Jihad
Muhammadiyah pada Abad Kedua
Benni Setiawan ; Anggota Majelis Pendidikan Kader Pimpinan
Pusat Muhammadiyah; Peneliti Maarif
Institute for Culture and Humanity
|
SUARA
MERDEKA, 10 Maret 2017
Muhammadiyah di Ambon telah rampung beberapa hari lalu.
Momentum pertemuan pengurus Muhammadiyah nasional di bawah Muktamar itu
menghasilkan sebuah agenda kebangsaan. Agenda itu bernama Resolusi Ambon. Ada
lima poin utama dalam Resolusi Ambon.
Adapun poin kelima berbunyi, ”Pemerintah harus tegas dan
percaya diri melaksanakan kebijakan ekonomi yang pro rakyat kecil, menegakkan
hukum dengan seadil-adilnya, mengelola sumberdaya alam dengan berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menata sistem kepartaian yang lebih
aspiratif terhadap masyarakat, mencegah dominasi kelompok tertentu yang
dengan kekuatan politik, finansial, dan jaringan mendikte praktik
penyelenggaraan negara.
”Negara tidak boleh takluk oleh kekuatan pemodal asing
ataupun dalam negeri yang memecah belah dan memorakporandakan tatanan negara
demi melanggengkan kekuasaannya. Untuk itu, Pemerintah harus mendorong
masyarakat madani berperan lebih luas sebagai kelompok kritis, penyeimbang,
dan kontrol atas jalannya pemerintahan dan mitra strategis dalam memperkuat
kedaulatan negara dan mewujudkan keadilan sosial”.
Kritik dan Harapan
Pernyataan tersebut merupakan kritik sekaligus harapan
Muhammadiyah kepada pemerintah. Melalui hal itu Muhammadiyah juga ingin terus
berkontribusi kepada kebangsaan yang beradab. Ancangan di atas setidaknya
merupakan refleksi kritis Muhammadiyah terhadap kondisi kekinian. Kondisi di
mana rakyat kecil semakin kerdil karena ketimpangan sistem ekonomi dan
politik. Ketimpangan itu semakin tampak saat kekayaan empat orang terkaya di
Indonesia sama dengan kekayaan 100 juta penduduk di Indonesia.
Data tersebut menjadi bukti betapa kedaulatan masih di
tangan orang-orang kaya. Ironisnya, mereka mampu menyetir bangsa dan negara.
Orang-orang kaya itu semakin abai terhadap kondisi rakyat Indonesia. Dengan
demikian, kedaulatan bangsa tidak lagi di tangan rakyat. Namun, di tangan
orang-orang kaya. Oleh karena itu pemerintah perlu berani keluar dari jebakan
kekuatan ekonomi yang melumpuhkan itu.
Pemerintah perlu berdikari(meminjam istilah Soekarno)
dalam proses kebangsaan dan kenegaraan. Saat bangsa dan negara tersandera
oleh kepentingan pemilik modal, maka kebangkrutan bangsa akan cepat datang.
Kekuatan ekonomi perlu ”dibagií agar tidak berada di segelintir orang.
Pasalnya, saat kekayaan hanya beredar di beberapa orang, maka cita-cita
Undang- Undang Dasar 1945 akan hilang.
UUD mengamanatkan agar kehidupan berjalan seiring dan
berkeadilan sosial. Bagaimana mau berjalan seiring saat semua aspek kehidupan
dikuasai oleh beberapa ”pembesar”? Bagaimana rakyat mau menikmati hasil
kemakmuran bangsa saat hampir seluruh hajat hidup orang banyak di tangan para
pemilik modal?
Bagaimana menahan riak protes saat semua suara kritis
terbungkam oleh kamuflase media yang melenakan? Kebangsaan perlu bangun dari
tidur lelap. Bangsa Indonesia perlu menyadari bangsa Republik tercipta bukan
sekadar memenuhi dahaga kuasa beberapa orang. Bangsa dan negara ini berdiri
dan tegak karena rakyat turut serta dalam proses pembangunan.
Mereka mendapatkan kemakmuran atas jerih payah dan pewaris
utama kekayaan republik yang melimpah. Maka dari itu, saat semua menyadari
kondisi kebangsaan, mereka perlu gumregah (bangkit). Pemimpin negeri perlu
disadarkan bahwa kedaulatan dan keadilan belum mewujud hingga saat ini.
Padahal hal tersebut merupakan amanat Pancasila dan UUD 1945. Pemimpin
nasional harus berani mengatakan tidak dan berani berdiri sama tinggi duduk
sama rendah kepada ”mereka”. Pemerintah tidak boleh takut kepada siapa saja
yang ingin menguasai Republik dengan cara-cara nista.
Republik Indonesia terlalu mahal jika hanya sekadar
digadaikan kepada para cukong. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri di
atas peluh dan darah para pejuang yang menginginkan kemakmuran, kedaulatan,
dan keadilan tegak. Bangsa dan Negara ini tegak karena perjuangan yang tak
kenal lelah dari para pendahulu. Menilik kondisi tersebut, Muhammadiyah ingin
mengingatkan pemerintah melalui Resolusi Ambon. Resolusi Ambon merupakan
catatan, sumbangsih, dan juga keprihatian Muhammadiyah.
Muhammadiyah yang usianya lebih tua dibandingkan umur
Republik terpanggil untuk tetap menjaga perahu Nusantara. Muhammadiyah tidak
rela jika kapal besar ini karam karena pemerintah abai terhadap ekonomi,
politik, dan sistem hukum yang timpang. Sebagai ormas besar di Indonesia
Muhammadiyah merasa terpanggil untuk menjaga dan membangun kedaulatan
Republik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar