Sukacita
Samuel Mulia ; Penulis Kolom “PARODI” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
27 Desember 2015
Ritual
membaca timeline di sebuah media
sosial membuat mata saya tertuju pada sebuah kalimat. Bunyinya seperti ini. Don't let anyone steal your joy. Be happy
guys! Saya terdiam sejenak meresapi kalimat itu, seperti daging dilumuri
bumbu agar meresap ke dalamnya. Setelah sekian detik berlalu, saya mengangguk
tanda setuju.
Baru saja
manggut-manggut, tiba-tiba otak saya menyambar dengan pertanyaan.
"Bagaimana caranya menjaga agar sukacita itu tidak dicuri? Emang ada
yang mau nyuri sukacita seseorang? Buat apa? Kan tiap orang punya sukacitanya
sendiri-sendiri? Ngapain mesti nyuri punya orang lain?"
Sukacita vs senang
Kalau
seandainya saja Anda bisa merasakan bagaimana menjadi saya, Anda bisa sakit
kepala. Otak bawel, nurani ceriwis. Semua hal dijadikan masalah untuk
dipikirkan. Baca kalimat di media sosial dipikirkan, nanti orang mengucapkan
sesuatu yang baik atau menyakitkan, saya pikirkan.
Nanti ada
komentar yang nyeleneh sedikit, kepala saya mulai berolahraga pikiran.
Melihat peristiwa sederhana yang memancing, kemudian dipikirkan. Acapkali
saya terengah-engah karena olahraga yang dilakukan otak dan nurani yang suka
nimbrung.
Kembali pada
pertanyaan otak di atas, maka saya memulai pagi yang mendung dengan sebuah
perenungan. Apakah joy itu? Menurut kamus bahasa Inggris online, joy itu mengandung arti a feeling of great pleasure and happiness
atau something or someone that provides
a source of happiness.
Joy itu
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai sukacita, kegirangan,
keriangan, kegembiraan. Menurut kamus bahasa Indonesia, sukacita itu sama
dengan itu suka hati, girang. Kalau begitu, apa bedanya dengan senang?
Dalam kamus
bahasa Indonesia yang sama, senang dijelaskan dengan panjang lebar, tepatnya
ada tujuh arti. Antara lain, puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa,
dalam keadaan baik.
Setelah
membaca definisi di kedua kamus itu, saya bingung. Maka saya mulai
berinisiatif mencari makna keduanya dengan intelektualitas yang terbatas.
Nurani saya langsung berkicau. "Terbatas beneerrrrr, cinnnn.."
Vonis
Menurut saya,
sukacita itu sebuah perasaan yang tak akan melahirkan kekecewaan meski hal
yang dihadapi meluluhlantakkan. Sementara senang, mampu melahirkan kekecewaan
ketika hal yang dihadapi menghancurkan perasaan. Mengapa demikian?
Ini juga
masih menurut pendapat otak saya yang terbatas banget itu. Sukacita itu
adalah ketika jiwanya yang senang. Sementara senang itu, adalah kedagingannya
yang senang. Nah, daging itu gampang diombang-ambingkan. Kekuatannya
tergantung kondisi yang dihadapi.
Waktu saya
divonis gagal ginjal, saya kecewa, saya protes kepada Yang Maha Kuasa. Protes
itu reaksi kedagingan, bukan reaksi jiwa. Kecewa itu karena perasaan senang
yang selama ini ada, tak lama lagi akan berakhir.
Nah, sukacita
itu, tak terpengaruh dengan vonis. Sukacita itu yang memberi kekuatan
sehingga daging boleh saja kecewa, tetapi jiwa itu yang membuat semangat maju
terus pantang mundur dan pada akhirnya mampu mengubah sebuah keadaan seburuk
apa pun.
Selama di
rumah sakit, saya menjalankan masa paling sulit itu dengan hanya ditemani
seorang sahabat dan sopir kantor. Tidak ada anggota keluarga sama sekali yang
hadir ketika maut bermain bersama saya.
Di rumah
sakit, saya bertemu dengan sesama pasien. Kami bercerita tentang penyakit
yang diderita, kami berdoa bersama, kami saling menguatkan. Di saat itu untuk
pertama kalinya, saya dimampukan untuk menemani seorang ibu yang berteriak
sepanjang malam. Sebuah pengalaman yang tak pernah terlintas akan saya
lakukan.
Sukacita itu
mampu menguatkan orang lain di saat yang bersangkutan juga luluh-lantak. Itu
adalah bentuk nyata dari jiwa. Jiwa itu mampu untuk menunjukkan bahwa di
balik mendung sekali pun, akan selalu lahir sinar matahari. Kedagingan tak
akan mampu melihat sinar matahari di tengah mendung yang menyelimuti.
Don't let anyone steal your joy. Saya bertanya lagi pada diri
saya sendiri. Bagaimana bisa ada yang mencuri sukacita yang dilahirkan dari
jiwa yang senang? Buat saya, sukacita itu tak perlu dijaga supaya tidak
dicuri. Tak ada yang bisa mencuri jiwa.
Bahkan
kematian sekali pun. Kematian itu hanya persoalan kedagingan, bukan hilangnya
jiwa. Karena pencurian buat saya sebuah istilah yang hanya cocok untuk
merampas kesenangan, dan bukan merampok sukacita.
Maka kalau
tahun yang baru sebentar lagi datang dan dirayakan, maka akan ada kesenangan.
Dapat THR sampai berlibur bersama yang dicintai. Ingat, itu akan berakhir
dalam waktu yang singkat. Setelah itu, Anda dan saya akan menghadapi masa 12
bulan yang tak menentu.
Nah, jangan
menyerah karena yang tak menentu itu. Ingat, kekuatan menjalani hidup itu
bersumber pada sukacita, dan bukan pada kesenangan. Itu menurut saya. Selamat Tahun Baru! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar