Orang
Baik
Samuel Mulia ; Penulis Kolom PARODI Kompas Minggu
|
KOMPAS, 09 April 2017
Hari ini saya bermaksud mengajukan
beberapa pertanyaan kepada Anda sekalian. Apakah menurut orang lain, Anda itu
termasuk orang baik? Yang saya maksud dengan orang lain itu bukan anak, bukan
pasangan, bukan orangtua Anda.
Kalau orang lain sampai menganggap
Anda adalah makhluk yang baik, apakah itu karena Anda memang dikenal baik
oleh mereka atau mereka mendengar dari cerita bahwa Anda orang baik tanpa pernah
membuktikannya?
Ceritanya
Saya mengajukan pertanyaan ini
karena beberapa minggu lalu seorang teman dekat memberikan semacam laporan
bahwa saya ini ternyata sampai sekarang masih dianggap banyak orang sebagai
orang yang tidak baik. Tak lama setelah saya mendengar laporan itu, seorang
teman dekat saya berniat menjodohkan saya bercerita begini.
"Tapi ya, Mas, waktu aku
nyebut namamu, dia langsung bilang enggak ah, Samuel itu, kan, galak dan
enggak baik orangnya." Teman dekat saya itu meyakinkannya bahwa saya itu
sama sekali tidak seperti anggapannya itu. Sayang, usahanya untuk meyakinkan
berakhir dengan gagal total.
Selesai mendengar ceritanya itu,
saya balik bertanya kepada teman dekat saya itu. "Emang teman kamu itu
kenal aku? Kok dia bisa bilang aku ini galak dan enggak baik?" Kemudian
teman saya menjelaskan. "Enggak sih. Dia enggak kenal kamu, dia cuma
tahu kamu. Mungkin dia pernah dengar dari cerita orang-orang lain kalau kamu
kayak gitu."
Setelah kejadian ini berlangsung,
saya jadi berpikir. Kalau saya ini bukan termasuk orang yang bisa disebut
orang baik, mengapa ada beberapa orang yang masih mau berteman bahkan menjadi
teman dekat dengan makhluk hidup seperti saya yang bukan orang baik itu?
Apakah artinya orang-orang yang
mau berteman dengan saya mempunyai kemampuan yang tidak dimiliki orang lain
untuk melihat saya sebagai orang yang banyak kekurangan, tetapi masih
memiliki sisi baik sehingga mereka dapat bertahan berteman bertahun lamanya?
Atau apakah mereka yang bisa
berteman dengan saya ternyata sama tidak baiknya? Sehingga kalau sama-sama
negatif malah jadi positif alias cocok. Sama seperti kata pepatah, burung
dengan bulu yang sama umumnya bertengger bersama.
Buktinya
Atau malah, mereka yang bisa
berteman dengan saya bertahun lamanya itu karena mereka bukan manusia yang
mudah menerima mentah-mentah soal cerita, tetapi memilih untuk melihat bukti
nyata.
Dan setelah mereka membuktikan,
mereka mampu melihat kalau saya ini memiliki dua sisi seperti semua manusia,
dan mereka memilih mengambil sisi baik itu sebagai kekuatan untuk berteman
dengan saya bertahun lamanya.
Atau mereka mau berteman dengan
saya karena buat mereka orang disebut baik itu tidak sama dengan orang yang
sempurna. Bahwa orang yang disebut baik itu bisa berkali-kali jatuh dan
membuat kekesalan, seperti mereka juga mampu jatuh dan membuat kekesalan
berkali-kali.
Mendengar cerita atau membaca, mau
yang didengar atau dibaca itu benar atau tidak, keduanya akan memberikan
informasi atau masukan. Tetapi melihat, mengalami dan mengamati secara
langsung adalah satu cara untuk membuktikan apakah yang didengar atau yang
dibaca itu benar adanya atau tidak benar sama sekali.
Tetapi saya harus mengakui kalau
mendengar cerita apalagi yang sudah dibumbui, entah bumbunya pedas setengah
mati atau manisnya luar biasa, acap kali bisa membangun opini bagi yang
menerimanya. Opini itu adalah bentuk awal penghakiman. Penghakiman yang bisa
jadi melahirkan ketakutan, menghilangkan banyak kesempatan dan menggagalkan
cita-cita.
Tulisan ini tidak untuk
membersihkan saya dari bayangan orang tentang betapa jahatnya saya. Sama
sekali tidak. Saya malah jadi belajar sesuatu dari komentar dua teman saya di
atas, untuk melakukan pencegahan sedini mungkin untuk menjadi manusia yang
hanya percaya melalui jalan mendengar dan membaca, tanpa berniat membuktikan
kebenarannya, dan memercayai yang belum terbukti benar itu sebagai sebuah
kebenaran.
Tiba-tiba nurani saya bertanya
begini. "Kalau setelah pembuktian dilakukan dan kamu menemukan bahwa
benar seseorang itu tidak baik, kamu mau ngapain? Musuhin? Menyebarkan cerita
tidak baik ke mana-mana, atau tetap berteman?"
Saya langsung menjawab.
"Enggak musuhin tapi gak mau dekat-dekat." Nurani saya tampak tak
mau kalah dan kemudian menyindir dengan tajam. "Apalah gunanya kamu
berbuat baik kepada mereka yang berbuat baik kepadamu?" ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar