Perfeksionisme
Studi Banding DPR
Umbu TW Pariangu ; Dosen Fisipol
Universitas Nusa Cendana
|
MEDIA
INDONESIA, 03 Maret 2017
DPR kembali mendapat jatah studi banding ke Jerman dan
Meksiko. Mereka akan melakukan studi banding tentang sistem pemilu, e-voting,
dan peradilan pemilu pada 11-16 Maret mendatang. Tentu anggaran yang
dikucurkan tidaklah sedikit. Padahal, untuk soal penerapan e-voting pemilu,
beberapa daerah sudah melaksanakannya dalam momentum pilkada sebelumnya.
Tinggal dipelajari kelemahan-kelemahannya untuk kemudian diterapkan secara
lebih baik.
Soal anggaran studi banding, bukankah pada akhir 2012
Badan Kehormatan DPR merekomendasikan ke pimpinan DPR untuk memperketat
anggaran kerja ke luar negeri, dan di awal menjabat sebagai Ketua DPR Ade
Komarudin pun sudah melakukan moratorium kunker DPR demi efisiensi anggaran
agar DPR lebih fokus meningkatkan kualitas dan produktivitas regulasi yang
selama ini masih lemah?
Hal ini wajar karena sudah berulang kali rakyat menaruh
curiga terhadap kegiatan DPR ke luar negeri yang ketika pulang dari luar
negeri kerap hanya membawa oleh-oleh belanjaan daripada laporan hasil kerja.
Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), pada 2011 DPR
menelurkan 343 kunker ke luar negeri tapi hanya tiga laporan yang
dipublikasikan dengan beberapa lembar kertas seadanya. Tak mengherankan jika
rakyat yang diwakili berpendapat kunker hanya membuang-buang anggaran di
tengah kondisi rakyat yang masih hidup dalam kesusahan.
Kita masih ingat ketika DPR berkunjung ke Maroko--sebagai
bagian dari aktivitas kerja sama antarparlemen--pada akhir September 2010,
tetapi sesampainya di sana, mereka malah pelesiran ke Spanyol.
Tak hanya itu, di masa reses anggota dewan Mei 2011,
sebanyak 13 anggota Komisi X Bidang Pendidikan, Olahraga, dan Sejarah serta
anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR berangkat ke Inggris. Di sana ternyata
mereka memanfaatkan sisa hari terakhir kunjungan untuk mengunjungi Stadion
Old Trafford, kandang klub sepak bola Manchester United. Ironisnya, kunjungan
tersebut dilakukan setelah terendus bahwa mereka sejatinya tak punya kegiatan
di London.
Masih rendah
Memang DPR bukan 'pabrik undang-undang'. Namun, sebagai
legislator, ada banyak persoalan penting di bangsa ini yang harus
diselesaikan lewat konstruksi regulasi yang bagus, jauh dari kritik, dan
berdampak bagi publik. Pemilu 2019 yang berkualitas, misalnya, sangat
ditentukan regulasi yang baik, dengan kalkulasi dan antisipasi pada
kepentingan politik dan demokrasi yang mampu menyerap segera potensi dan suara
rakyat.
RUU Pemilu yang sedang digeluti saat ini membutuhkan
pergulatan ide yang cerdas dan matang dari DPR sehingga sayang sekali jika
waktu urgen untuk memburu masa penyelesaian RUU tersebut malah dipakai untuk
berpelesir ria.
Ada kalanya kita berpikir kenapa DPR lebih memprioritaskan
nilai kemanfaatan diri/kelompok ketimbang menaikkan kapasitas diri/institusi
untuk mengatrol citra mereka yang sedang turun. Padahal, persoalan kapasitas
DPR kita selalu rendah di mata publik.
Alih-alih bicara produk regulasi, tingkat kehadiran DPR
dalam sidang-sidang penting saja sangat minim. Kalau dibuat rata-rata,
menurut Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), kehadiran
anggota dewan baik di rapat parpurna ataupun komisi tidak sampai 60%.
Dalam 11 dari 12 rapat dalam masa sidang ke-1 2016-2017
periode 16 Agustus -28 Oktober, tingkat kehadiran berada di kisaran 35%-50%.
Tingkat kehadiran tertinggi terjadi pada rapat paripurna ke-18 pada 2
Februari 2016 dengan persentase kehadiran mencapai 63,39%. Tingkat kehadiran
tertinggi di rapat komisi adalah Fraksi NasDem (63%) dan F-PDIP menjadi
fraksi dengan tingkat kehadiran terendah (42%) (www.harianterbit.com
7/6/2016).
Datang dan menghadiri rapat mestinya merupakan kewajiban
politik penyuara aspirasi rakyat (parle) karena di dalam rapat-rapat berbagai
persoalan rakyat dibicarakan, dideliberasi, dan diperjuangkan.
Betapa pentingnya kehadiran dalam rapat DPR, sampai-sampai
musikus Iwan Fals pernah membuat lagu sinisme tentang wakil rakyat. Salah
satu liriknya berbunyi, 'Wakil rakyat seharusnya merakyat, jangan tidur waktu
sidang soal rakyat//wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tahu lagu nyanyian
setuju....'
Perfeksionisme
Tak jarang kita masih menonton ada saja anggota dewan yang
ketika sidang malah asyik menonton blue film atau tidur mendengkur, sesuatu
yang sangat memalukan. Padahal, jika DPR mampu melahirkan kinerja nyata bagi
rakyat, kemudian tidak selalu menjerat diri mereka dengan korupsi serta
pragmatisme, rakyat dengan sendirinya mendukung hal positif apa pun yang
diambil DPR karena sepenuhnya disadari bahwa wajah DPR adalah wajah rakyat
itu sendiri.
Lagi pula di tengah meriangnya situasi politik dan ekonomi
nasional, wakil rakyat mestinya lebih sadar krisis serta bijak mengambil
sikap dan posisi politik, termasuk tidak memperkeruh suasana dengan memancang
hasrat kesenangan sempit sebagai tujuan akhir berpolitik (Bentham, 1987).
Tampaknya kunker hanya bagian dari upaya DPR
mempertahankan struktur 'perfeksionisme' eksistensi diri, yang secara bersamaan
mengurangi gagasan tentang pengembangan karya dan kapasitas diri bahwa sikap
ini telah menjadi tren ego manusia di abad-19 (Gerarld Dworkin 1988:31).
Alangkah sedihnya rakyat karena tukang parle yang dianggap
Plato sebagai sosok berwibawa, bermoral, dan kaya akan gagasan adiluhung,
begitu mudah ditaklukkan sikap-sikap subjektif (memamerkan gaya hidup dan
kesenangan diri serta abai pada keresahan rakyat) atau yang penulis sebut
politik kinclong masa kini.
Mengkritisi kinerja DPR termasuk menyerukan studi banding
disetop bukan karena benci dan mau membatasi kiprah politisi Senayan. Silakan
berkreasi, bekerja inovatif buat rakyat. Namun, semuanya harus dalam koridor
kepatutan publik, tidak terpenjara dalam egoisme politik, supaya nilai
kemaslahatan publik tetap terjaga.
Di era teknologi komunikasi yang kian canggih dewasa ini,
ada banyak cara efektif dan murah yang bisa dilakukan DPR untuk menimba
informasi dari luar negeri seperti menggunakan informasi elektronik, e-mail,
atau telekonference, yang dipasang di tiap ruang komisi untuk jangka waktu
penggunaan yang lama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar