Jangan
Campurkan Agama dan Politik
Hasanudin Abdurakhman ; Cendekiawan, Penulis;
Kini menjadi seorang profesional
di perusahaan Jepang di Indonesia
|
DETIKNEWS, 25 April 2017
Ini adalah
pesan Presiden Joko Widodo di tengah hiruk pikuk pemilihan Gubernur DKI tempo
hari. Keriuhan politik begitu nyata dalam pilkada itu, sehingga Presiden
sampai menganggap perlu buka suara. Sayangnya, banyak yang tak paham pesan
yang disampaikan itu.
Memisahkan
agama dan politik adalah wacana yang terdengar tak nyaman bagi sekelompok
orang. Bagi mereka, agama identik dengan moralitas. Maka memisahkan agama dan
politik mereka anggap identik dengan politik tanpa moral. Atau dengan kata
lain, menjauhkan politik dari nilai-nilai agama.
Padahal
keinginannya bukan begitu. Agama punya beberapa sisi, yaitu nilai moral,
perangkat aturan, serta semangat emosional. Nilai moral universal tentu
sangat diharapkan kehadirannya dalam politik. Politik tanpa moral, sungguh
berbahaya.
Persoalannya,
yang memicu hiruk pikuk bukanlah soal moral, tapi lebih cenderung soal
semangat emosionalnya. Orang-orang dikelompokkan dalam sekat-sekat agama
dalam berpolitik, dan memandang kelompok politik lain sebagai kelompok lawan
terhadap agama yang mereka anut.
Tidak hanya
itu. Lawan dalam hal ini bukan sekadar saingan untuk memenangkan suatu posisi
politik. Lawan juga digambarkan sebagai musuh yang hendak menguasai,
menjajah, menyingkirkan, bahkan menghancurkan kelompok kita. Ini pandangan
yang sangat berbahaya. Dengan semangat ini, orang tak segan melakukan apapun
untuk mengalahkan lawan, termasuk melakukan hal-hal yang melawan hukum. Kalau
sudah begitu, alih-alih menjadi sandaran moral, agama justru mendorong orang
untuk mengabaikan moral dalam berpolitik.
Suasana itu
sangat terasa dalam pilkada ini. Ahok sering digambarkan sebagai musuh Islam.
Ia mewakili kekuatan yang hendak meminggirkan umat Islam, bahkan
menghancurkannya. Atau, setidaknya ia dianggap menghalangi terlaksananya
berbagai kebutuhan umat Islam. Padahal tidak demikian.
Sebaliknya, politikus
yang didukung umat Islam diharapkan akan menjaga kepentingan umat Islam kalau
ia memenangkan jabatan. Lho, apa salahnya? Salah. Seorang gubernur atau
pejabat negara manapun, melaksanakan tugas untuk kepentingan rakyat banyak,
tidak untuk kelompok-kelompok tertentu, tak peduli bahwa kelompok itu
mayoritas.
Apakah situasi
politik ini menjadi khas karena Ahok adalah seorang non muslim? Tidak. Yang
dicitrakan oleh sekelompok orang sebagai anti Islam bukan hanya Ahok.
Presiden Joko Widodo sendiri sering dicitrakan seperti itu. Ia dianggap
sebagai orang yang tidak pro Islam, bahkan difitnah dengan berbagai label.
Itu sudah terjadi sejak pemilihan presiden tahun 2014, dan masih berlanjut
hingga sekarang.
Mengapa itu
terjadi? Ini adalah strategi branding yang dimainkan kelompok tertentu.
Presiden Joko Widodo, meski seorang muslim yang taat dan dekat dengan
berbagai ormas Islam, tidak secara verbal membawa jargon-jargon Islam dalam
berpolitik. Ia mengambil posisi nasionalis, menempatkan kepentingan semua golongan
untuk dia layani secara adil. Bagi sekelompok orang di tubuh umat Islam, itu
tidak cukup. Yang tidak melakukan politik sesuai kehendak mereka, dicitrakan
sebagai musuh Islam.
Citra itulah
yang dilekatkan oleh lawan-lawan politik Joko Widodo terhadap dirinya.
Intinya, mereka mempermainkan emosi umat, untuk memenangkan pertarungan.
Jangan campurkan agama dengan politik, maknanya adalah kembalikan politik
kepada makna dasarnya, yaitu ikhtiar warga negara untuk mengarahkan vektor
politik sesuai preferensi mereka. Punya preferensi itu boleh. Syaratnya,
preferensi itu harus dalam koridor konstitusi.
Politik kita
bukanlah pertarungan antar umat beragama. Ini hanyalah persaingan orang-orang
dengan berbagai preferensi politik belaka. Tujuannya pun bukan untuk saling
mendominasi, melainkan untuk bersinergi. Bila satu kelompok menang, mereka
harus menjalankan politik untuk kepentingan bersama, bukan sekedar untuk
golongan mereka saja. Lebih penting lagi, politik mereka tidak untuk
merugikan atau menghancurkan kelompok lain.
Politik itu untuk membangun negara, menjadikannya lebih baik.
Semua pihak harus menikmati hasilnya. Itulah yang dipesankan oleh Presiden. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar