Optimisme
Agustine Dwiputri ; Penulis Kolom “PSIKOLOGI’ Kompas Minggu
|
KOMPAS,
17 Januari 2016
Pengertian optimisme dari kamus
Merriam-Webster adalah perasaan atau keyakinan bahwa hal-hal baik akan
terjadi di masa depan, dan yang kita harapkan akan terjadi. Dalam kehidupan,
penggunaan istilah optimisme tidaklah sesederhana. Ada kesalahpahaman yang
perlu diluruskan sehingga seorang yang disebut optimistis akan memperoleh
manfaat dan kebahagiaan.
Dapatkah kita membenarkan jika seseorang yang
akan memperbaiki genteng pecah di rumahnya, hanya menaiki tangga untuk
mencapai atap tanpa menggunakan tali pengaman di tubuhnya, dan ketika
diperingatkan menjawab, ”Saya optimis saja?”
Rasanya itu bukan optimisme, melainkan sesuatu
tindakan yang nekat atau sembarangan. Optimisme merupakan hal yang baik untuk
berbagai hal, tetapi pasti tidak akan memberi kesempatan seseorang untuk
celaka, karena itu yang dilakukan orang tersebut adalah suatu optimisme yang
irasional.
Shawn Achor (2011) mengartikan optimisme
rasional sebagai ”penilaian yang realistis mengenai saat ini, dengan tetap
mempertahankan keyakinan bahwa perilaku kita akhirnya akan menciptakan
realitas yang lebih baik”. Dijelaskan adanya beberapa kesalahpahaman mendasar
tentang peran optimisme.
Pertama, sebagai seorang yang disebut optimis,
sebaiknya tidak menjadikan suatu penghinaan padanya. Kita berusaha untuk
mengatakan bahwa seseorang memiliki pandangan menyesatkan tentang realitas,
yang didasarkan hanya pada keinginan, bukan bagaimana hal-hal sebenarnya.
Optimisme irasional akan menyebabkan
penggelembungan keuangan, contohnya mengapa kita membeli rumah yang
sebenarnya tidak mampu kita bayar, atau mengapa kita terlalu cepat menyatakan
bahwa pekerjaan sudah selesai, padahal sama sekali belum dimulai.
Seorang optimistis irasional sesungguhnya
mencoba untuk menutupi kondisi saat ini, tetapi tetap membuat keputusan untuk
masa depan. Ada pula orang-orang yang menjengkelkan. Orang itu berbicara
tentang betapa hebatnya keuntungan perusahaan, sementara banyak pegawai yang
dipecat, atau orang yang mengatakan ”Tenang saja” ketika ia muncul satu jam
terlambat untuk menjemput Anda di bandara. Orang seperti itu sebenarnya
melecehkan arti sesungguhnya dari optimisme.
Kedua, ”Saya bukan pesimis atau optimis, saya
seorang realis" adalah pernyataan yang tidak masuk akal. Orang yang
optimistis dan pesimistis sama-sama bisa membuat penilaian yang realistis
saat ini. Perbedaannya adalah bagaimana mereka kemudian berurusan dengan
realitas yang mereka persepsikan.
Menurut peneliti seperti Martin Seligman,
pesimistis melihat masalah sebagai permanen dan menetap. Sementara orang yang
optimistis melihat masalah, mempersepsikannya sebagai lokal dan sementara.
Dengan kata lain, masalahnya adalah hanya satu bagian dari realitas, dan ada
banyak hal baik lainnya terjadi di ranah lain dari kehidupan kita. Jika kita
terus meyakini berbagai hal berkaitan dengan perilaku kita, kita juga yakin
bahwa masalah ini pasti akan berlalu.
Ketiga, adanya ide bahwa ”bagus juga memiliki
pesimisme, jadi kita tahu apa masalahnya”. Ini juga salah. Kita perlu ingat,
baik optimistis maupun pesimistis sama-sama melihat adanya suatu
permasalahan, hanya ada perbedaan pendapat tentang apakah hal itu dapat
ditangani atau tidak. Hanya optimistis yang irasional biasanya mengabaikan
masalah dan berpikir bahwa realitas tidak berkaitan dengan masa depan.
Optimistis yang rasional tetap melihat masalah, tetapi berpikir bahwa mereka
bisa melakukan sesuatu untuk hal tersebut.
Ada beberapa orang yang telah keliru menjadi
optimistis irasional karena meyakini bahwa pola pikir adalah yang terpenting.
Optimistis rasional meyakini hal-hal yang berkaitan dengan pola pikir, tetapi
mereka juga mengakui bahwa realitas merupakan bagian dari formula. Anda harus
mengubah realitas, tidak hanya berharap hal tertentu akan berlalu dengan
sendirinya.
Pesimisme menyebabkan kelumpuhan. Optimisme
irasional menyebabkan delusi. Hanya optimisme rasional yang memungkinkan kita
untuk secara aktif menghadapi ketidakadilan dan penyakit dalam masyarakat.
Optimistis rasional dapat memahami kesulitan dalam mengobati kanker payudara
atau mengakui adanya ketidakadilan dalam sistem pendidikan kita, tetapi
mereka juga percaya bahwa obat atau terapi dapat ditemukan untuk kesembuhan,
atau terus bekerja untuk menciptakan sistem yang lebih baik.
Membahagiakan
Leanne Beattie, seorang penulis di bidang
kesehatan dan kebugaran, menguraikan optimisme yang lebih memberi manfaat
bagi kehidupan. Ia menuliskan bahwa optimisme berasal dari kata Latin, optimus, yang berarti ’terbaik’, yang menjelaskan
bagaimana seorang yang optimistis selalu mencari yang terbaik dalam situasi
apa pun dan mengharapkan hal-hal baik akan terjadi.
Optimisme adalah kecenderungan untuk meyakini,
mengharapkan, atau berharap bahwa banyak hal akan berubah menjadi baik. Jika
sesuatu yang buruk terjadi, seperti kehilangan pekerjaan, seorang optimis
dapat melihat adanya peluang. Misalnya, mendapatkan PHK adalah katalis yang
memungkinkan saya untuk memulai bisnis saya sendiri. Begitu saya mengemasi
kantor saya, pikiran saya sudah berputar dengan berbagai kemungkinan ke
depan. Tanpa dorongan itu, saya mungkin tidak pernah membuat lompatan untuk
berwirausaha. Kehilangan pekerjaan ternyata merupakan hal yang baik.
Menjadi optimistis atau pesimistis bermuara
pada cara Anda berbicara pada diri sendiri. Optimistis percaya bahwa tindakan
mereka sendiri menghasilkan hal-hal positif yang terjadi, bahwa mereka
bertanggung jawab untuk kebahagiaan mereka dan mereka dapat mengharapkan
hal-hal yang lebih baik untuk terjadi di masa depan. Seorang yang optimistis
tidak menyalahkan diri sendiri ketika hal-hal buruk terjadi. Mereka melihat
kejadian buruk sebagai hasil dari sesuatu di luar diri mereka sendiri. Ia
tidak menyalahkan diri karena kehilangan pekerjaan, tetapi melihatnya sebagai
keputusan bisnis yang tidak ada hubungannya dengan pribadinya.
Sementara orang yang pesimistis berpikir
sebaliknya. Mereka menyalahkan diri sendiri untuk hal-hal buruk yang terjadi
dalam hidup mereka dan berpikir bahwa satu kesalahan berarti pasti akan
datang kesulitan lainnya. Pesimistis melihat peristiwa positif sebagai anak
panah yang berada di luar kendali, tanda keberuntungan yang mungkin tidak
akan terjadi lagi.
Karena proses berpikir mereka, optimistis
memiliki masa depan yang lebih cerah. Sebuah keadaan atau peristiwa buruk
dihadapi dengan tenang, dipandang sebagai kemunduran yang bersifat sementara,
bukan suatu cara hidup yang permanen. Bahkan jika sesuatu yang buruk terjadi
hari ini, seorang pemikir positif percaya bahwa hal-hal baik akan datang lagi
di masa depan.
Seorang yang optimistis cenderung untuk
berbagi beberapa karakteristik positif lain yang meningkatkan kebahagiaan
secara keseluruhan dan meningkatkan kesehatan, sekaligus mengurangi depresi
dan stres kronis; seperti merenungkan dan menekankan hal-hal baik dalam
hidup, berterima kasih dan bersyukur untuk semua berkat yang mereka peroleh. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar