Membangun
Masyarakat Bubble Boys Syariah
Iqbal Aji Daryono ; Pemerhati Rupa-rupa
|
DETIKNEWS,
07 November
2017
Sebelum muncul tulisan Kalis
Mardiasih di media ini pada Jumat kemarin, sebenarnya saya tidak begitu
memperhatikan iklan itu. Hingga kemudian Kalis memberikan gambaran
ringkasnya, lalu saya penasaran, dan menyimak video iklan nan ajaib tersebut
dari akun Instagram milik anak seorang politisi gaek yang terindikasi jadi
buzzer-nya.
Hasilnya, saya melongo.
Kekaguman saya menyentuh titik paripurna. Kalis menulis tentang bagaimana
iklan-iklan islami mulai perumahan sampai daycare rentan membuat kita
melupakan banyak hal, dan seterusnya. Namun konsentrasi saya malah tersedot
habis ke satu kalimat yang muncul mencolok di iklan perumahan beraroma surga
itu. Kompleks megah dengan beberapa menara yang muat menampung 800 keluarga,
berpusat di sebuah masjid raya yang penuh kegiatan majelis taklim dan hafalan
Alquran saban harinya, dengan fasilitas olah raga memanah dan berkuda.
Sebut saja namanya Mawar, Mawar
Living, bukan nama sebenarnya, karena saya sedang malas terkena UU IITE. Nih,
resapi baik-baik kalimat dahsyat yang terpajang gagah di situ:
"Untuk menjaga kualitas
hidup, hanya mereka yang lolos screening karakter yang boleh memiliki (unit
tempat tinggal di) Mawar Living."
Wow. Bayangkan. Bukan cuma fit
and proper test terkait kesehatan dompet untuk bisa masuk ke perumahan itu.
Tapi karakter, Mas. Karakter! Dalam bahasa Islam, artinya siapa pun yang
ingin menempati hunian istimewa itu harus merupakan manusia-manusia dengan
jaminan akhlakul karimah. Ini bukan tes main-main, tentu saja.
Dulu, saya pernah resah dengan
bermunculannya kompleks-kompleks perumahan khusus muslim. Terbayang di kepala
saya bahwa tanpa sadar mereka mengisolasi diri, membuat anak-anak mereka
tidak mengenal realitas lain dalam kehidupan sosial selain
"realitas" manusia-manusia seiman saja di sekitar mereka. Namun
Mawar Living ini melangkah seribu kilometer lebih jauh lagi. Bukan cuma
kategori administratif yakni label agama dalam catatan negara, melainkan
sudah ukuran kualitatif yang tak terlalu kasat mata.
Seleksi kategori iman
sebagaimana dalam perumahan-perumahan khusus muslim bisa dijalankan segampang
pemeriksaan KTP. Selama di KTP Anda tertera Islam sebagai agama, dan Anda
kuat bayar DP serta cicilan, silakan masuk. Tapi bagaimana kalau syarat yang
ditetapkan adalah karakter, akhlak, moral? Bagaimana cara pengelola perumahan
itu menjalankan seleksi masuk? Bagaimana bila ternyata setelah satu bulan
tinggal di sana, salah satu penghuni baru ketahuan melakukan tindakan yang
menurut dewan syariah Mawar Living tergolong akhlak tercela?
Saya yakin, soal rajin salat
lima waktu dan tahajud bukan lagi kriteria yang perlu dibahas. Itu syarat
paling dasar bagi calon penghuni Mawar Living, tak bedanya syarat standar IPK
tiga koma bagi lulusan universitas yang mau menjejali ibukota dengan melamar
kerja di Jakarta. Maka, tak bisa tidak, selain psikotes islami dan tes
wawancara, Mawar Living harus melakukan serangkaian pengamatan kepada para
calon penghuninya.
Taruh kata, ada satu pekan masa
uji coba. Selama itu akan ada para petugas divisi intelijen yang mengamati
akhlak mereka. Ada kamera-kamera CCTV di setiap pojokan, juga voice recorder di sudut-sudut
tersembunyi. Dari situ terpantau siapa yang malas salat Dhuha, siapa yang
tidak mengucap salam waktu berjumpa satu sama lain, siapa yang mulutnya tidak
tampak komat-kamit berdoa tiap kali mau makan, siapa yang tepergok ber-ghibah
alias bergosip, siapa yang tertangkap tangan curi-curi pandang saat istri
tetangga lewat, dan seterusnya.
Lebay? Lho ya harus begitu.
Sebab ini langkah paling masuk akal untuk menjamin kualitas karakter para
penghuni Mawar Living! Apa sampean kira perkara karakter alias akhlak bisa
diverifikasi cukup dengan sesi ujian tertulis pilihan ganda, dengan
pertanyaan semacam, "Apa yang akan Anda lakukan jika ada tetangga
menyetel musik-musik sekuler yang membuat kita lalai dari mengingat Allah? A.
Mengetuk pintunya lalu mengingatkan tentang mudarat dari apa yang dia setel.
B. Mencabut sekering di depan unit rumahnya. C. Mendoakannya."
Mekanisme tes seperti itu cuma
dapat dipakai untuk mengukur kemampuan kognitif saja, seberapa jauh
pengetahuan keislaman para calon penghuni Mawar Living. Namun ia sama sekali
belum cukup sebagai sistem pengukuran kualitas karakter.
Taruh kata pada akhirnya Mawar
Living benar-benar berhasil menjalankan seleksi karakter, sehingga
berkumpullah 800 keluarga muslim dengan jaminan akhlak mulia. Kira-kira, apa
yang akan terjadi?
Entahlah. Namun saya yakin,
bakalan tumbuh perasaan komunal tertentu di dalam hati para penghuni Mawar
Living. Pada awalnya mereka akan merasa aman, karena telah berada di
lingkungan yang steril dari dosa. Lalu muncul rasa cemas ketika suatu kali
harus menghadapi orang-orang dari luar kompleks mereka. Itu kecemasan yang
sangat wajar, sebab bukankah siapa pun yang berasal dari luar Mawar Living
belum terjamin kemuliaan akhlaknya? Sungguh berbeda dengan mereka yang
berkualitas uebermensch dan sudah 100% lolos uji itu, kan?
Semakin lama, wajah-wajah
mereka mungkin bakalan jadi mirip Jimmy Livingston dalam film Bubble Boy garapan Blair Hayes. Jimmy,
yang terlahir tanpa sistem kekebalan tubuh itu, dipaksa tinggal di dalam
sebuah kubah khusus di kamarnya. Kubah itu super-steril, melindungi dia dari
berbagai kuman penyakit yang beterbangan di sekitarnya. Untuk hiburan, ibunya
hanya memberinya asupan Majalah Highlights
dan serial tivi Land of the Lost.
Itu saja, tak ada yang lain. Selebihnya adalah setumpuk larangan dan
larangan.
Tidak mustahil para penghuni
Mawar Living juga akan tumbuh ala Bubble Boy. Pada awalnya mereka menjaga
diri dari kuman-kuman maksiat dan segala jenis kemungkaran di luar kompleks
mereka. Lambat laun yang tumbuh di hati mereka justru rasa takut, hilangnya
sistem imun dalam menghadapi segala godaan dari luar mereka, hingga ujungnya
melihat siapa pun dari luar lingkungan mereka sebagai ancaman.
Apakah semua bayangan saya itu
terlalu imajinatif? Memang, saya juga tahu, kok. Hehehe. Tapi saya berharap
sales marketing mereka jadi membaca ratapan ini, lalu segera memberikan
respons terburu-buru,
"Enggak, Maaas! Enggak
serumit itu kok. Mau tinggal di Mawar Living gampang, pokoknya bersedia
melunasi kredit tanpa riba, dan selanjutnya berkomitmen menjalankan kehidupan
islami di kompleks kita. Itu saja. Tidak mungkin kami sampai melakukan
tes-tes akhlak sebegitu detailnya hahaha. Jadi silakan, jangan ragu-ragu,
kirim Whatsapp ke nomer ini biar antum segera masuk waiting list. Atau karena
Whatsapp ada gambar pornonya, monggo datang langsung saja ke kantor pemasaran
kami."
Oalah, ngomong kek dari tadi.
Ternyata memang tidak serumit itu. Ternyata perumahan itu sama saja dengan
euforia produk-produk berlabel syariah lainnya. Ternyata hunian dengan warga
berakhlak pilihan itu semata dagangan pada umumnya, untuk menjadikan umat
beragama yang semangatnya sedang meledak-ledak ini sebagai pasar, pasar, dan
pasar. Hoahm, lagu lama…. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar