Minggu, 17 Januari 2016

Dewan Pengawas dan Direksi BPJS

Dewan Pengawas dan Direksi BPJS

Hotbonar Sinaga  ;   Direktur Utama Jamsostek (Persero) 2007-2012
                                                       KOMPAS, 16 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengamanahkan pemilihan bakal calon dewan pengawas dan direksi untuk kedua BPJS telah diproses panitia seleksi yang diatur dalam Peraturan Presiden tentang Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS (Kesehatan dan Ketenakerjaan).

Melalui situs web Dewan Jaminan Sosial Nasional (www.djsn.go.id), seyogianya publik dapat mengikuti sudah sampai di mana proses yang telah dilaksanakan dan seberapa transparan serta cukup waktukah untuk bisa mengakses informasi tentang para bakal calon. Informasi yang telah lolos seleksi administratif dibuka dan diumumkan di media cetak berperedaran nasional seluas-luasnya. Informasi tentang bakal calon dewan pengawas dan anggota direksi bukan hanya alamat KTP-nya, tetapi juga sekelumit riwayat profesionalnya misalnya data mengenai pernah atau masih menjabat di instansi apa.

Kita mencermati bahwa panitia seleksi (pansel) yang telah dipilih dengan pertimbangan profesional, dan terdiri atas para ahli di bidangnya masing masing, perlu bersikap dan bertindak ekstra hati-hati. Sebab mereka harus kita mintakan tanggung jawabnya bila bakal calon direksi dan pengawas yang mereka usulkan melakukan penyimpangan atau kecurangan.

Adanya tanggung jawab ini menyebabkan pansel harus tegas dan tegar menolaksegala macam intervensi, terutama unsur politisasi. Hal ini dapat dijadikan alasan bila ada pihak-pihak tertentu yang ingin memaksakan kehendak atas bakal calon tertentu.Publik juga harus ikut mencermati jangan sampai pansel masuk angin dalam arti disusulkannya bakal calon oleh pihak tertentu.

Pengawasan atas BPJS

Perlu disadari, salah satu kelemahan utama dari kedua BPJS tersebut adalah dalam masalah pengawasan yang merupakan kelemahan struktural. Penulis pernah mengupas masalah ini sewaktu menjadi anggota dewan audit di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2013-2014.

UU BPJS menyatakan bahwa BPJS berada langsung di bawah presiden dan pengawasan eksternal dilakukan secara tidak langsung oleh BPK, DPR, dan OJK serta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dengan segala keterbatasannya. Regulator kedua BPJS tersebut adalah kementerian teknis, yakni Kementerian Tenaga Kerja untuk BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian Kesehatan untuk BPJS Kesehatan, serta Kementerian Keuangan untuk masalah finansial.

OJK sebagai otoritas di sektor jasa keuangan hanya melakukan pengawasan eksternal dari aspek ”pemerintahan”, bukan masalah teknis dan tidak melakukan pengaturan. Di sisi lain, keberadaan DJSN yang membantu presiden dalam perumusan kebijakan umumcuma melakukan monitoring dan evaluasi serta sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), melakukan kajian dan mengusulkan kebijakan investasi plus mengusulkan anggaran bagi penerima bantuan iuran. Sebagai pengawas eksternal, DJSN belum menjalankan fungsinya secara efektif sehingga perlu lebih diberdayakan.

Penjelasan di atas yang menggambarkan rawannya pengawasan langsung, membutuhkan pengelolaan BPJS harus dilakukan oleh profesional yang berintegritas tinggi dan sudah terbukti ”rekam jejak”-nya, baik dewan pengawas maupun direksinya. Dana kelolaan yang begitu besar dengan potensi yang jauh lebih besar lagi di masa mendatang, dapat menimbulkan godaan yang besar untuk melakukan penyimpangan. Korupsi dapat dilakukan semudah membalikkan tangan tanpa adanya pengawasan yang super ketat baik oleh internal (dewan pengawas dan satuan pengawasan internal) maupun pengawas eksternal.

Dengan demikian, dari sekian banyak persyaratan umum maupun khusus, fokus pada integritas wajib dan harus jadi pertimbangan utama. Penulis menyampaikan pendapat ini berdasarkan pengalaman praktis sewaktu memimpin PT Jamsostek (sebelum berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan) 2007-2012, yang pada saat itu mengelola dana peserta sekitar Rp 125 triliun. Bukan hanya masalah kejujuran untuk pantang melakukan korupsi, penyimpangan, dan sejenisnya yang wajib diutamakan, tetapi juga komitmen pada efisiensi dan dilarang menghamburkan dana sesuai dengan salah satu prinsip penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu: ”Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta”.

PPATK dan KPK

Atas dasar pertimbangan di atas, penulis menyarankan keterlibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) untuk para bakal calon yang saat ini masih atau pernah menjadi penyelenggara negara, walaupun ini tidak diwajibkan dalam ketentuan perundangan.

Tampaknya faktor waktu jadi kendala besar untuk melaksanakan hal ini, sehinggamasukan dari kedua instansi tersebut dapat diminta sebelum penetapan oleh presiden dalam pengajuan bakal calon dewan pengawas ke DPR dan penetapan 7 dari 14 bakal calon direksi masing masing BPJS oleh presiden. Faktor integritas bakal calon menjadi faktor sangat krusial yang tidak boleh diabaikan karena menangani dana ratusan triliun rupiah memerlukan komitmen luar biasa pada kejujuran.

Pasal 3 Ayat (1) butir (d) Perpres tentang Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS tegas dinyatakan, bakal calon harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela Pertimbangan integritas merupakan unsur mutlak yang tidak dapat diujikan atau dideteksi dari wawancara. Karena itulah perlu diupayakan mekanisme keterlibatan PPATK dan KPK.

Selain integritas, moralitaspara bakal calon juga wajib dijadikan pertimbangan presiden ketika menetapkan anggota direksi kedua BPJS. Tanyakanlah pendapat obyektif dari mereka yang mengenal bakal calon secara profesional. Bahkan, kalau dipandang perlu dapat dimintai masukan dari Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melakukan observasi antara lain atas pola hidup mereka sebagai bahan pertimbangan penetapan oleh DPR dan/ataupresiden.

Kemungkinan penyimpangan yang dihadapi oleh kedua BPJS cukup beragam dan boleh dikatakan rawan, sehingga perlu adanya implementasi ”pemerintahan yang baik” yang dinilai secara periodik oleh konsultan independen. Karena itulah dibutuhkan dewan pengawas yang sudah terbukti memiliki pengalaman praktik dalam pengawasan, selain persyaratan integritas. Keterwakilan dari unsur tripartit dalam susunan dewan pengawas merupakan ”kelemahan fatal” dalam ketentuan UU.

Pertimbangan lain yang mengadang penyelenggaraan BPJS secara baik, benar, dan lurus adalah kepatuhan pada perundang-undangan serta praktik-praktik terbaik dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Kepatuhan pada berbagai ketentuan merupakan prasyarat dalam memitigasi risiko yang mungkin timbul. Walaupun tidak disebutkan dalam ketentuan perundang-undangan posisi untuk setiap direktur, sangat direkomendasikan adanya posisi direktur kepatuhan dan manajemen risiko. Hal inimengingat besarnya risiko, terutama risiko finansial,terkait keberlangsungan programBPJS Kesehatan dan risiko investasi yang dihadapiBPJS Ketenagakerjaan.

Dalam kaitan ini, maka posisi direktur yang terbuka untuk diperebutkan bukan hanya tujuh, termasuk direktur utama. Penulis menyarankan posisi atau tanggung jawab direktur pada kedua BPJS harus menangani: keuangan, umum dan SDM, rencana dan pengembangan, termasuk teknologi informasi, pelayanan, kepesertaan, kepatuhan dan manajemen risiko, serta investasi. Posisi direktur investasi pada BPJS Kesehatan dapat diganti dengan direktur humas dan hubungan kelembagaan, mengingat fungsi investasi dapat ditangani pejabat eselon I.

Semoga saja presiden dan DPR segera memutuskan (sebenarnya sudah terlambat dari tenggat 31 Desember 2015 sesuai UU BPJS) pengurus kedua BPJS tersebut yang betul-betul amanah dalam menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab dan memiliki iman yang tak tergoyahkan oleh berbagai godaan demi kepentingan seluruh penduduk Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar