APBN
2018 untuk Pemerataan
Bagong Suyanto ; Guru Besar Sosiologi Ekonomi dan Dosen
Kemiskinan & Kesenjangan Sosial di FISIP Universitas Airlangga
|
KOMPAS,
09 November
2017
Tekad pemerintahan Joko
Widodo-Jusuf Kalla untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan terus
dilakukan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 yang baru saja
disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 25 Oktober 2017, Menteri Keuangan
Sri Mulyani menegaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah pemerataan.
Harapan pemerintah, APBN 2018
akan dapat menjadi instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
sekaligus mendukung upaya pengentasan rakyat miskin, pengurangan ketimpangan,
serta penciptaan lapangan kerja.
Tema kebijakan pemerintah tahun
2018 adalah “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi Pertumbuhan
yang Berkeadilan”. Dengan mengembangkan tiga strategi fiskal utama, yaitu (1)
optimalisasi peningkatan pendapatan negara, (2) efisiensi belanja negara dan
peningkatan belanja produktif untuk mendukung program prioritas, serta (3)
mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan, pemerintah
menargetkan jumlah penduduk miskin akan dapat berkurang menjadi satu digit
dan kesenjangan sosial juga dapat dikurangi.
Pertanyaannya sekarang,
bagaimana caranya untuk memastikan agar arah dan pelaksanaan berbagai program
pembangunan pada tahun 2018 nanti benar-benar pro kepada rakyat miskin?
Bagaimana pula memastikan agar program pembangunan yang digagas tersebut
tidak mengalami distorsi yang menggerus efek yang diharapkan?
Untuk menjawab pertanyaan ini,
tentu waktulah yang akan membuktikan. Akan tetapi, dengan melihat pilihan
program prioritas yang digagas dan juga mempertimbangkan situasi kondisi
politik tahun 2018 yang bakal panas menyambut pilkada serentak serta
menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden, harus diakui, tidaklah
mudah untuk memastikan hasil seperti yang diharapkan.
Kesalahan dalam pelaksanaan dan
pemilihan kelompok sasaran bukan tidak mungkin akan membuat efektivitas dan
manfaat program pembangunan menjadi sia-sia. Pada tahun politik, sudah
menjadi kelaziman bahwa pelaksanaan berbagai program pembangunan sangat rawan
bias karena terkontaminasi oleh kepentingan politik.
Program prioritas
Dalam APBN 2018 telah
ditetapkan pagu dana pembangunan sebesar Rp 2.204,4 triliun. Anggaran
pembangunan yang tidak sedikit ini lebih dari separuhnya akan dialokasikan
untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.443,3 triliun, sedangkan dana
pembangunan yang akan ditransfer ke daerah sebesar Rp 761 triliun.
Tujuan pemerintah
mengalokasikan dana yang besar untuk ditransfer ke sejumlah daerah tentu
bukan tanpa alasan.
Ketika pemerintahan
Jokowi-Kalla concern untuk memajukan pembangunan di pedesaan dan mendukung
pengembangan usaha mikro-kecil di masyarakat, transfer dana yang besar ke
daerah adalah salah satu prasyarat yang memang dibutuhkan untuk memacu
akselerasi perkembangan desa dan masyarakatnya. Pada tahun 2018, pemerintah
telah mengalkulasi bahwa setiap desa akan mendapat alokasi dana sekitar Rp
1,4 miliar.
Selain itu, untuk program yang
sifatnya amal-karitatif, pemerintah juga telah mengalokasikan dana untuk
program bantuan sosial dan dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah,
yaitu sebesar Rp 292,8 triliun. Dana tersebut akan disalurkan dalam bentuk
program subsidi pupuk sebanyak 9,5 juta ton dan Program Keluarga Harapan
sebanyak 10 juta rumah tangga sejahtera.
Dalam APBN 2018 ada juga
alokasi dana untuk program penerima bantuan iuran dalam rangka Jaminan
Kesehatan Nasional sebanyak 92,4 juta jiwa, bantuan pangan melalui subsidi
pangan, dan bantuan pangan nontunai (BPNT) bagi 15,6 juta keluarga penerima
manfaat dengan arah perluasan cakupan BPNT.
Pemerintah pada tahun 2018 juga
berencana menyediakan alokasi dana untuk program bantuan bagi kelompok usaha
ekonomi produktif bagi 106.700 kepala serta bantuan uang muka dan suku bunga
kredit rumah untuk kelompok masyarakat berpenghasilan kecil.
Berbagai program prioritas yang
menjadi andalan pemerintah tahun 2018 untuk jangka pendek harus diakui akan
memberikan manfaat praktis bagi keluarga miskin agar mereka tidak semakin
terpuruk.
Ketika daya beli masyarakat
cenderung menurun, berbagai bantuan yang digulirkan pemerintah paling tidak
akan meringankan beban keluarga miskin dalam mencukupi kebutuhannya
sehari-hari. Akan tetapi, berharap program yang sifatnya amal-karitatif ini
akan mampu menghasilkan daya ungkit untuk meningkatkan kadar keberdayaan
masyarakat tentu persoalannya tidaklah sesederhana yang pemerintah pikirkan.
Berdasarkan pengalaman selama
ini, program-program yang sifatnya amal-karitatif sering terbukti justru
memperlemah dan menghilangkan mekanisme self-help keluarga miskin. Sementara
itu, program pembangunan yang mengabaikan arti penting perlindungan bagi
usaha kecil juga terbukti telah melahirkan proses marjinalisasi dan kolapsnya
usaha-usaha yang tidak didukung modal dan kualitas sumber daya manusia yang
memadai. Pada titik ini, lantas apa yang bisa kita harapkan dari pilihan
program-program pembangunan tahun 2018 nanti?
Diferensiasi struktural
Dengan memfokuskan target
sasaran utama program pembangunan kepada masyarakat miskin, di atas kertas
pemerintah berharap upaya mengurangi jumlah penduduk miskin akan dapat
tercapai. Target pemerintah menurunkan angka kemiskinan satu digit diharapkan
akan dapat terealisasi pada tahun 2018, terutama melalui perencanaan program
pembangunan yang tepat. Akan tetapi, satu hal yang dilupakan pemerintah bahwa
masyarakat miskin tidaklah hidup dalam suatu struktur yang selalu ramah dan
berpihak kepada masyarakat miskin.
Di tengah iklim persaingan yang
makin kompetitif, pemerintah seyogianya tidak puas hanya dengan keberhasilan
mencapai angka pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Sebab, hal itu bukanlah
jaminan bahwa setelah itu akan didistribusikan kepada masyarakat miskin yang
membutuhkannya.
Belajar dari pengalaman di masa
lalu, setiap terjadi kenaikan angka pertumbuhan ekonomi, pihak yang selalu
diuntungkan dan yang mampu meraup peluang yang muncul niscaya adalah kelompok
masyarakat yang secara ekonomi mapan.
Meningkatkan taraf
kesejahteraan dan memberdayakan masyarakat miskin, selain membutuhkan semakin
terbukanya peluang bagi mereka untuk melakukan mobilitas vertikal, hal yang
tidak kalah penting adalah memastikan program pembangunan yang digulirkan
oleh pemerintah tersebut benar-benar menjamin kontinuitas pengembangan usaha
masyarakat miskin. Tanpa didukung diferensiasi struktural yang lentur dan
bantuan dalam bentuk aset atau sarana produksi yang efektif, jangan harap
APBN 2018 akan dapat menimbulkan daya ungkit seperti yang diharapkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar