Jumat, 10 November 2017

APBN 2018 untuk Pemerataan

APBN 2018 untuk Pemerataan
Bagong Suyanto ;  Guru Besar Sosiologi Ekonomi dan Dosen Kemiskinan & Kesenjangan Sosial di FISIP Universitas Airlangga
                                                    KOMPAS, 09 November 2017



                                                           
Tekad pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan terus dilakukan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 25 Oktober 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah pemerataan.

Harapan pemerintah, APBN 2018 akan dapat menjadi instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mendukung upaya pengentasan rakyat miskin, pengurangan ketimpangan, serta penciptaan lapangan kerja.

Tema kebijakan pemerintah tahun 2018 adalah “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan”. Dengan mengembangkan tiga strategi fiskal utama, yaitu (1) optimalisasi peningkatan pendapatan negara, (2) efisiensi belanja negara dan peningkatan belanja produktif untuk mendukung program prioritas, serta (3) mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan, pemerintah menargetkan jumlah penduduk miskin akan dapat berkurang menjadi satu digit dan kesenjangan sosial juga dapat dikurangi.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana caranya untuk memastikan agar arah dan pelaksanaan berbagai program pembangunan pada tahun 2018 nanti benar-benar pro kepada rakyat miskin? Bagaimana pula memastikan agar program pembangunan yang digagas tersebut tidak mengalami distorsi yang menggerus efek yang diharapkan?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu waktulah yang akan membuktikan. Akan tetapi, dengan melihat pilihan program prioritas yang digagas dan juga mempertimbangkan situasi kondisi politik tahun 2018 yang bakal panas menyambut pilkada serentak serta menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden, harus diakui, tidaklah mudah untuk memastikan hasil seperti yang diharapkan.

Kesalahan dalam pelaksanaan dan pemilihan kelompok sasaran bukan tidak mungkin akan membuat efektivitas dan manfaat program pembangunan menjadi sia-sia. Pada tahun politik, sudah menjadi kelaziman bahwa pelaksanaan berbagai program pembangunan sangat rawan bias karena terkontaminasi oleh kepentingan politik.

Program prioritas

Dalam APBN 2018 telah ditetapkan pagu dana pembangunan sebesar Rp 2.204,4 triliun. Anggaran pembangunan yang tidak sedikit ini lebih dari separuhnya akan dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.443,3 triliun, sedangkan dana pembangunan yang akan ditransfer ke daerah sebesar Rp 761 triliun.

Tujuan pemerintah mengalokasikan dana yang besar untuk ditransfer ke sejumlah daerah tentu bukan tanpa alasan.

Ketika pemerintahan Jokowi-Kalla concern untuk memajukan pembangunan di pedesaan dan mendukung pengembangan usaha mikro-kecil di masyarakat, transfer dana yang besar ke daerah adalah salah satu prasyarat yang memang dibutuhkan untuk memacu akselerasi perkembangan desa dan masyarakatnya. Pada tahun 2018, pemerintah telah mengalkulasi bahwa setiap desa akan mendapat alokasi dana sekitar Rp 1,4 miliar.

Selain itu, untuk program yang sifatnya amal-karitatif, pemerintah juga telah mengalokasikan dana untuk program bantuan sosial dan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah, yaitu sebesar Rp 292,8 triliun. Dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk program subsidi pupuk sebanyak 9,5 juta ton dan Program Keluarga Harapan sebanyak 10 juta rumah tangga sejahtera.

Dalam APBN 2018 ada juga alokasi dana untuk program penerima bantuan iuran dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional sebanyak 92,4 juta jiwa, bantuan pangan melalui subsidi pangan, dan bantuan pangan nontunai (BPNT) bagi 15,6 juta keluarga penerima manfaat dengan arah perluasan cakupan BPNT.

Pemerintah pada tahun 2018 juga berencana menyediakan alokasi dana untuk program bantuan bagi kelompok usaha ekonomi produktif bagi 106.700 kepala serta bantuan uang muka dan suku bunga kredit rumah untuk kelompok masyarakat berpenghasilan kecil.

Berbagai program prioritas yang menjadi andalan pemerintah tahun 2018 untuk jangka pendek harus diakui akan memberikan manfaat praktis bagi keluarga miskin agar mereka tidak semakin terpuruk.

Ketika daya beli masyarakat cenderung menurun, berbagai bantuan yang digulirkan pemerintah paling tidak akan meringankan beban keluarga miskin dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Akan tetapi, berharap program yang sifatnya amal-karitatif ini akan mampu menghasilkan daya ungkit untuk meningkatkan kadar keberdayaan masyarakat tentu persoalannya tidaklah sesederhana yang pemerintah pikirkan.

Berdasarkan pengalaman selama ini, program-program yang sifatnya amal-karitatif sering terbukti justru memperlemah dan menghilangkan mekanisme self-help keluarga miskin. Sementara itu, program pembangunan yang mengabaikan arti penting perlindungan bagi usaha kecil juga terbukti telah melahirkan proses marjinalisasi dan kolapsnya usaha-usaha yang tidak didukung modal dan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Pada titik ini, lantas apa yang bisa kita harapkan dari pilihan program-program pembangunan tahun 2018 nanti?

Diferensiasi struktural

Dengan memfokuskan target sasaran utama program pembangunan kepada masyarakat miskin, di atas kertas pemerintah berharap upaya mengurangi jumlah penduduk miskin akan dapat tercapai. Target pemerintah menurunkan angka kemiskinan satu digit diharapkan akan dapat terealisasi pada tahun 2018, terutama melalui perencanaan program pembangunan yang tepat. Akan tetapi, satu hal yang dilupakan pemerintah bahwa masyarakat miskin tidaklah hidup dalam suatu struktur yang selalu ramah dan berpihak kepada masyarakat miskin.

Di tengah iklim persaingan yang makin kompetitif, pemerintah seyogianya tidak puas hanya dengan keberhasilan mencapai angka pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Sebab, hal itu bukanlah jaminan bahwa setelah itu akan didistribusikan kepada masyarakat miskin yang membutuhkannya.

Belajar dari pengalaman di masa lalu, setiap terjadi kenaikan angka pertumbuhan ekonomi, pihak yang selalu diuntungkan dan yang mampu meraup peluang yang muncul niscaya adalah kelompok masyarakat yang secara ekonomi mapan.

Meningkatkan taraf kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat miskin, selain membutuhkan semakin terbukanya peluang bagi mereka untuk melakukan mobilitas vertikal, hal yang tidak kalah penting adalah memastikan program pembangunan yang digulirkan oleh pemerintah tersebut benar-benar menjamin kontinuitas pengembangan usaha masyarakat miskin. Tanpa didukung diferensiasi struktural yang lentur dan bantuan dalam bentuk aset atau sarana produksi yang efektif, jangan harap APBN 2018 akan dapat menimbulkan daya ungkit seperti yang diharapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar