Islam
Mazhab Medsos
Komaruddin Hidayat ; Yayasan Pendidikan Madania Indonesia
|
MEDIA
INDONESIA, 31 Mei 2017
DALAM diskusi teologi Islam muncul perdebatan klasik
terhadap sebuah pertanyaan, apakah manusia memiliki kebebasan memilih dan
menentukan tindakannya sendiri, ataukah nasib manusia semata wayang yang
digerakkan Sang Dalang yaitu Tuhan? Kedua kutub itu masing-masing memiliki
rujukan teks Alquran. Lalu muncul pendapat di antara keduanya bahwa manusia
memiliki kebebasan, tapi tetap dalam keterbatasan di bawah kekuasaan dan kehendak
Tuhan. Ketiga mazhab teologi itu produk tafsir dan penalaran manusia atas
teks Alquran yang kemudian berkembang dalam sejarah dan masing-masing
memiliki pengikut. Berjilid-jilid kitab klasik membahas perdebatan itu.
Menjadi masalah sosial ketika perbedaan tafsir itu berkembang menjadi
ideologi yang mematikan tradisi dialog kritis dan menimbulkan perpecahan
serta percekcokan sesama umat Islam.
Perbedaan tafsir yang melahirkan perbedaan mazhab itu juga
terjadi dalam pemikiran hukum Islam (fikih) dan pemikiran politik. Misalnya,
adakah Islam mewajibkan membentuk negara Islam, ataukah yang primer itu
bergerak pada tataran kemasyarakatan? Adakah membentuk sistem demokrasi
sejalan Islam, ataukah mewajibkan sistem kekhalifahan, itu semua tafsir dan
produk sejarah sepeninggal Rasulullah. Karena hasil ijtihad para ulama dan
sarjana Islam, maka sulit ditemukan kata sepakat mengingat tiap-tiap pemikir
punya argumen serta tumbuh dalam konteks sosial berbeda.
Tantangannya berbeda, bacaan buku-bukunya berbeda, dan lingkungan
sosial, politik, dan ekonominya juga berbeda. Namun, para pemikir kenegaraan
memandang model kekhalifahan itu sudah berakhir. Sebatas wacana sah saja,
tetapi pada tataran implementasi sangat sulit dilaksanakan. Kecuali ketika
jumlah ummat Islam sedikit dan belum muncul negara bangsa.
Ustaz google
Mazhab artinya jalan yang mengantarkan pada tujuan. Dalam
konteks pemikiran keagamaan, mazhab berarti sebuah metode yang dirumuskan
ulama atau pemikir ahli dalam rangka membantu umat beragama untuk mendekati
dan meraih pemahaman Islam yang benar dan mudah yang bersumber pada Alquran
dan Sunnah Rasul. Ibarat Alquran dan Sunnah Rasul itu mata air, maka mazhab
adalah jalan menuju ke sana, untuk membantu umat mendekati ajaran agama
secara benar. Ulama ahli itu merumuskan metodenya setelah mendalami isi
Alquran dan hadis secara mendalam, disertai argumen yang sistematis untuk
mendukung pemikirannya. Dengan demikian, orang yang setuju ataupun yang
menolak bisa mengikuti argumen yang dibangun dengan jalan membaca karya-karya
tulis mereka.
Mazhab itu sangat diperlukan agar orang awam yang tidak
ahli agama mendapatkan bimbingan dan jalan yang mudah untuk memahami Islam.
Bayangkan saja, bagi masyarakat awam, begitu membuka Alquran dan tafsirnya,
pasti tidak mudah menangkap pesan Alquran yang kadang terkesan paradoksal
antara statement ayat yang satu dan yang lain, misalnya mengenai kebebasan
manusia. Bahkan untuk menentukan awal Ramadan saja terdapat mazhab hisab dan
rukyat.
Sekarang ini muncul mazhab baru dalam memahami Islam,
yaitu mazhab medsos. Sebuah jalan dan pembelajaran agama yang didapat dengan
mudah, tanpa harus membaca kitab tebal-tebal serta berguru lama-lama pada
kiai. Melainkan cukup memiliki handphone yang memiliki aplikasi Facebook
(FB), Whatsapp (WA), Twitter, Instagram, Google, dan aplikasi lain yang
berbasis internet.
Muncul sebuah jargon baru; Anda bertanya, ustaz google
menjawab. Baik untuk berdakwah maupun untuk mempelajari agama, cukup lewat WA
atau FB, di sana bertebaran informasi agama. Bahkan mereka sering terlibat
perdebatan dengan modal pengetahuan yang diperoleh melalui copas dan forward
yang beredar di medos, terutama WA. Apakah kelebihan dan kelemahan mazhab
medsos? Pertama, istilah mazhab medsos sendiri pasti mengundang pro-kontra.
Kedua, bagi yang serius ingin melakukan riset kepustakaan, medsos menyediakan
fasilitas untuk mengakses sumber informasi keilmuan yang amat kaya, seperti
e-book atau e-journal sehingga perangkat handphone bisa berfungsi sebagai
mobile-library. Ratusan ribu judul buku agama yang klasik dan kontemporer
tersedia semuanya.
Ketiga, bagi mereka yang tidak sempat atau malas membaca
buku, medsos menyajikan sekian banyak penggalan informasi keagamaan ibarat
makanan cepat saji yang siap disantap. Keempat, wacana keagamaan di medsos
bersifat sangat egaliter, siapa pun bisa memberi tausiah, berbantahan, bahkan
sampai pada sikap mencaci dan mengafirkan jika tidak sependapat. Pembaca
tidak tahu kualifikasi dan orisinalitas pendapat keagamaan yang di-posting,
apakah itu sekadar forward dan copas, hasil baca buku, atau sekadar iseng.
Atau sengaja ingin menciptakan perdebatan kontroversial.
Kelima, perdebatan emosional, sampai pada taraf caci maki,
mudah muncul ketika paham keagamaan dikaitkan dengan sikap dan pilihan
politik serta menyangkut isu mazhab dan keyakinan di luar mainstream,
misalnya Syiah dan Ahmadiyah. Peristiwa pilkada DKI yang belum lama berlalu
memberikan contoh dan temuan nyata bahwa paham keagamaan dan sikap politik
saling berkaitan.
Namun, yang menonjol ialah sikap emosional like or
dislike, bukan perdebatan argumentatif ilmiah layaknya perdebatan dalam
mazhab tradisional. Sikap emosional cenderung menolak berpikir panjang dan
detail, melainkan langsung pada kesimpulan setuju atau tidak setuju. Jadi,
siapa pun yang bergabung dalam komunitas mazhab medsos sebaiknya bisa
mengendalikan emosinya.
Eklektik dan fragmentatif
Lontaran pemikiran dalam medsos biasanya fragmentatif
karena keterbatasan ruang. Kalaupun panjang, orang enggan membacanya.
Terlebih mereka yang sibuk, tidak tertarik mengikuti argumen yang njlimet,
detail. Makanya mazhab medsos pemikirannya bersifat eklektik, campuran dari
berbagai tulisan orang, sambung-menyambung, tidak solid, dan kadang tidak
sistematis. Terserah pembaca untuk memilih, menimbang, dan memutuskan
sendiri, tak ada hubungan guru-murid secara langsung. Tak ada tokoh utama
yang memimpin wacana publik dalam medsos.
Bahkan, orang pun bisa memalsukan identitas aslinya. Atau
namanya dibajak. Makanya, setiap netizen yang bergabung dalam pemikiran Islam
mazhab medsos, dalam waktu yang sama bisa berperan sebagai guru atau murid.
Jika tidak setuju, bebas keluar dari jemaah netizen atau membantahnya, sejak
dengan kalimat yang cerdas, halus, sopan, sampai yang terkesan sarkastik.
Perkembangan sosial ke depan, komunitas Islam mazhab
medsos diperkirakan semakin membesar terutama ketika bulan pilkada atau
pemilu tiba. Lebih seru serta heboh manakala para politikus mengapitalisasi
isu agama untuk mendukung salah satu paslonnya dengan menggunakan sarana
medsos sebagai ajang promosi dan kampanye, apakah kampanye putih, abu-abu,
atau hitam. Kita lihat saja nanti, apakah prediksi ini sahih atau meleset.
Namun saya kira, dan berharap, semakin cerdas dan dewasa masyarakat, ke depan
mazhab Islam medsos kualitasnya akan meningkat dan terjadi seleksi alamiah.
Yang tidak bermutu tidak akan laku dalam pasar bebas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar