Blunder
Golkar di Jawa Barat?
Hendri Satrio ; Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI;
Akademisi Komunikasi
Politik Universitas Paramadina
|
KORAN
SINDO, 14 November 2017
PEMILIHAN Gubernur (Pilgub)
Jawa Barat 2018 memang menarik untuk diikuti. Sebagai provinsi dengan suara
pemilih terbesar di Indonesia maka sangat wajar bila suara Jawa Barat
diperebutkan oleh partai politik.
Beberapa hari lalu salah satu
partai politik itu, Partai Golkar, membuat kejutan besar dengan memberikan
rekomendasi calon gubernur bukan kepada kadernya yang juga Ketua DPD Jabar,
Dedi Mulyadi, melainkan kepada Ridwan Kamil.
Seperti yang publik ketahui,
bersama Ridwan Kamil (Emil) dan Deddy Mizwar (Demiz), nama Dedi Mulyadi
(Demul) juga mentereng diunggulkan maju sebagai calon gubernur Jawa Barat
menggantikan Ahmad Heryawan yang akan habis masa baktinya pertengahan 2018
kelak.
Apa Maunya Golkar?
Sejatinya, manuver Partai
Golkar cukup mudah ditebak. Partai ini kerap mengikuti arah kekuasaan berada.
Kekuasaan ke kanan maka ke kananlah parpol ini, tapi tetap saja memilih calon
gubernur bukan dari kadernya sendiri sangat membingungkan. Menurut saya,
bukan urusan logistik yang jadi alasan utama Golkar berbelok ke Ridwan Kamil,
melainkan mungkin Golkar membaca arah angin Istana yang lebih condong kepada
Emil.
Mungkin Golkar ingin
membuktikan komitmen pengabdian mereka kepada Istana. Tapi ya ini kan masih
berandai, sebab bila ditanya kepada siapa Istana berpihak maka jawabannya
pasti tidak berpihak. Nah, kalau sudah begini hanya Setya Novanto, sang
pemberi rekomendasi yang paling paham apa maunya Golkar.
Alih-alih ingin langsung
memasangkan kadernya, Daniel Muttaqien, sebagai wakil Emil, malah respons
galau yang diberikan Emil. Ridwan Kamil tidak tegas memutuskan menerima atau
menolak keinginan Golkar. Emil menggantung keinginan Golkar dengan alasan
masih menunggu keputusan para parpol pengusungnya tentang siapa calon
wakilnya kelak. Nah, keputusan menggantung Golkar mengenai wakilnya bukan hal
positif bagi partai sebesar Golkar.
Bagaimana Parpol Lain?
Konstelasi politik di Jawa
Barat jelas berubah setelah Ridwan Kamil diusung Golkar. Lawan-lawan Golkar
tampaknya memilih mengambil jeda untuk membaca situasi.
PKS, sang petahana yang
belakangan hubungannya dengan Gerindra seperti tertutup kabut, samar-samar
mungkin merasakan adanya perubahan arah angin di Jawa Barat. Partai politik
yang dari awal ingin mengusung Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu ini seperti sedang
mengambil napas panjang menyikapi manuver Golkar. Sementara itu, PKS mengatur
strategi baru.
PDI Perjuangan mengambil sikap
sama. Parpol ini memilih untuk menimbang dan menelaah sebelum mengumumkan
siapa jagoan mereka. PDIP untuk Pilkada 2018 sudah pernah memutuskan
”berbeda” cagub dengan Istana di Pilgub Jawa Timur. Untuk Jawa Barat dan Jawa
Tengah, PDIP belum memutuskan siapa calon yang akan diusung. Bahkan
pascamanuver Golkar yang mengusung Emil, PDIP seperti tidak mau ambil pusing
bahkan lebih memberi perhatian pada provinsi lain yang juga menyelenggarakan
Pilgub 2018.
PAN sudah menyatakan akan
mengusung Demiz, sementara Gerindra belum juga memutuskan setelah ada
perbedaan ”persepsi” dengan PKS dan Demiz. Sementara Demokrat, seperti biasa,
belum jelas, menunggu mana yang lebih menguntungkan mereka.
Apa Kabar Dedi Mulyadi?
Demul sebelum Golkar resmi
memberikan rekomendasi kepada Emil untuk berlaga dalam pilgub sudah
menyatakan bahwa dirinya menghormati dan legawa dengan keputusan Golkar.
Sikap ini dipuji oleh banyak
kelompok masyarakat, walaupun ada juga yang menyayangkan sikapnya itu.
Kelompok terakhir menginginkan Demul melakukan perlawanan terhadap keputusan
Golkar, namun terhadap desakan itu Demul berkomentar bijak, ”Saya memahami
Partai Golkar dan inilah pendewasaan karier politik bagi saya”.
Demul bagaikan pemain bintang
di lapangan sepak bola. Ibaratnya, begitu ditinggalkan klub, Dedi langsung
menarik perhatian parpol lainnya. Wajar saja parpol lain kepincut Dedi
Mulyadi, selain sudah memiliki tabungan popularitas dan elektabilitas, bupati
Purwakarta ini juga memiliki jaringan akar rumput yang kuat di Jawa Barat.
PDI Perjuangan digosipkan
sebagai parpol terdepan yang dikabarkan akan meminang Dedi Mulyadi. Untuk
mendapatkan Dedi, PDIP malah dikabarkan sudah mempersiapkan posisi penting di
jajaran pengurus Jawa Barat.
PDIP memang harus mengambil
Dedi sebagai kadernya dan menempatkan Dedi sebagai cagub PDIP, meskipun PDIP
juga memiliki banyak kader bagus di Jawa Barat.
PKS pun bereaksi dengan status
Dedi Mulyadi yang ”bebas transfer”. Memang PKS tidak serta-merta menunjukkan
ketertarikan untuk membawa Dedi masuk dalam partai, tapi justru mempersiapkan
wakil untuk Dedi.
Nama-nama seperti Deddy Mizwar,
Akhmad Syaikhu, Netty Prasetiyani Heryawan diisukan sebagai wakil Dedi
Mulyadi berseliweran di telinga petinggi parpol yang sukses menempatkan
Anies-Sandi di Balai Kota Jakarta ini.
Akankah Ada Koalisi PDIP-PKS di Jabar?
Sulit membayangkan bila kedua
parpol ini akan berkoalisi di Jawa Barat, sebab bila koalisi terjadi di Jawa
Barat kemungkinan koalisi juga bisa terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan daerah lainnya.
Konstelasi politik nasional pun
akan berubah bila PDIP dan PKS berkoalisi. Bahkan bila koalisi ini terjadi
dan PDIP kembali mengusung Joko Widodo dalam Pilpres 2019, bukan tidak
mungkin Jokowi akan mengambil kader PKS atau tokoh yang diusung PKS sebagai
wakilnya.
Apakah mungkin dua parpol yang
sering dipersepsikan berada di kutub berbeda menjadi satu koalisi? Mudah
jawabannya, dalam politik hampir semua bisa terjadi.
Kompetisi di Jawa Barat
Kemungkinan hanya dua pasang
calon yang berlaga di Jabar cukup terbuka. Hal ini memang dipengaruhi oleh
manuver Golkar yang memilih Emil dibandingkan Dedi Mulyadi.
Skenario pertama adalah
pertarungan antara Emil dan Dedi. Pasangan Dedi bisa saja Demiz yang memang
tinggi elektabilitasnya. Skenario kedua Emil melawan Demiz, sementara Demul
berperan sebagai wakilnya Demiz.
Skenario mirip seperti ini
pernah terjadi di Jakarta saat Pilgub lalu. Anies yang bukan kader parpol
diusung oleh Gerindra dan PKS.
Nah, bila head to head, segala kemungkinan bisa terjadi. Hanya, Golkar
mesti bersiap bila kalah di Jabar. Selain telah mengecewakan pendukungnya,
Golkar juga harus rela kehilangan banyak suara di Jawa Barat.
Keputusan sudah dibuat, apakah
ini blunder atau tidak, hanya waktu yang dapat membuktikan, sama seperti
pembuktian kemungkinan terjadinya koalisi antara PDIP dan PKS di Jawa Barat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar