Minggu, 05 November 2017

Berpolitik dengan Definisi Penyair?

Berpolitik dengan Definisi Penyair?
Denny JA  ;   Pendiri Lingkaran Survei Indonesia
                                                 REPUBLIKA, 04 November 2017



                                                           
Kuliah pertama ketika saya mengambil kelas Political Philosophy di Ohio State University, AS, dosennya mengajak diskusi. Apa itu politik? Dikutiplah aneka definisi yang sangat banyak dari dari para pakar dan tokoh ternama. Kamipun di kelas menyampaikan argumen masing masing dengan definisi yang kami yakini.

Namun definisi itu begitu banyaknya, berbeda satu sama lain. Dosen  lalu menyampaikan pesan utama: Setiap definisi dari aneka konsep, termasuk  kata “politik” itu juga bersifat politis. Setiap pemikir sampai ahli bahasa bisa sangat berbeda mendefinisikannya. Beda definisi, beda implikasi. Definisi punya implikasi di ruang publik.

Saya langsung teringat kelas itu ketika menerima buku yg nampak luarnya sangat berwibawa. Dari seorang teman, saya mendapatkan buku tebal itu berjudul: Apa dan Siapa Penyair Indonesia.

Buku tersebut tersusun lebih dari 670 halaman. Editor dan kuratornya sastrawan dan kritikus sastra ternama, antara lain: Maman S Mahayana, Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi WM.

Buku ini diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia, Sept 2017. Ia juga turut dilaunching ketika memperingati hari puisi.

Saya melihat ada nama saya yang juga dianggap penyair. Wah, ujar saya, ternyata sayapun kini dianggap penyair.

Tapi saya cari tak ada nama Agus R Sarjono, yang puisinya berjudul Sajak Palsu dibaca di banyak tempat. Saya lihat juga tak ada nama Fatin Hamama yg sudah menulis buku puisi Papyrus, dan sudah pula launching tunggal buku puisinya di TIM.  Dua nama ini hanya untuk contoh saja.

Saya lihat ratusan nama yang disebut penyair, yg tak pernah saya dengar. Mungkin total list itu ada lebih dari 1000 nama.

Langsung muncul pertanyaan: mengapa tokoh sekelas Agus R Sarjono dan Fatin Hamama tak dianggap penyair Indonesia, dari list 1000 nama itu.

Saya baca pengantar buku itu: Menolak konon: sebuah pertanggung jawaban. Namun dari penjelasan itu masih tak terjelaskan mengapa misalnya Agus R Sarjono dan Fatin Hamama tak masuk dalam list penyair Indonesia?

Jika kita melihat semata arti kata penyair atau poet dalam bahasa Inggris, definisinya sangat sederhana. Penyair adalah siapa saja yang menulis puisi. Mereka yg sudah menulis puisi, apalagi sudah menerbitkan buku, tak bisa tidak dianggap penyair jika definisi kamus bahasa standard yang digunakan.

Dengan definisi itu, jelaslah Agus R Sarjono dan Fatin Hamama masuk kategori.

Sayapun teringat pula perdebatan 33 tokoh sastra paling berpengaruh. Juga perdebatan mengenai 10 penyair terbesar dunia sepanjang massa. Juga perdebatan mengapa politisi William S Churchil dan penulis lagu Bob Dylan mendapatkan nobel sastra?

Rencana saya ingin menulis catatan kritis panjang lebar saya batalkan. Apa mau dikata? Dalam dunia bebas setiap orang boleh beropini. Dan awal semua opini adalah definisi. Selanjutnya terserah publik dan pembaca untuk mengamininya atau membantahnya.

Politik yang paling purba memang soal mendefinisikan kata, termasuk politik mendefinisikan siapa penyair Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar