tanah Abang ini akan memberi celah tuntutan serupa seperti di Pasar Minggu, Pasar Kebayoran Lama, Pasar Gembrong Jatinegara, Pasar Senen, dan Pasar Kramat Jati. Tidak tertutup kemungkinan pula, kebijakan model itu juga akan dicontoh kota/kabupaten lain.\

Pertimbangan matang

Karena itu, kepala daerah dengan kewenangan khusus (diskresi) diharapkan dapat lebih bijak dalam menggunakan hak diskresi dengan pertimbangan matang. Yang perlu diingat juga ialah setiap kebijakan yang akan diambil akan menjadi contoh penerapan kebijakan itu di lain tempat di seluruh wilayah Jakarta. Tentu kebijakan itu harus baik dan benar sehingga keberhasilan penataan kota akan menjadi contoh yang baik pula untuk diterapkan di lain tempat.

Dalam penataan Tanah Abang, Pemprov DKI dapat merujuk pada RTRW dan RDTR DKI Jakarta 2030 yang mengarahkan Tanah Abang menjadi pusat perdagangan internasional. Potensi itu didasari bahwa kawasan perdagangan Tanah Abang didatangi para pembeli tidak hanya berasal dari Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia, dan bahkan sudah menjangkau pembeli dari Asia (Tenggara) dan Afrika.

Oleh karena itu, konsep penataan Tanah Abang seharusnya dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, tetapi dapat dibangun secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran yang tersedia. Untuk bidang ekonomi, kawasan mengintegrasikan pasar rakyat (blok), pusat perbelanjaan (mal), dan pedagang kaki lima (PKL). Untuk bidang transportasi massal kawasan menghubungkan Stasiun KA Tanah Abang (KRL, KA bandara)-halte bus Trans-Jakarta-stasiun kereta ringan (LRT)-halte angkutan kota (pengumpan), serta memfasilitasi angkutan berbasis dalam jaringan (daring).

Dalam kawasan Tanah Abang kelak pengunjung dan warga sekitar dapat berjalan kaki dengan aman dan nyaman di trotoar maupun pedestrian mall berupa plaza lebar dan panjang khusus pejalan kaki yang nyaman. Jembatan layang penyeberang orang (skywalk bridge) dibangun menghubungkan antargedung dan antarstasiun dan halte.

Disediakan pula sepeda sewa sebagai transportasi alternatif bukan bermotor dalam kawasan terpadu. Sesedikit mungkin pejalan kaki dan pesepeda bersinggungan dengan lalu lintas kendaraan bermotor (pribadi maupun umum) untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas.

Pengunjung dan warga Tanah Abang kelak cukup menggunakan angkutan massal menuju dan dari keluar kawasan. Ada beragam angkutan massal tersedia, seperti kereta api listrik (KRL), kereta api bandara, kereta ringan (LRT), kereta bawah tanah (MRT) koridor Lebak Bulus-Kota, dan bus Trans-Jakarta dari berbagai jurusan.

Bagi pengguna kendaraan pribadi, disediakan gedung-gedung parkir (e-parking) di ujung tepian kawasan dari arah utara, selatan, timur, dan barat. Kemudian pengunjung dapat melanjutkan dengan berjalan kaki atau sepeda sewa. Kawasan Tanah Abang pun kelak bebas polusi udara.

Mendata ulang

Untuk jangka pendek, PKL harus ditata dan dikelola tanpa harus melanggar aturan hukum. Oleh karena itu, Dinas UMKM dan asosiasi PKL DKI Jakarta dapat segera mendata ulang secara akurat jumlah PKL yang akan dibantu dan dikunci.

PKL didistribusikan secara merata dan adil ke dalam Pasar Tanah Abang dan pasar rakyat sekitar (PD Pasar Jaya), pusat perbelanjaan sekitar. Mereka memiliki kewajiban menyediakan ruang 10%-nya untuk menampung PKL, gedung perkantoran sekitar untuk PKL makanan dan minuman, atau diikutsertakan dalam kegiatan Festival Tanah Abang (saat hari bebas kendaraan di Tanah Abang) atau festival rakyat lainnya.

Revitalisasi kawasan Tanah Abang juga mencakup penataan permukiman dan kampung kumuh yang ada di sekitarnya. Pembangunan hunian vertikal mulai dari rumah susun sewa, kampung susun, apartemen menengah untuk para pekerja, hingga hotel berbintang lima untuk pengunjung dari luar daerah dan mancanegara. Efisiensi penggunaan lahan akan menyediakan lahan yang cukup memadai untuk membangun taman-taman kota yang sejuk di tengah kawasan Tanah Abang kelak. Semoga. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar