Agar
Guru tidak Menjadi Ruwet
Qaimah Umar ; Guru SDN Harapan Baru IV Bekasi
|
MEDIA
INDONESIA, 18 Desember 2017
BEBAN profesional guru menyiratkan perlunya
usaha peningkatan kapasitas dan kompetensi guru, termasuk pengembangan
kompetensi pedagogis, kepribadian, dan sosial siswa. Ada banyak kekhawatiran
tentang guru jika dilihat dari aspek ruang lingkup tugas, profesionalisme,
dan upaya pemerintah dalam melakukan usaha peningkatan kapasitas dan
kompetensi guru.
Kekhawatiran itu menyangkut pola
peningkatan kapasitas guru yang belum sepenuhnya baik, ditambah lagi dengan
pola evaluasi terhadap kinerja guru yang cenderung monoton dan minim
kreativitas serta lebih fokus pada aspek evaluatif yang formal, rigid, dan
administratif.
Ada pernyataan menarik dari Presiden Jokowi
pada puncak peringatan Hari Guru, beberapa waktu lalu. Guru, menurut Jokowi,
seyogianya harus lebih banyak berinteraksi dengan siswa daripada menghabiskan
lebih banyak waktu untuk urusan laporan administratif yang serbaformal dan
ruwet. Kata 'ruwet' tentu saja ditanggapi dengan sorak sorai para guru karena
selama ini mereka lebih banyak dituntut menyelesaikan laporan oleh para
pengawas dan dinas pendidikan ketimbang memperhatikan aspek kedekatan
emosional dengan siswa. Menurut saya, perlu reorientasi tugas pengawas dalam
memperkuat kedekatan guru dengan siswa.
Kompetensi
pengawas
Dari segi jumlah, pengawas sekolah di RI
relatif masih minim berbanding jumlah sekolah yang ada. Menurut pengakuan
para pengawas, rata-rata dalam sepekan mereka harus berkeliling lebih dari
delapan sekolah, dengan jarak tempuh antara satu sekolah dan lainnya sangat
variatif dan cenderung jauh.
Selain itu, kemampuan pengawas dalam
mengembangkan tugas sangat rigid, untuk tidak mengatakan terlalu text-book
alias selalu merujuk pedoman dan juklak kepengawasan yang sangat membebani
tugas guru yang seharusnya lebih banyak dengan siswa. Itulah mengapa para
guru selalu sibuk dengan laporan formal yang bersifat administratif demi
menghindari risiko penilaian guru yang buruk dari pengawas.
Sangat umum diketahui jika ada pengawas
masuk dan berkunjung ke sebuah sekolah, biasanya para pengawas hanya duduk
manis di ruang kepala sekolah dan memanggil para guru satu per satu atau
berkelompok untuk diberi arahan. Saya hampir tak pernah menemui ada pengawas
yang ketika datang ke sebuah sekolah langsung menuju kelas dan melakukan
observasi kelas secara saksama.
Bahkan, dalam pengalaman saya selama
mengajar, jarang sekali mendapati pengawas yang memiliki instrumen observasi
kelas yang baik untuk mendeteksi efektivitas proses belajar-mengajar. Hampir
seluruh pengawas hanya memeriksa dokumen kurikulum yang harus ditulis para
guru dan ini membuat guru tertekan dan ruwet dengan administrasi.
Agar pengawas tak menambah beban para guru,
sebaiknya kompetensi para pengawas dikembangkan untuk bersama-sama kepala
sekolah melakukan proses observasi kelas secara rutin setiap hari. Kepala
sekolah bersama-sama para pengawas melatih diri merancang dan membuat
instrumen observasi kelas yang bisa dilakukan guru dan siswa.
Ada banyak contoh instrumen observasi kelas
yang bisa dijadikan sebagai standar penilaian guru kinerja guru secara
teratur tanpa meminta para guru menulis lembar-lembar laporan administratif
yang cenderung ruwet dan tak pernah dibaca pengawas dan kepala sekolah.
Misalnya, ada pertanyaan kecil dalam lembar observasi yang mencatat berapa
kali guru tersenyum, mengatakan terima kasih, memuji siswa, dst.
Leadership
guru
Guru bisa maksimal mengajar dan melakukan
proses pendekatan yang intens dengan siswa apabila kita memahami sedini
mungkin kemampuan leadership rata-rata guru, baik tingkat penguasaan
instruksional materi maupun organisasi sekolah. Dalam hal penguasaan aspek
instruksional, pemahaman guru tentang pengembangan kurikulum dapat dilihat
melalui uji kompetensi guru dan atau program penilaian guru melalui jalur
formal seperti dirancang pemerintah melalui sertifikasi.
Jalur peningkatan kemampuan instruksional
ini jika dirancang dengan panduan pola internship yang komprehensif dan
melibatkan banyak pengawas sekolah yang kompeten diharapkan meningkatkan
kapasitas leadership guru. Namun, untuk meningkatkan kemampuan organisasional
dan manajerial sekolah secara khusus, guru perlu dibiasakan melakukan banyak
peran membantu tugas-tugas kepala sekolah. Inilah salah satu makna penting
dari proses penilaian guru terhadap kemampuan leadership guru (Spillane,
Halverson, & Diamond: 2001).
Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui
peningkatan kemampuan leadership guru juga akan mempermudah upaya sekolah
menggalang dukungan masyarakat. Guru yang memiliki leadership baik akan mampu
berkomunikasi efisien dengan masyarakat. Pada tahap ini perluasan kapasitas
dan tanggung jawab guru memberikan ruang bagi mereka melakukan banyak
inisiatif dalam bekerja atas nama sekolah. Profesionalisme jenis ini
sekaligus akan meningkatkan citra sekolah dan kemampuan akademis siswa
sekaligus (Talbert & McLaughlin, 1994).
Paling tidak ada tiga alasan dan kebutuhan
mengapa proses penilaian guru jenis ini perlu dilakukan. Pertama menyangkut
model manfaat keikutsertaan guru, seperti disinggung di atas, dengan
meningkatnya peran dan fungsi kepala sekolah dalam sebuah manajemen sekolah,
diperlukan banyak dukungan staf yang paham dan membantu tugas-tugas itu.
Alangkah baiknya jika peran itu juga bisa diberikan kepada para guru untuk
skala dan waktu tertentu. Pembiasaan model ini akan membuat guru lebih peduli
dengan proses manajerial sekolah sekaligus meningkatkan pemahaman guru
terhadap alur kebutuhan organisasi sekolah yang harus dikendalikan (Barth,
2001).
Kedua, sebagai akibat dari model penyertaan
pertama, kemampuan dan keahlian guru tentang belajar-mengajar dengan
sendirinya akan meningkat. Sebagai ujung tombak pembelajaran di kelas,
kemampuan berorganisasi guru melalui model-model peer-teaching, mentoring,
serta kolaborasi antarguru akan serta-merta meningkatkan kemampuan guru dalam
mengorganisasi bahan ajar dan proses pengajaran (Lieberman & Miller,
1999).
Ketiga, model penilaian kemampuan
leadership guru juga pasti akan membawa dampak pada capaian akademis siswa.
Artinya, jika praktik kepemimpinan berlangsung secara demokratis di sekolah,
bentuk partisipasi guru diakui legalitasnya, serta komunikasi antara sekolah
dan masyarakat berlangsung sangat intens, dan positif karena keterlibatan
penuh para guru, dapat dipastikan itu berdampak positif dan baik terhadap
capaian akademis dan perkembangan mental siswa.
Proses penilaian kemampuan leadership guru
dapat membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan kompetensi guru, baik
kompetensi pada aspek pedagogis, kepribadian, maupun sosial. Hanya,
pertanyaannya, adakah kemungkinan kebijakan bagi pengembangan model penilaian
guru jenis ini ke depan? Seperti kita ketahui, kelemahan mendasar proses
peningkatan kapasitas dan kemampuan kompetensi guru selama ini lebih
disebabkan tiadanya keseriusan kerja sama yang baik antara kepala sekolah,
pengawas, guru, dan masyarakat. Guru selama ini hanya menjadi objek pelatihan
dan program penilaian yang dikembangkan tanpa riset dan assessment tentang
kebutuhan akademis guru itu sendiri. ●
|
PROMO WOW..... ANAPoker
BalasHapus+ Bonus Extra 10% (New Member)
+ Bonus Extra 5% (Setiap harinya)
+ Bonus RakeBack Tanpa Minimal T.O (HOT Promo)
+ Bonus 20.000 (ALL Members)
BERLAKU UNTUK SEMUA GAME PERSEMBAHAN DARI IDNPOKER
POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10
BCA - MANDIRI - BNI - BRI - DANAMON
Semua Hanya bisa didapatkan di ANAPoker
- Minimal Deposit Yang terjangakau
- WD tanpa Batas
Untuk Registrasi dan Perdaftaran :
WhatsApp | 0852-2255-5128 |