NKRI
Bagi NU dan Muhammadiyah
Asmadji AS Muchtar ;
Wakil Rektor III Universitas Sains
Alquran Wonosobo,
Jawa Tengah
|
KORAN
SINDO, 02
Februari 2017
Jika
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) boleh ditamsilkan sebagai Burung
Garuda, NU dan Muhammadiyah bagaikan sepasang sayapnya. Keduanya memiliki
posisi masing-masing. Keduanya bisa bertemu, tapi tak bisa bersatu karena
bersatu bagi keduanya justru akan membuat sang burung tidak bisa terbang.
Tamsil diatas layak dipopulerkan, ketika NKRI sedang diwarnai gejolak dari
aksi-aksi tertentu, seperti sekarang. Artinya, selama NU dan Muhammadiyah
tetap menjadi bagian penting yang mendukung keutuhan dan keselamatan NKRI,
selama itu pula NKRI akan tetap kokoh.
Jika
misalnya ada ormas lain dengan jumlah anggota 1 juta jiwa yang hendak
menghancurkan NKRI, itu bisa dianggap hanya isapan jempol belaka. Sebab,
kekuatan ormas tersebut hanya sekitar 0,5% dari jumlah penduduk NKRI atau
sekian persen dari kekuatan NU dan Muhammadiyah. Dengan melihat fakta di
atas, sulit dibayangkan betapa gaduhnya Jakarta dan semua kota di negeri ini
jika misalnya NU atau Muhammadiyah menggelar aksi unjuk rasa dengan
mengerahkan semua anggotanya yang berjumlah puluhan juta jiwa.
Karena
itu, tampaknya keduanya tidak akan menggelar aksi unjuk rasa dengan
mengerahkan semua anggotanya. Bagi NU dan Muhammadiyah, tidak pantas lagi
pamer kekuatan sebagai ormas, dengan menggelar aksi unjuk rasa. Semua orang
sudah tahu betapa kekuatan keduanya sangat besar di negeri ini. Hanya orang
yang tidak mau dan tidak mampu melihat kenyataan saja yang tidak mengetahui
kekuatan keduanya sebagai ormas terbesar di negeri ini.
Selain
itu, hanya orang yang tidak mau dan tidak mampu melihat sejarah saja yang
bisa meremehkan kontribusi NU dan Muhammadiyah dalam mendirikan dan membangun
NKRI, juga mengembangkan Islam hingga menjadi agama yang dipeluk mayoritas
warga negara ini. Dalam hal ini, andai NU dan Muhammadiyah samasama punya
kehendak mendirikan Negara Islam Indonesia misalnya mungkin sudah terlaksana
sebelum negara ini merdeka karena pada saat itu dua ormas tersebut memang
sudah ada dan sudah besar.
Namun,
faktanya, NU dan Muhammadiyah sepakat bersama sejumlah pihak untuk mendirikan
NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam hal ini, keduanya samasama
bertanggung jawab terhadap kelahiran NKRI dan menjaganya serta membesarkannya
agar tidak hancur dalam waktu yang tidak terbatas. Artinya, jajaran pengurus
NU dan Muhammadiyah serta seluruh anggotanya bisa saja bergantiganti orang
atau mengalami regenerasi, namun faktanya keduanya tetap bertanggung jawab
menjaga dan membesarkan NKRI secara utuh. Ada fakta lain yang layak dibeberkan.
Dalam
rangka bertanggung jawab terhadap kelahiran NKRI dan menjaganya agar tetap
utuh, NU dan Muhammadiyah memilih ladang garapan untuk mengembangkan Islam di
negeri ini dengan serius berlomba-lomba di bidang pendidikan, kesehatan,
ekonomi, dan sosial budaya. Keduanya sama-sama menolak untuk berubah menjadi
partai politik, namun mempersilakan anggotanya yang hendak berpolitik untuk
berpolitik sesuai dengan pilihan pribadi masing-masing.
Karena
itu, Islam yang dikembangkan NU dan Muhammadiyah adalah Islam Nusantara dan
Islam yang Berkemajuan. Wajah Islam Nusantara dan Islam yang Berkemajuan
sama-sama dianggap moderat oleh banyak pihak atau sama-sama menjunjung tinggi
toleransi. Faktanya, keduanya sama-sama menolak sikap dan perilaku
intoleransi. Bagi NU dan Muhammadiyah, NKRI juga sering ditamsilkan sebagai
rumah milik bersama yang tak perlu dibagi-bagi seperti harta warisan.
Karena
itu, jika faktanya ada pihak lain yang juga mengaku berhak memiliki
Indonesia, pengakuan tersebut akan dihormati, selama tidak dimaksudkan untuk
membagibagi NKRI. Pada titik ini, NU dan Muhammadiyah pasti akan menolak
segala upaya yang bertujuan membagi-bagi NKRI menjadi beberapa bagian alias
tidak lagi utuh sebagai rumah milik bersama karena hal itu sama dengan menghancurkan
NKRI.
Dengan
kata lain, bagi NU dan Muhammadiyah, NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
adalah final. Hal ini selalu layak untuk diungkapkan lagi walaupun sebetulnya
sudah klise alias semua pihak sudah mengerti. Dalam hal ini, andai NU dan
Muhammadiyah memiliki kehendak untuk mengubah hal yang sudah klise tersebut,
dengan menggelar aksi unjuk rasa misalnya, pasti akan sangat gaduh sehingga
menimbulkan kepanikan yang luar biasa.
Sekarang,
tidak ada pihak yang bisa meragukan kekuatan NU dan Muhammadiyah sebagai
ormas terbesar di Indonesia untuk bisa membangun atau menghancurkan NKRI,
kecuali mereka yang tidak mau belajar sejarah dan menerima kenyataan. Karena
itu, jika NU dan Muhammadiyah sejauh ini tampak diam saja melihat gejolak
yang ada (yang dibuat oleh pihak-pihak lain), tentu karena menganggap gejolak
tersebut tidak membahayakan NKRI, dan masih bisa diatasi oleh aparat negara.
Suatu
saat nanti, jika misalnya ada pihak lain yang kembali membuat gejolak yang
dianggap bisa membahayakan NKRI, mungkin NU dan Muhammadiyah yang akan
menghadapinya. Pada titik ini, konflik horizontal mungkin tidak akan
terhindarkan, tapi yang pasti kekuatan besar tentu dengan mudah akan menang
melawan kekuatan yang jauh lebih kecil. Karena itu, untuk mencegah terjadi
konflik horizontal, NU dan Muhammadiyah perlu segera duduk bersama dengan
pemerintah untuk menolak setiap gejolak yang jika dibiarkan saja berpotensi
merusak kedamaian dan kenyamanan suasana dalam rumah milik bersama yang
disebut sebagai NKRI.
Lebih
konkretnya, NU dan Muhammadiyah perlu secara resmi menyatakan mendukung
pemerintah untuk melarang aksi-aksi massa dalam jumlah besar yang nyata-nyata
bikin gaduh dan ketegangan alias merusak ketertiban karena ketertiban sangat
penting bagi semua pihak untuk mengelola pendidikan, kesehatan, ekonomi,
sosial budaya, dan sebagainya, demi mewujudkan kesejahteraan bangsa dan
negara dalam arti luas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar