Bishwa
Ijtema dan Pesona Jamaah Tabligh
Ibnu Burdah ; Pemerhati Timur Tengah
dan dunia Islam;
Dosen UIN Sunan
Kalijaga; Bukan anggota Jamaah Tabligh
|
DETIKNEWS,
18 Januari
2018
Sejauh ini,
kelompok-kelompok Islam trans-nasional tak bisa memperoleh pengikut dalam
jumlah besar di Tanah air. Taruhlah misalnya kelompok Salafi, Hizbut Tahrir,
Darul Arqam, dan sebagainya. Mereka sangat sulit untuk berkembang secara
pesat kendati memiliki dukungan pendanaan atau militansi kader. Sebabnya
bermacam-macam tapi secara umum formulasi dan kemasan ajaran yang mereka
sampaikan kurang sesuai dengan kecenderungan masyarakat muslim dunia termasuk
Indonesia.
Namun, Jamaah Tabligh lain
sama sekali ceritanya. Jamaah Tabligh berkembang sangat pesat di ujung-ujung
demografis daerah berpenduduk muslim. Dakwah mereka seperti semut, sangat
pelan, nampak tidak bertenaga tetapi massif dan konsisten. Tak heran jika
pertemuan tahunan mereka, bishwa ijtema, bisa dihadiri jutaan muslim dari
lebih 150 negara. Acara tahunan internasional yang biasanya dipusatkan di
dekat kota Dhaka, Bangladesh ini biasa dihadiri oleh jamaah dari dua juta
hingga lima juta orang.
Acara tahun ini
diselenggarakan pada 12-14 Januari dan 19-21 Januari. Kendati tak dihadiri
"imam" kharismatik mereka, Maulana Saad al-Kandahlawi, perhelatan
agung itu berjalan lancar dan damai. Acara tiga hari bagian pertama mulai
dari Ambayan, Fazar ,dan Akheri Munajat diberitakan berlangsung lancar sebagaimana
biasanya. Acara tiga hari gelombang kedua akan dilaksanakan pada tanggal
19-21 ini. Perhelatan ini merupakan salah satu pertemuan muslim terbesar di
dunia selain haji, arbaiin di Masjid Nabawi, dan peringatan wafatnya
Sayyidina Husein di Karbala.
Jamaah Tabligh yang
diinisiasi oleh Syekh Maulana Ilyas al-Kandahlawi kendati berpenampilan
"eksklusif", sangat mudah memperoleh pengikut dalam jumlah besar.
Tak hanya di berbagai wilayah Asia Selatan dan sekitarnya tetapi juga di
wilayah Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Tenggara termasuk di Indonesia.
Kelompok yang anggota
laki-lakinya biasanya mengenakan jubah putih panjang, celana
"congkrang", berjenggot tebal, dan sering ber-toh hitam di dahi ini
relatif bisa masuk ke tengah-tengah masyarakat muslim di Indonesia. Secara
umum lambat laun mereka bisa diterima di tengah-tengah masyarakat. Mengapa
nasib sejarah kelompok ini berbeda dengan kelompok-kelompok Islam
trans-nasional lain di Tanah Air? Apa kekuatan mereka sehingga mereka mampu
berkembang sedemikian rupa di Indonesia?
"Anti-Politik"
Salah satu sikap yang
dimiliki kelompok ini adalah menghindari aktivisme politik. Sekalipun jamaah
mereka sangat besar baik di Indonesia maupun di negara-negara lain di dunia
Islam, mereka sepertinya sama sekali tak tergoda untuk membangun partai
politik, apalagi untuk merebut kekuasaan. Karena sikap inilah mereka diterima
oleh para penguasa mana pun sebab dipandang tak memiliki potensi untuk
mengganggu kekuasaan.
Ini berbeda sekali
misalnya dengan kelompok Salafi, kendati keduanya sama-sama memiliki doktrin
"anti-politik". Kelompok Salafi di Mesir yang dikenal sangat anti
dengan demokrasi dan partai politik ternyata tergoda untuk membangun partai
politik dan berkompetisi merebut kekuasaan melalui pemilu begitu kesempatan
pasca jatuhnya Mubarak terbuka. Bahkan partai yang mengatasnamakan Salafi
ternyata tidak hanya satu tapi banyak. Tentu penulis di sini tak berbicara
tentang kelompok-kelompok Islam trans-nasional yang berorientasi politik
secara tegas.
Ini sangat berbeda dengan
Jamaah Tabligh. Kendati mereka memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan
signifikan di India, Pakistan, Bangladesh, dan Indonesia mereka tetap pada
pakem tak tergoda membangun partai. Di Pakistan dan Bangladesh, bahkan
peluang mereka untuk merebut kekuasaan melalui proses demokratis cukup besar
sebab besarnya jumlah pengikut.
Sikap konsisten di jalan
dakwah inilah yang membuat kelompok ini berkembang sangat pesat. Ini sangat
menarik bagi banyak kalangan di Tanah Air yang sudah bosan dengan pembicaraan
tentang pertikaian politik. Hampir tak terdengar terjadi
perpecahan-perpecahan internal Jamaah Tabligh dalam skala besar sebagaimana
yang terjadi misalnya di kelompok Ikhwanul Muslimin dan berbagai varian
namanya di berbagai negara, Salafi, dan sebagainya. Kunci semua itu
sepertinya adalah konsistensi sikap dalam menempuh dakwah.
Menghindari
Khilafiyah
Kekuatan penting lain
adalah doktrin untuk menghindari persoalan khilafiyah baik fikih, kalam,
maupun tasawuf. Mereka bermazhab, bertarekat, dan menganut paham kalam
tertentu. Tapi mereka sama sekali tak mempersoalkan berbagai perbedaan yang
terjadi antara mereka dengan penganut mazhab lain. Mereka juga sama sekali
menghindari mencaci maki, membid'ahkan apalagi mengkafirkan praktik-praktik keislaman
di Indonesia ataupun di daerah-daerah lain sebagaimana kelompok
"Wahabi". Caci maki benar-benar mereka hindari.
Tipologi kelompok ini
adalah "bijak" dalam berhubungan dengan siapa pun dan saleh dalam
amaliah pribadi. Mereka sangat menekankan pembangunan kehidupan pribadi
dengan cara berupaya menghidupkan sunah Nabi sebaik mungkin dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka sangat rajin mengetuk pintu untuk mengajak salat
berjamaah, rajin melakukan kajian kesilaman secara bersama, juga hidup penuh
kebersamaan setidaknya saat-saat acara khuruj.
Mereka mendoktrinkan
kewajiban berdakwah keluar rumah (khuruj) tiga hari setiap bulan, 40 hari
setiap tahun, dan 4 bulan selama hidup. Kegiatan yang dilakukan selain
berupaya mempraktikkan kehidupan Nabi secara baik dan rinci juga berdakwah
mengajak kaum muslimin untuk bersama-sama menjalankan salat berjamaah di
masjid dan ibadah lainnya.
Pada praktiknya, saat
khuruj mereka melaksanakan salat berjamaah lima waktu bahkan juga menunaikan
hampir semua salat sunah, melakukan kajian keislaman dari kitab-kitab
Riyadhus Shalihin, Hayah al-Shahabah, dan lainnya, makan bersama dalam satu
nampan untuk banyak orang, dan jika ada satu saja anggota jamaah tidak hadir
maka mereka akan menunggunya. Mereka mengajak umat di sekitar untuk datang ke
masjid saat saat, dan seterusnya. Egalitarianisme dan kebersamaan sangat
menonjol dalam kelompok khuruj itu. Kebersamaan ini sering menjadi daya tarik
luar biasa di tengah masyarakat yang semakin terfragmentasi berdasarkan
kekayaan, profesi, dan seterusnya.
Dalam kelompok-kelompok
khuruj itu seorang dokter spesialis dan ahli, misalnya, biasa bersatu makan
satu nampan dengan petani gurem, seorang manajer dengan buruh, dan
seterusnya. Dan ikatan persaudaraan mereka begitu mendalam. Itu barangkali
juga hal yang sangat menyentuh secara mendalam bagi kehidupan pribadi-pribadi
jamaah.
Di samping semua itu,
kebetulan amaliah mereka dalam ibadah sangat dekat dengan amaliah kebanyakan
muslim di Indonesia. Mereka menghargai sufisme, menghormati kiai dan ulama,
melaksanakan amaliah dzikir bersama, ikut merayakan maulid, ziarah ke kubur,
dan semacamnya.
Hal-hal di atas menurut
penulis merupakan poin penting bagi kuatnya penyebaran Jamaah Tabligh, dan
mudahnya mereka diterima di masyarakat muslim baik di Indonesia maupun di
belahan dunia Islam lain kendati penampilan pakaian mereka tampak eksklusif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar