GP
Ansor dan Komitmen Tegaknya NKRI
Yaqut Cholil Qoumas ; Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor
|
KORAN
SINDO, 02
Juni 2017
TANPA Pancasila, Negara RI tidak pernah ada. Pancasila
adalah serangkaian prinsip-prinsip yang bersifat lestari. Ia memuat ide yang
baik tentang hidup bernegara yang mutlak diperjuangkan.
Saya akan mempertahankan Pancasila yang murni dengan
jiwa-raga saya, terlepas dari kenyataan bahwa ia tidak jarang dikebiri atau
dimanipulasi, baik oleh segelintir tentara maupun sekelompok umat Islam.
KH Abdurrahman Wahid.
Masyarakat Indonesia saat ini berada dalam kepungan dua
ekstremisme. Pertama, fenomena radikalisme agama yang dibawa kelompok Islam
yang mengedepankan jalan kekerasan dalam mengekspresikan nilai keagamaannya.
Kedua, masifnya kelompok liberal agama yang melakukan dekonstruksi dan
profanisasi ”doktrin” agama yang membawa pada konsep desakralisasi dan relativisme
kebenaran agama.
Kedua kelompok ini sama-sama berbahaya. Untuk kelompok
pertama, mereka seperti kaum Khawarij yang menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan, tidak peduli apakah cara itu membahayakan dan menyengsarakan
orang lain atau tidak. Lebih ekstrem lagi, mereka memandang nonmuslim sebagai
orang yang darah, harta, dan harga dirinya ”halal”: boleh dibunuh, dijarah,
dan dilecehkan.
Sementara kelompok kedua, mereka mau membunuh sendi-sendi
keagamaan secara pelan-pelan. Umat Islam dijauhkan dari kebenaran agama.
Agama tidak lebih hanya ”keyakinan teologis” yang bersifat privat, tidak
sampai masuk wilayah publik.
Gerakan dua kelompok tersebut berpotensi menghancurkan
ideologi negara Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Umat Islam harus menghindari
fanatisme teologis. Mereka harus masuk dalam komunitas universal umat manusia
tanpa disekat oleh eksklusivitas agama.
Sekadar menyebut contoh, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin,
Al-Qaeda, dan ISIS sebagai bagian dari international political movement (gerakan
politik dunia) yang tak punya akar budaya, visi kebangsaan, dan visi keumatan
di Indonesia, menjadikan Islam sekadar sebuah ideologi politik, bukan jalan
hidup.
Ideologi transnasional itu dipersoalkan antara lain
karena: (1) tidak bersumber dari akar budaya Indonesia sehingga berbahaya
bagi keutuhan bangsa; (2) menggunakan Islam sebagai ideologi politik, bukan
sebagai way of life (jalan hidup); (3) Islam adalah gerakan politik, bukan
gerakan keagamaan; (4) mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Komitmen Kebangsaan GP Ansor
Sikap Gerakan Pemuda Ansor sebagai organisasi kepemudaan
Islam terbesar di Indonesia terhadap NKRI dan Pancasila dapat dilihat dalam
lintas sejarah NU, dari berdiri hingga hari ini. Misalnya, dalam Munas Alim
Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama tahun 2006, telah
meneguhkan kembali komitmen NU sebagai organisasi sosial keagamaan (jamiyah
dinniyah wa ijtimaiyyah) pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
berlandaskan Pancasila, seperti yang disampaikan Rois Aam PBNU (alm) KH Sahal
Mahkfudz dalam pidato iftitah di pembukaan Munas dan Konbes NU tersebut.
Dalam pidato itu ditegaskan bahwa NKRI yang berdasarkan Pancasila merupakan
bentuk final bagi bangsa Indonesia. Komitmen ini dilakukan NU sejak lama,
sebelum bangsa ini lahir.
Kebangsaan (wathaniyah)
nahdliyin dibuktikan dari kepedulian dan komitmennya dalam memperkukuh
imajinasi umat Islam Nusantara tentang bangsa yang merdeka; dan karena NU
sangat berkepentingan dengan keutuhan NKRI. Komitmen ini ditunjukkan sejak
Muktamar Banjarmasin pada 1936, Resolusi Jihad tahun 1945, pengukuhan Kepala
Negara Republik Indonesia sebagai waliyul amri adharuri bi as-syaukah tahun
195—ketetapan ini dilakukan melalui kajian fikih yang serius.
Pernyataan ini dimunculkan NU sebagai organisasi Islam
terbesar di Indonesia ketika sebagian besar organisasi Islam menyatakan diri
untuk menegakkan syariat Islam sebagai landasan berbangsa dan bernegara
bangsa Indonesia, bahkan ada yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam
dan khilafah islamiah.
NU dalam sejarah tidak pernah melakukan untuk menyatukan
atau menghilangkan mazhab-mazhab keagamaan yang ada, seperti yang dilakukan
ketika protes terhadap sikap Wahabi di Arab Saudi yang menunggalkan mazhab.
NU juga tidak menghilangkan budaya lokal yang berbeda dengan NU, sebaliknya
NU berartikulasi dan berinteraksi secara positif dengan tradisi-tradisi dan
budaya masyarakat setempat.
Ini juga dibuktikan dengan serangan kelompok modernis
terhadap NU yang menganggap dalam beragama telah melakukan takhayul, bidah,
dan khurafat (TBC) karena menghargai budaya lokal. Padahal, proses artikulasi
tersebut telah melahirkan Islam dengan wajah yang ramah terhadap nilai budaya
setempat, serta menghargai perbedaan agama, tradisi, dan kepercayaan yang
merupakan warisan budaya Nusantara.
Mengutip (alm) KH Sahal Mahfudz dalam Munas Alim Ulama dan
Konbes Nahdlatul Ulama, NU sejak awal mengusung ajaran Islam tanpa melalui
jalur formalistik atau politik, lebih-lebih dengan cara membenturkannya
dengan realitas secara formal. NU memiliki keyakinan bahwa syariat Islam
dapat diimplementasikan tanpa harus menunggu atau melalui institusi formal.
NU lebih mengidealkan substansi nilai-nilai syariah
terimplementasi dalam masyarakat dibandingkan dengan mengidealisasikan
institusi. Kehadiran institusi formal bukan jaminan untuk terwujudnya
nilai-nilai syariah di dalam masyarakat. Ini mempertegas posisi NU bahwa
tidak akan memperjuangkan syariat Islam secara formal, apalagi dengan
mendesak negara menggunakan asas Islam.
Seperti rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU di
Surabaya Juli 2006, yakni meneguhkan kembali Pancasila dan NKRI, dilakukan
karena ada upaya pengikisan dan penggerogotan yang melemahkan NKRI. Oleh
sebab itu, GP Ansor menegaskan kembali NKRI dengan dasar Pancasila merupakan
bentuk final dari jerih payah perjuangan umat Islam Indonesia, sebagaimana
diputuskan dalam Munas Alim Ulama NU 1983 di Situbondo dan dikukuhkan dalam
Muktamar NU 27 di Situbondo 1984. Bangsa ini harus berpegang teguh dan
mengimplementasikan Pancasila sebagai kalimatun sawa (kesamaan sikap dan
langkah) dalam penyelenggaraan negara.
Maka jika ada kelompok yang ingin mengganti NKRI yang
berasaskan Pancasila dengan negara Islam melalui Daulah Islamiah dan
khilafah, mereka akan berhadapan dengan Ansor dan warga NU. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar