Senin, 18 Januari 2016

Optimisme

Optimisme

Agustine Dwiputri  ;   Penulis Kolom “PSIKOLOGI’ Kompas Minggu
                                                       KOMPAS, 17 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pengertian optimisme dari kamus Merriam-Webster adalah perasaan atau keyakinan bahwa hal-hal baik akan terjadi di masa depan, dan yang kita harapkan akan terjadi. Dalam kehidupan, penggunaan istilah optimisme tidaklah sesederhana. Ada kesalahpahaman yang perlu diluruskan sehingga seorang yang disebut optimistis akan memperoleh manfaat dan kebahagiaan.

Dapatkah kita membenarkan jika seseorang yang akan memperbaiki genteng pecah di rumahnya, hanya menaiki tangga untuk mencapai atap tanpa menggunakan tali pengaman di tubuhnya, dan ketika diperingatkan menjawab, ”Saya optimis saja?”

Rasanya itu bukan optimisme, melainkan sesuatu tindakan yang nekat atau sembarangan. Optimisme merupakan hal yang baik untuk berbagai hal, tetapi pasti tidak akan memberi kesempatan seseorang untuk celaka, karena itu yang dilakukan orang tersebut adalah suatu optimisme yang irasional.
Shawn Achor (2011) mengartikan optimisme rasional sebagai ”penilaian yang realistis mengenai saat ini, dengan tetap mempertahankan keyakinan bahwa perilaku kita akhirnya akan menciptakan realitas yang lebih baik”. Dijelaskan adanya beberapa kesalahpahaman mendasar tentang peran optimisme.

Pertama, sebagai seorang yang disebut optimis, sebaiknya tidak menjadikan suatu penghinaan padanya. Kita berusaha untuk mengatakan bahwa seseorang memiliki pandangan menyesatkan tentang realitas, yang didasarkan hanya pada keinginan, bukan bagaimana hal-hal sebenarnya.
Optimisme irasional akan menyebabkan penggelembungan keuangan, contohnya mengapa kita membeli rumah yang sebenarnya tidak mampu kita bayar, atau mengapa kita terlalu cepat menyatakan bahwa pekerjaan sudah selesai, padahal sama sekali belum dimulai.

Seorang optimistis irasional sesungguhnya mencoba untuk menutupi kondisi saat ini, tetapi tetap membuat keputusan untuk masa depan. Ada pula orang-orang yang menjengkelkan. Orang itu berbicara tentang betapa hebatnya keuntungan perusahaan, sementara banyak pegawai yang dipecat, atau orang yang mengatakan ”Tenang saja” ketika ia muncul satu jam terlambat untuk menjemput Anda di bandara. Orang seperti itu sebenarnya melecehkan arti sesungguhnya dari optimisme.

Kedua, ”Saya bukan pesimis atau optimis, saya seorang realis" adalah pernyataan yang tidak masuk akal. Orang yang optimistis dan pesimistis sama-sama bisa membuat penilaian yang realistis saat ini. Perbedaannya adalah bagaimana mereka kemudian berurusan dengan realitas yang mereka persepsikan.

Menurut peneliti seperti Martin Seligman, pesimistis melihat masalah sebagai permanen dan menetap. Sementara orang yang optimistis melihat masalah, mempersepsikannya sebagai lokal dan sementara. Dengan kata lain, masalahnya adalah hanya satu bagian dari realitas, dan ada banyak hal baik lainnya terjadi di ranah lain dari kehidupan kita. Jika kita terus meyakini berbagai hal berkaitan dengan perilaku kita, kita juga yakin bahwa masalah ini pasti akan berlalu.

Ketiga, adanya ide bahwa ”bagus juga memiliki pesimisme, jadi kita tahu apa masalahnya”. Ini juga salah. Kita perlu ingat, baik optimistis maupun pesimistis sama-sama melihat adanya suatu permasalahan, hanya ada perbedaan pendapat tentang apakah hal itu dapat ditangani atau tidak. Hanya optimistis yang irasional biasanya mengabaikan masalah dan berpikir bahwa realitas tidak berkaitan dengan masa depan. Optimistis yang rasional tetap melihat masalah, tetapi berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu untuk hal tersebut.

Ada beberapa orang yang telah keliru menjadi optimistis irasional karena meyakini bahwa pola pikir adalah yang terpenting. Optimistis rasional meyakini hal-hal yang berkaitan dengan pola pikir, tetapi mereka juga mengakui bahwa realitas merupakan bagian dari formula. Anda harus mengubah realitas, tidak hanya berharap hal tertentu akan berlalu dengan sendirinya.

Pesimisme menyebabkan kelumpuhan. Optimisme irasional menyebabkan delusi. Hanya optimisme rasional yang memungkinkan kita untuk secara aktif menghadapi ketidakadilan dan penyakit dalam masyarakat. Optimistis rasional dapat memahami kesulitan dalam mengobati kanker payudara atau mengakui adanya ketidakadilan dalam sistem pendidikan kita, tetapi mereka juga percaya bahwa obat atau terapi dapat ditemukan untuk kesembuhan, atau terus bekerja untuk menciptakan sistem yang lebih baik.

Membahagiakan

Leanne Beattie, seorang penulis di bidang kesehatan dan kebugaran, menguraikan optimisme yang lebih memberi manfaat bagi kehidupan. Ia menuliskan bahwa optimisme berasal dari kata Latin, optimus, yang berarti ’terbaik’, yang menjelaskan bagaimana seorang yang optimistis selalu mencari yang terbaik dalam situasi apa pun dan mengharapkan hal-hal baik akan terjadi.

Optimisme adalah kecenderungan untuk meyakini, mengharapkan, atau berharap bahwa banyak hal akan berubah menjadi baik. Jika sesuatu yang buruk terjadi, seperti kehilangan pekerjaan, seorang optimis dapat melihat adanya peluang. Misalnya, mendapatkan PHK adalah katalis yang memungkinkan saya untuk memulai bisnis saya sendiri. Begitu saya mengemasi kantor saya, pikiran saya sudah berputar dengan berbagai kemungkinan ke depan. Tanpa dorongan itu, saya mungkin tidak pernah membuat lompatan untuk berwirausaha. Kehilangan pekerjaan ternyata merupakan hal yang baik.

Menjadi optimistis atau pesimistis bermuara pada cara Anda berbicara pada diri sendiri. Optimistis percaya bahwa tindakan mereka sendiri menghasilkan hal-hal positif yang terjadi, bahwa mereka bertanggung jawab untuk kebahagiaan mereka dan mereka dapat mengharapkan hal-hal yang lebih baik untuk terjadi di masa depan. Seorang yang optimistis tidak menyalahkan diri sendiri ketika hal-hal buruk terjadi. Mereka melihat kejadian buruk sebagai hasil dari sesuatu di luar diri mereka sendiri. Ia tidak menyalahkan diri karena kehilangan pekerjaan, tetapi melihatnya sebagai keputusan bisnis yang tidak ada hubungannya dengan pribadinya.

Sementara orang yang pesimistis berpikir sebaliknya. Mereka menyalahkan diri sendiri untuk hal-hal buruk yang terjadi dalam hidup mereka dan berpikir bahwa satu kesalahan berarti pasti akan datang kesulitan lainnya. Pesimistis melihat peristiwa positif sebagai anak panah yang berada di luar kendali, tanda keberuntungan yang mungkin tidak akan terjadi lagi.

Karena proses berpikir mereka, optimistis memiliki masa depan yang lebih cerah. Sebuah keadaan atau peristiwa buruk dihadapi dengan tenang, dipandang sebagai kemunduran yang bersifat sementara, bukan suatu cara hidup yang permanen. Bahkan jika sesuatu yang buruk terjadi hari ini, seorang pemikir positif percaya bahwa hal-hal baik akan datang lagi di masa depan.

Seorang yang optimistis cenderung untuk berbagi beberapa karakteristik positif lain yang meningkatkan kebahagiaan secara keseluruhan dan meningkatkan kesehatan, sekaligus mengurangi depresi dan stres kronis; seperti merenungkan dan menekankan hal-hal baik dalam hidup, berterima kasih dan bersyukur untuk semua berkat yang mereka peroleh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar