PR Besar Dirjen Pajak Baru
Irwan Wisanggeni ; Dosen
Trisakti School of Management
|
KOMPAS, 17 Maret
2016
Menteri Keuangan
Bambang PS Brodjonegoro telah menetapkan Ken Dwijugiaesteadi sebagai Direktur
Jenderal Pajak secara tetap atau definitif dan resmi per 1 Maret 2016 Dirjen
Pajak yang baru dilantik. Setelah dilantik, Dirjen Pajak baru melakukan
terobosan dengan melakukan restrukturisasi dengan membuat dua unit baru,
Direktorat Perpajakan Internasional dan Direktorat Intelijen Perpajakan.
Tujuan dibentuk unit baru Direktorat Perpajakan Internasional ini untuk terus
melakukan pencegahan dan penanganan sengketa perpajakan internasional,
seperti mutual agreement procedures
dan advance pricing agreement.
Sementara Direktorat
Intelijen Perpajakan berkonsentrasi menjadi intelijen dalam mengamankan
penerimaan negara dan penegakan hukum. Gerakan Dirjen Pajak yang baru ini
memberikan dorongan kuat untuk dapat membenahi persoalan perpajakan yang ada
pada saat ini.
Dirjen Pajak merupakan
posisi yang sangat strategis mengingat karena 70 persen pendapatan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dibebankan kepada satu lembaga, yakni
Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Target penerimaan pajak tahun 2016 sangat
besar , yaitu sekitar Rp 1.368 triliun,
sehingga banyak para pengamat perpajakan menilai angka ini tidak
realistis dan dapat direvisi menjadi Rp 1.260 triliun.
Untuk mencapai target
penerimaan pajak, beberapa pekerjaan rumah (PR) yang akan diperjuangkan
Dirjen Pajak baru, misalnya RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU
KUP) dan RUU Pengampunan Pajak (tax
amnesty) sedang menunggu pengesahan dari DPR. Pengampunan pajak
menjadi kata kunci dalam mengumpulkan penerimaan negara dari sektor pajak di
tahun 2016 ini.
Program pengampunan pajak
berguna pula untuk penerimaan pajak jangka panjang karena pengampunan pajak
akan melahirkan basis data wajib pajak yang menjadi acuan Dirjen Pajak dalam
melakukan pemungutan pajak ke depan. PR lain Dirjen Pajak baru adalah
memperluas basis pajak mengingat
potensi pajak yang belum tergali masih sangatlah besar.
Evaluasi
Dirjen Pajak baru
perlu melakukan evaluasi dari tahun ke tahun sehubungan dengan penyebab dari
tidak tercapainya penerimaan pajak. Berdasarkan data yang ada dari tahun 2008
sampai dengan 2015, hanya tahun 2008 target penerimaan pajak melampau target
yang dicanangkan, yaitu 113,6 persen.
Tahun 2009 mencapai
94,26 persen, tahun 2010 mencapai 99,33 persen, tahun 2011 mencapai 97,28
persen, tahun 2012 mencapai 94,38 persen, tahun 2013 mencapai 92,07 persen,
tahun 2014 mencapai 91,56 persen, dan tahun 2015 mencapai 81,5 persen. Semua
dihitung dari target penerimaan pajak setiap tahunnya.
Penyebab penerimaan
pajak melampaui target pada 2008 adalah tahun 2008 merupakan tahun
pengampunan pajak yang pada saat itu populer dengan nama sunset policy dan
kebijakan itu berjalan sukses. Penulis ingat pada saat itu pengampunan pajak
berjalan mulus karena payung hukum dari program sunset policy kuat dituangkan
dalam bentuk Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pasal 37A, yang
intinya menggariskan segala bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan
berupa bunga.
Saat itu, pelaksanaan
program sunset policy tak berbelit-belit, wajib pajak cukup hanya membetulkan
surat pemberitahuan tahunan (SPT) dan membayar kurang bayarnya sesuai kondisi
wajib pajak, angka kurang bayarnya masuk akal, sesuai tarif pajak yang
berlaku saat itu.
Sehubungan dengan
program pengampunan pajak nasional. Dirjen Pajak yang baru perlu membuat
payung hukum yang kuat dan pelaksananya tidak membuat rumit wajib pajak atau
tidak berbelit-belit. Jika mencontoh sunset policy tahun 2008, sangat
diyakini program pengampunan pajak dapat berjalan baik dan menambah secara
signifikan penerimaan negara dari sektor pajak. Program pengampunan pajak
nasional seyogianya terus dilanjutkan mengingat besarnya manfaat dibanding
mudaratnya.
Selain itu, Dirjen
Pajak yang baru perlu terus melakukan gerakan
proaktif penarikan piutang pajak dan gencar melakukan sosialisasi
jenis-jenis insentif pajak, misalnya insentif revaluasi aktiva tetap yang
masih berjalan sampai dengan tahun 2016
atau jenis insentif pajak lainnya.
Pemerintah dan DPR
perlu mendukung Dirjen Pajak dalam melakukan aktivitasnya, dengan menyetujui
undang-undang yang pro penerimaan pajak tetapi tidak membebani dan menekan rakyat dengan berat. Tanpa
dukungan dari pihak-pihak tersebut, rasanya sulit bagi Dirjen Pajak untuk
memenuhi target penerimaan pajak 2016. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar