Matinya
Kawasan Sekretif
Dedi Haryadi ; Pegiat Antikorupsi pada
Transparansi Internasional Indonesia
|
KOMPAS,
06 November
2017
Ada bedol dana milik 81 warga
negara Indonesia dari Gurneys ke Singapura. Mengapa? Apakah ini pertanda
matinya kawasan sekretif? Gurneys dan Singapura termasuk kawasan sekretif.
Kawasan sekretif, surga pajak atau
offshore financial center, bisa berupa negara atau bagian dari suatu
negara, adalah kawasan yang menyediakan fasilitas/jasa kerahasiaan keuangan
sehingga klien (orang atau entitas bisnis, dana perwalian, atau yayasan) bisa
mengangkangi peraturan dan kebijakan yurisdiksi asal klien.
Di kawasan inilah klien bisa
menikmati tarif pajak yang sangat rendah, mencuci dana hasil
korupsi/kejahatan finansial lainnya, mengaburkan asal-usul dana/aset, dan membuat perusahaan
cangkang tanpa khawatir identitasnya diketahui publik. Klien kelas kakap
malah bisa juga menikmati jasa suaka politik.
Beredarnya Dokumen Panama pada
April 2015 dan hengkangnya dana WNI dari Gurneys ke Singapura, seperti
terungkap sekarang ini, mengonfirmasi kecurigaan publik bahwa elite politik
dan pebisnis kita adalah termasuk penikmat jasa kawasan sekretif. Inggris dan
sembilan kawasan sekretif satelit lain-Anguila, Bermuda, British Virgin
Island, Caymand Island, Gibraltar,
Gurnsey, Isle of Man, Turk and Coicos Island, dan Montserrat-
akan segera kehilangan status sebagai pusat bisnis dan industri sekretif.
Mereka sudah berkomitmen dan
akan menerapkan skema pertukaran informasi secara otomatis ihwal perpajakan
dan keuangan antara negara/kawasan pada September 2017 dan September
2018. Informasi yang dipertukarkan
mencakup nama, alamat nasabah, nomor
wajib pajak, nomor akun bank, nama dan nomor identitas lembaga keuangan
pelapor, laporan neraca, dan lain-lain.
Dengan dibuka dan
dipertukarkannya informasi ini, orang/entitas tak merasa aman dan nyaman lagi
memarkir dana/aset di Inggris dan kawasan sekretif satelitnya. Sudah ada 94
negara/kawasan yang berjanji akan menandatangani dan
mengimplementasikan skema ini.
Hengkangnya miliaran dollar AS
atau triliunan rupiah dana milik WNI dari Gurneys ke Singapura mungkin hanya
temporer karena Singapura juga akan menerapkan skema ini September 2018. Dari
20 negara/kawasan paling sekretif, hanya Hongkong, Makau, dan Panama yang
belum menandatangani konvensi ini. Mungkin dana itu nanti akan membanjiri
Hongkong, Makau, Panama, dan kawasan sekretif lain yang belum ikut
menandatangani untuk menerapkan skema ini.
Pelajaran
Pemerintah kita juga sudah
berkomitmen menerapkan skema ini pada September 2018. Munculnya Perppu Nomor
1 Tahun 2017 tentang Akses Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan
merefleksikan kesiapan pemerintah menerapkan skema ini. Memang pemerintah
harus masuk dan memanfaatkan skema ini sehingga bisa mencegah dan menindak
korupsi dan kejahatan keuangan lintas batas yang masih kerap terjadi.
Implementasi skema pertukaran
informasi itu memang harus, tetapi itu saja tidak cukup. Masih diperlukan
instrumen lain untuk mencegah dan menindak korupsi dan kejahatan keuangan
lintas negara.
Instrumen lain yang dipercaya
bisa mengendalikan korupsi dan kejahatan keuangan lintas batas adalah 1)
transparansi prinsip-prinsip beneficial ownership (penerima manfaat
sebenarnya dalam aktivitas bisnis), 2) keterbukaan (disclosure) laporan
keuangan perusahaan multinasional dari negara ke negara, dan 3) penegakan
hukum undang-undang antipencucian uang. Semua instrumen itu sekarang menjadi
agenda advokasi antikorupsi, baik di tataran politik domestik maupun regional dan internasional.
Sebenarnya yang mematikan atau setidaknya melemahkan eksistensi
kawasan sekretif bukan semata-mata
diterapkannya skema pertukaran informasi, melainkan yang lebih penting dan
determinan adalah kesediaan para pemilik/penguasa kawasan sekretif untuk
mengakhiri sifat hipokritnya. Sebagian besar kawasan sekretif itu
dikembangkan dan dikuasai negara maju. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar