Kamis, 09 November 2017

Drama Politik pada Sabtu Malam di Kota Riyadh

Drama Politik pada Sabtu Malam di Kota Riyadh
Musthafa Abd Rahman  ;   Wartawan KOMPAS di Mesir Kairo
                                                    KOMPAS, 06 November 2017



                                                           
Sebuah drama politik mengguncangkan publik Arab Saudi, dunia Arab, dan dunia internasional, Sabtu (4/11) malam, di kota Riyadh, ibu kota Arab Saudi. Langit malam di kota Riyadh seperti bergetar saat drama politik itu bergulir tiba-tiba dan sangat mengejutkan.

Dua figur kuat dan paling berpengaruh di Arab Saudi, Pangeran Alwaleed bin Talal (konglomerat/tokoh keuangan) dan Pangeran Miteb bin Abdullah (tokoh militer/komandan pasukan elite Garda Nasional) termasuk yang ditahan lembaga antikorupsi Arab Saudi pimpinan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.

Penahanan dilakukan tak lama setelah lembaga itu dibentuk melalui dekrit Raja Salman. Pangeran Alwaleed ditahan dengan tuduhan terlibat pencucian uang. Sementara Pangeran Miteb, yang dicopot Raja Salman, ditahan dengan tuduhan korupsi dalam transaksi senjata.

Penahanan Pangeran Alwaleed dan Pangeran Miteb menandai era baru Arab Saudi, yang menempatkan para anggota keluarga kerajaan harus tunduk pada hukum yang berlaku. Di era ini, perilaku mereka tak lepas dari proses akuntabilitas sesuai dengan tata kelola pemerintahan modern.

Langkah mengejutkan itu diambil duet pemimpin puncak Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (32). Langkah itu mendobrak pakem tradisi politik monarki yang terpatri kuat di negara tersebut sejak berdiri tahun 1932. Sebuah pakem tradisi politik yang menempatkan keluarga kerajaan berada di atas hukum dan bebas dari proses akuntabilitas.

Hanya beberapa saat setelah ditunjuk sebagai Ketua KPK Arab Saudi oleh Raja Salman, Pangeran Mohammed langsung menginstruksikan penahanan 11 pangeran, termasuk Pangeran Alwaleed, 4 menteri, dan puluhan mantan menteri.

Pada saat bersamaan, Raja Salman merombak kabinet dan pejabat tinggi dengan menyingkirkan figur kuat saat ini. Selain Pangeran Miteb, yang diganti Pangeran Khaled bin Ayyaf, juga ada figur penting lain yang diganti, yaitu Menteri Perekonomian Adel Fakieh yang digantikan Mohammed al-Tuwaijri. Pangeran Ayyaf dan Al-Tuwaijri dikenal sebagai orang dekat Pangeran Mohammed.

Semua keputusan besar ini bisa ditafsirkan masih dalam bingkai Visi Ekonomi 2030 Arab Saudi yang digulirkan pada April 2016. Namun, hal itu telah menjelma menjadi fakta politik bahwa visi 2030 telah mengempas banyak tokoh, bahkan tokoh internal keluarga monarki Ibn Saud sendiri.

Intrik dalam keluarga

Fakta politik itu segera membersitkan bahwa megaproyek visi 2030 telah melahirkan ketegangan, intrik, dan gesekan di keluarga besar Ibn Saud. Penyingkiran Komandan Garda Nasional Pangeran Miteb bin Abdullah lewat perombakan kabinet tak lebih dari kepanjangan peristiwa Istana Al-Safa, Juni lalu, saat Raja Salman menyingkirkan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef.

Dengan tersingkirnya Miteb dan Mohammed bin Nayef yang saat itu menjabat Putra Mahkota merangkap Menteri Dalam Negeri, kini semua lini militer dan keamanan di bawah kontrol Pangeran Mohammed bin Salman yang juga merangkap sebagai Menteri Pertahanan.

Manuver Pangeran Mohammed tidak hanya berhenti di sektor keamanan dan militer, tetapi merambah sektor ekonomi dan keuangan. Pangeran Mohammed dengan menggunakan KPK secara mengejutkan menahan sepupunya, Pangeran Alwaleed.

Konon, Pangeran Mohammed dan Pangeran Alwaleed belakangan ini sering berbeda pendapat soal rancangan Visi Arab Saudi 2030. Pangeran Alwaleed disebut punya ambisi untuk bisa ikut mengontrol lebih jauh atas megaproyek visi 2030. Bahkan, ia disebut meminta kue lebih besar dalam megaproyek itu.

Pangeran Mohammed menolak keras permintaan sepupunya itu. Hubungan kedua pangeran ini pun kian memburuk.

Kasus hubungan Pangeran Mohammed dengan sejumlah pangeran lain yang dikenal figur kuat di internal Dinasti Al-Saud seperti mengulang sejarah di Arab Saudi, yakni kisah konflik era 1950-an antara Raja Al-Saud bin Abdulaziz (1953-1964) dan putra mahkota saat itu, Pangeran Faisal bin Abdulaziz.

Didukung saudara yang lain, termasuk Raja Salman, Pangeran Faisal berhasil memaksa mundur Raja Al-Saud dari singgasana tahun 1964 sekaligus menggagalkan upaya Raja Al-Saud mewariskan jabatan kepada putranya.

Kini, Pangeran Mohammed juga bertindak tegas terhadap sejumlah saudaranya sendiri. Karena itu, manuver Pangeran Mohammed, meski disebut untuk misi pemberantasan korupsi, sejatinya adalah langkah politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar