Selasa, 12 Desember 2017

Imbas Selalu Kritis ke Pemerintah

Imbas Selalu Kritis ke Pemerintah
Yusril Ihza Mahendra ;  Ketua Umum Partai Bulan Bintang
                                                   JAWA POS, 11 Desember 2017



                                                           
PELAPORAN sekaligus penetapan musisi Ahmad Dhani sebagai tersangka ujaran kebencian oleh Polres Metro Jakarta Selatan bukanlah hal yang mengejutkan. Jika merujuk tren yang berkembang belakangan, sosok yang aktif menyoroti kinerja dan kiprah blok politik pemerintah memang mengalaminya. Jadi, bukan tidak mungkin, apa yang menimpa Dhani merupakan pesanan orang tertentu. Apalagi, seperti diketahui, dia merupakan sosok yang dikenal vokal terhadap pemerintah dan blok politiknya.

Namun, saya mengimbau, sebelum buru-buru menetapkan tersangka, sebaiknya pihak kepolisian meninjau latar belakang Dhani. Sebab, dari situlah aparat bisa melihat konteks dan substansi apa yang disampaikan.
Jika dilihat sekilas, cara Dhani berbahasa memang terkesan kasar dan penuh kebencian. Namun, jika ditilik lebih jauh, dia sejatinya hanya mengekspresikan pikirannya. Lantas kenapa caranya sedemikian keras, untuk itulah aparat perlu mencari tahu.

Sebagai seorang seniman, cara mengekspresikan pikiran seorang Ahmad Dhani memang bisa disebut begitulah adanya. Sama halnya dengan seniman Emha Ainun Nadjib, misalnya, yang dalam mengekspresikan kegelisahannya kerap mengeluarkan perkataan yang nyeleneh atau dalam beberapa kasus terkesan tidak pantas.

Tapi, mungkin begitulah bahasa sebagian seniman. Senang menggunakan bahasa yang satire. Sehingga tidak bisa juga aparat menggunakan ukuran yang disamaratakan dengan bahasa orang biasa.

Saya secara pribadi juga meyakini bahwa Dhani bukanlah orang yang benci kepada kubu pemerintah. Apalagi bermaksud menularkan virus kebenciannya kepada khalayak ramai. Dia sebetulnya seniman
Oyang kritis. Di balik ucapannya, mungkin ada ketidaksesuaian kondisi yang dirasakannya.

Jika dicermati secara tepat, bukankah itu baik, bila ada orang yang terus berupaya melakukan koreksi. Sebaliknya, Indonesia justru merugi jika semua orangnya menganggap beres setiap persoalan. Tidak ada yang mengontrol. Dari segi landasan hukum formal, yang dilakukan aparat kepada Dhani sebetulnya tindakan yang memiliki dasar. Dalam hal ini diatur dalam pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hanya, dalam praktiknya, saya melihat penerapan norma terkait ujaran kebencian dalam pasal itu juga relatif tidak berimbang. Situs seword.com, misalnya, sudah beberapa kali dipersoalkan, tapi hingga kini penanganannya selalu mentok. Mungkin karena kebencian tersebut diarahkan kepada lawan kubu pemerintah.

Tak bisa dimungkiri, saya dan mungkin sebagian masyarakat, khususnya sebagian umat Islam, merasakan hal tersebut belakangan ini. Kenapa kalau dari kelompok non pemerintah selalu jadi sasaran penindakan? Ini pertanyaan, ada apa sih sebenarnya?

Karena itu, ada baiknya kondisi tersebut bisa dikoreksi. Saya berharap hukum bisa ditegakkan secara adil dan berimbang. Kalaupun norma terkait hate speech digunakan, gunakanlah secara setara, tanpa pandang bulu. Agar semua sama rata sama rasa di mata hukum.

Jangan satu kelompok dilindungi dengan segala cara, tapi kelompok lain dengan mudahnya ditindak. Padahal, kasus dan tuduhannya relatif sama. Jika hukum dijadikan alat kekuasaan, ini sudah masuk pada arah kesewenang-wenangan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar