Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional dengan Konsep Pangan
Fungsional
Haryo Bimo Setiarto ;
Peneliti Mikrobiologi Pangan
Pusat Penelitian Biologi LIPI
|
MEDIA INDONESIA,
10 Mei 2016
DALAM
Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan
sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tecermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata,
terjangkau, dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Ketahanan pangan
merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi,
dan konsumsi.
Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan
untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas,
kualitas, keragaman, maupun keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi
mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin seluruh
rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup
sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Subsistem konsumsi berfungsi
mengarahkan pola pemanfaatan pangan secara nasional agar memenuhi kaidah
mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan, dan kehalalannya.
Berdasarkan
definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No 7 Tahun 1996, ada
empat komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan,
yaitu 1) Kecukupan ketersediaan pangan, 2) Stabilitas ketersediaan pangan
tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, 3) Aksesibilitas
dan keterjangkauan terhadap pangan, serta 4) Kualitas keamanan pangan.
Permasalahan saat ini
Berdasarkan
hasil penelitian pada 2016 itu dari Organisasi Pangan Dunia (FAO), sebanyak
19,4 juta penduduk Indonesia diperkirakan masih mengalami kelaparan. Penyebab
utamanya ialah kemiskinan dan kelangkaan bahan makanan pokok. Masih banyak
penduduk Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka,
khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Papua, NTT, dan Maluku.
Jumlah persentase penduduk Indonesia yang kelaparan turun dari 19,7% di
1990-1992 menjadi hanya 7,9% di 2014-2016. Pertumbuhan ekonomi yang pesat
membantu Indonesia menurunkan angka kelaparan. Namun, meskipun telah berhasil
menurunkan angka kelaparan hingga 50%, Indonesia masih dinilai lambat dalam
mengurangi jumlah penduduk yang kekurangan gizi, khususnya anak-anak di bawah
usia 5 tahun. Dari data terakhir, hampir 37% balita di Indonesia menderita
stunting atau terhambat pertumbuhannya karena kekurangan gizi. Saat ini
tercatat sebanyak 7,6 juta balita di Indonesia menderita stunting atau
terhambat pertumbuhannya akibat kekurangan gizi kronis berdasarkan data dari Millennium Challenge Account Indonesia.
Kondisi itu dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di
masa depan.
Faktor
ekonomi dan pendidikan menjadi penyebab tingginya angka balita stunting di
Indonesia, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia. Dengan melihat
kondisi itu, semua pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat dituntut
untuk terus berupaya menghapus kelaparan dan kekurangan gizi dengan melakukan
pemberdayaan ekonomi guna meningkatkan produksi pangan dan memastikan
masyarakat memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang bergizi.
Solusi peningkatan
ketahanan pangan
Pangan
fungsional ialah pangan yang dapat menguntungkan salah satu atau lebih dari
target fungsi-fungsi dalam tubuh seperti halnya nutrisi yang dapat memperkuat
mekanisme pertahanan tubuh dan menurunkan risiko dari suatu penyakit. Di
banyak negara, konsep pangan fungsional telah berkembang sangat pesat. Hal
tersebut dilandasi beberapa alasan, yaitu (i) meningkatnya kesadaran akan
pentingnya makanan dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit, (ii) tuntutan
konsumen akan adanya makanan yang memiliki sifat lebih, yaitu memiliki kandungan
ingridient fungsional, (iii) pengalaman masyarakat mengenai alternative
medicine, (iv) studi epidemiologi mengenai prevalensi penyakit tertentu yang
ternyata dipengaruhi kebiasaan makan dan bahan yang dimakan suatu populasi.
Produk
makanan dan susu bayi dan balita saat ini telah banyak yang diperkaya dengan
prebiotik untuk lebih meningkatkan kualitas nutrisi dan menjaga kesehatan
bayi dan balita.
Pengembangan
pangan fungsional di suatu negara tidak saja menguntungkan bagi konsumen
karena manfaat yang dapat diambil, tetapi juga merupakan peluang bagi
industri pangan dan kentungan bagi pemerintah. Kemampuan untuk memberikan
keuntungan bagi konsumen merupakan satu faktor krusial dalam pengembangan
pangan fungsional.
Perkembangan dan pemasaran bahan pangan fungsional sangat
menjanjikan. Bagi industri pangan, permintaan yang tinggi akan bahan pangan
fungsional berarti sebuah peluang untuk meningkatkan keuntungan dengan
melakukan inovasi pengembangan produk dan formulasi makanan sesuai dengan
permintaan pasar. Beragamnya masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat juga
berarti semakin luas segmen pasar dengan kebutuhan pangan fungsional
tertentu.
Beberapa hasil penelitian terbaru tentang produk pangan fungsional
yang layak dikembangkan di antaranya susu formula bayi dan balita yang
dilengkapi dengan prebiotik seperti FOS, GOS, dan inulin. Di samping itu, ada
juga produk pangan fungsional lain seperti yoghurt sinbiotik dan tepung
umbi-umbian kaya pati resisten. Bahan pangan fungsional berbasis tepung
umbi-umbian kaya pati resisten dapat diolah menjadi produk olahan berupa kue
kering, cake, cookies, mi, dan roti tawar.
Tepung
umbi-umbian kaya pati resisten dapat digunakan sebagai substitusi tepung
terigu karena memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga dapat menurunkan
glukosa darah dan aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Manfaat lain dari
tepung umbi-umbian kaya pati resisten ialah peranannya sebagai sumber
prebiotik untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan.
Aneka produk pangan
fungsional tersebut dapat digunakan pihak industri untuk pengembangan pangan
fungsional. Pemerintah juga diuntungkan pengembangan pangan fungsional.
Setidaknya ada tiga komponen yang menjadi keuntungan bagi pemerintah, yaitu
(a) kesempatan kerja dengan berkembangnya industri makanan fungsional, (b)
pengurangan biaya pemeliharaan kesehatan masyarakat, dan (c) peningkatan
pendapatan (pajak) dari industri pangan fungsional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar