Hari
Buruh dan JKN
Timboel Siregar ; Sekjen OPSI dan Koordinator
Advokasi BPJS Watch
|
KOMPAS, 02 Mei 2017
Salah satu
agenda pembahasan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR dengan Direksi BPJS
Kesehatan, 5 April 2017, adalah rencana BPJS Kesehatan mewujudkan tiga fokus
utama tahun 2017, yaitu keberlangsungan finansial, kepuasan peserta, dan
perluasan kepesertaan.
Fokus
keberlangsungan finansial diuraikan pada lima target, yang salah satunya
menerapkan penegakan hukum bagi badan usaha (BU) dan BUMN yang melanggar
aturan. Fokus kepuasan peserta dijabarkan dalam lima target juga, salah
satunya mengoptimalkan implementasi coordination of benefit (CoB) untuk
peserta penerima upah (PPU). Fokus perluasan kepesertaan menuju cakupan
semesta mengurai tiga hal, salah satunya adalah penerapan percepatan
perekrutan peserta potensial.
Dari paparan
tersebut, penulis menilai tiga fokus itu sebenarnya merupakan inti
permasalahan yang kerap muncul dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Keberlanjutan program JKN selalu dihantui defisit pembiayaan.
BPJS Kesehatan setiap tahun mencatatkan "prestasi" defisit: Rp 3,3
triliun pada 2014, Rp 5,7 triliun pada 2015, dan akhir September 2016 sudah
mencapai Rp 3,17 triliun.
Walaupun tiap
tahun pemerintah dan DPR menyetujui penyertaan modal negara (PMN) ke BPJS
Kesehatan atas defisit yang terjadi, tetap saja defisit harus segera
dicarikan solusinya tanpa harus bergantung pada PMN.
Meskipun BPJS
Kesehatan mengklaim indeks kepuasan peserta pada 2016 mencapai 78,6 persen,
masih banyak kasus yang belum bisa diselesaikan secara sistemik. Contohnya,
pasien JKN disuruh beli obat sendiri, kesulitan mendapatkan ruang perawatan
hingga ICU, disuruh menunggu berbulan-bulan untuk dioperasi, hingga kasus
pasien JKN dipaksa pulang dalam kondisi tidak sadar.
Potensi besar di PPU
Permasalahan
defisit keuangan sebenarnya bisa lebih mudah teratasi apabila jumlah
kepesertaan dari unsur pekerja/buruh formal, yaitu PPU badan usaha (BU)
swasta dan BUMN bisa dimaksimalkan. Per akhir Februari 2017, jumlah PPU
tercatat 10.127.263 orang. Jumlah ini masih jauh lebih kecil ketimbang jumlah
peserta PPU di BPJS Ketenagakerjaan yang mencapai 22,6 juta orang, apalagi
jika dibandingkan dengan total jumlah pekerja formal yang mencapai 39 juta orang
(Ditjen PHI dan Jamsos, Kemnaker RI, Agustus 2016).
Potensi iuran
dari PPU sangat besar. Selama Januari-September 2016, jumlah iuran yang
diterima BPJS Kesehatan dari unsur PPU Rp 13,03 triliun atau 25,98 persen
dari total iuran yang diterima BPJS Kesehatan. Tentunya iuran ini akan
semakin besar apabila jumlah kepesertaan PPU ditingkatkan. Mengacu UU No
40/2004, UU No 24/2011 jo Perpres No 111/2013, PPU di BU dan BUMN wajib
menjadi peserta BPJS Kesehatan dan paling lambat 1 Januari 2015 harus sudah terdaftar
di BPJS Kesehatan.
Regulasi-regulasi
ini merupakan dasar hukum bagi BPJS Kesehatan untuk meningkatkan kepesertaan
PPU. Namun, regulasi ini tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga jumlah PPU
masih relatif rendah. Penegakan hukum tak berjalan baik sehingga tingkat
kepatuhan BU dan BUMN rendah. Masalah CoB juga berkontribusi pada rendahnya
kepesertaan PPU di BPJS Kesehatan.
Komitmen
meningkatkan kepesertaan PPU oleh direksi BPJS Kesehatan dengan mencocokkan
data PPU di BPJS Ketenagakerjaan sudah pernah tercetus. Direksi BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sudah sepakat menyinergikan proses
pendaftaran kepesertaan untuk meningkatkan kepesertaan di dua BPJS itu
(Kompas, 15/6/2016). Namun, komitmen itu belum dilaksanakan, terlihat dari
jumlah PPU sebesar 10.081.466 orang (30 November 2016) yang hanya meningkat
sedikit jadi 10.127.263 orang (per 28 Februari 2017).
Apabila
komitmen itu direalisasikan dengan penegakan hukum yang baik serta CoB yang
tersosialisasi, paling tidak pada kuartal pertama tahun 2017 ini jumlah
peserta PPU sudah bisa mendekati angka 22,6 juta orang. Ini artinya potensi
iuran yang akan masuk ke BPJS Kesehatan pada tahun 2017 sebesar Rp 27,12
triliun (asumsi rata-rata upah Rp 2 juta per bulan).
Dengan potensi
iuran yang besar ini, tentunya BPJS Kesehatan bisa lebih mudah untuk
membiayai klaim rumah sakit (RS), membayar kapitasi maupun membiayai
operasionalnya. Juga, tentunya, akan lebih mudah lagi untuk membantu pasien
JKN yang mengalami masalah di fasilitas kesehatan.
JKN sebagai tuntutan
Menjadi
peserta program JKN merupakan hak konstitusional semua pekerja/buruh
Indonesia. Namun, masih banyaknya PPU yang belum terdaftar di BPJS Kesehatan
menunjukkan fakta belum semua BU dan BUMN menyadari arti pentingnya JKN bagi
pekerja/buruh dan keluarganya. Rendahnya kesadaran tersebut akibat persepsi
mereka tentang JKN, yaitu sebagai beban biaya yang akan memengaruhi
keuntungan. Seharusnya JKN, beserta jaminan sosial lainnya yang dikelola BPJS
Ketenagakerjaan, bisa dimaknai sebagai investasi sumber daya manusia yang
akan mendorong produktivitas kerja, yang pada akhirnya akan berdampak positif
bagi kemajuan perusahaan dan perekonomian Indonesia secara umum.
Mengingat
pentingnya JKN bagi pekerja/buruh dan keluarganya, permasalahan JKN ini menjadi
salah satu isu sentral yang disampaikan pekerja/buruh kepada pemerintah dan
BPJS Kesehatan dalam memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) tahun
ini. Pemerintah dan BPJS Kesehatan dinilai masih belum mampu menjamin semua
pekerja/buruh ikut program JKN. Pemerintah dan BPJS Kesehatan gagal melakukan
penegakan hukum atas regulasinya sendiri yang notabene mewajibkan semua
pekerja/buruh jadi peserta BPJS Kesehatan.
Tuntutan soal
JKN dalam memperingati May Day adalah hal yang secara substansial sama dengan
tuntutan pekerja/buruh pada tahun 1886, yang meminta delapan jam kerja
sehari. JKN dan delapan jam kerja sehari adalah tuntutan universal sebagai
hak asasi pekerja/buruh di seluruh dunia.
Sudah saatnya
pemerintah dan BPJS Kesehatan bekerja keras memenuhi tuntutan ini agar
pekerja/buruh dan keluarganya jadi lebih sehat dan produktif, hubungan
industrial lebih kondusif, dunia usaha berkembang, dan tentunya pemerintah
serta BPJS Kesehatan tidak lagi pusing memikirkan defisit program JKN yang
tiap tahun terjadi.
Selamat Hari
Buruh Internasional bagi semua pekerja/buruh Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar