Pelanggaran Etika...
James Luhulima ;
Wartawan Senior Tempo
|
KOMPAS,
05 Desember 2015
Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan anggota DPR yang diduga mencatut
nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Mahkamah
Kehormatan Dewan, 16 November 2015.
Dalam kesempatan itu,
Sudirman menyampaikan bahwa seorang anggota DPR bersama seorang pengusaha
terkenal telah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pemimpin PT Freeport
Indonesia (PT FI). Dan, dalam pertemuan ketiga, 8 Juni 2015, anggota DPR itu
menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan PT FI dan meminta PT
FI memberikan saham, yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Jokowi
dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Walaupun kepada media
nama kedua orang itu tak diungkap, di luar sudah beredar bahwa kedua orang
itu adalah Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
Masalah tersebut pertama kali muncul ke permukaan dalam acara Satu Meja di
KompasTV, 3 November 2015, ketika Sudirman Said mengungkapkan ada beberapa
tokoh politik, yang sangat berkuasa, yang menjual nama Presiden dan Wakil
Presiden.
Sudirman kemudian
menyebutkan akan berkonsultasi dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelum
mengadukan anggota DPR itu. Namun, 13 November 2015, Wakil Ketua MKD dari
Fraksi PDI-P Junimart Girsang mengatakan, kalau seseorang mengetahui ada
anggota DPR yang menyalahgunakan fungsi, sesuai bukti-bukti yang ada, silakan
saja melapor ke MKD, tidak perlu konsultasi dulu. Itu sebabnya pada 16 November
lalu Sudirman mendatangi MKD.
Namun, ternyata,
setelah Sudirman melapor ke MKD, prosesnya seperti berjalan di tempat.
Padahal, transkripsi pembicaraan antara Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin,
dan Muhammad Riza Chalid sudah beredar secara luas.
Beberapa manuver
dilakukan untuk menyelamatkan muka Setya Novanto, termasuk melemahkan
kredibilitas Sudirman Said. Setya sendiri mengaku pernah bertemu dengan
pejabat PT FI, tetapi membantah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres
Jusuf Kalla.
Akhirnya, 3 Desember
lalu, MKD memanggil Sudirman untuk didengar keterangannya sebagai pengadu.
Pukul 13.15, sidang MKD dimulai. Sudirman minta agar sidang dilangsungkan
secara terbuka dan permintaan itu disetujui. Setelah diambil sumpahnya,
pimpinan MKD meminta Sudirman menyerahkan rekaman berikut transkripsinya.
Anggota MKD, Ridwan Bae, menggugat keabsahan Sudirman sebagai pengadu.
Anggota MKD,
Syarifuddin Sudding, meminta agar rekaman diperdengarkan, tetapi ditolak oleh
Ridwan Bae dengan alasan pertanyaannya soal legalitas Sudirman belum dijawab.
Setelah itu, sidang MKD lebih banyak didominasi pertanyaan-pertanyaan soal
legalitas dan motif Sudirman Said. Namun, pertanyaan-pertanyaan itu diajukan
dengan cara seakan-akan tengah mengadili Sudirman Said. Sudirman dicoba untuk
dipojokkan.
Permintaan beberapa
anggota MKD untuk memutar rekaman bolak-balik dilawan oleh anggota MKD yang
lain. Bahkan, ada yang meminta agar pemutaran rekaman dilakukan pada hari
lain. Akhirnya, pukul 19.27, enam jam setelah sidang dibuka, dilakukan voting
untuk memutar rekaman itu. Dalam voting, 4 dari 10 anggota MKD menolak
rekaman diputar. Empat anggota MKD yang menolak itu adalah Ridwan Bae dan
Adies Kadir dari Partai Golkar serta Sufmi Dasco Ahmad dan Supratman dari
Gerindra. Kalah dalam jumlah, akhirnya pemutaran rekaman dilakukan.
Masyarakat cukup pandai
Pukul 19.34, rekaman
pembicaraanSetya Novanto, Muhammad Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin
diperdengarkan. Anggota MKD dan masyarakat yang mengikutisiaran langsung
sidang MKD melalui televisi mencocokkan isi rekaman dengan transkripsinya.
Sempat ada permintaan
untuk menghentikan rekaman, tetapi permintaan itu tidak digubris. Pemutaran
rekaman isi pembicaraan itu berlangsung 1 jam dan 38 menit. Masyarakat yang
mendengar isi rekaman itu secara lengkap tidak memerlukan pendapat pakar atau
orang pintar untuk mengetahui bahwa Ketua DPR Setya Novanto melakukan
pelanggaran etika.
Anggota MKD sempat
mencecar Sudirman soal tidak adanya kata permintaan saham dalam rekaman itu,
yang langsung dijawab oleh anggota MKD lain, ada. Namun, semua itu tidak
penting lagi. Masyarakat sudah cukup pandai untuk memahami pembicaraan apa
saja yang dilakukan ketiga orang itu.
Dan, ketika rekaman
asli milik Maroef Sjamsoeddin diperdengarkan keesokan harinya, masyarakat
semakin yakin ada pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR. Apalagi, Maroef
yang ikut serta dalam pembicaraan itu pun menegaskan adanya pelanggaran etika
yang dilakukan Setya Novanto.
Perdebatan bisa saja
digiring ke arah mempersoalkan legalitas rekaman, atau ancaman hukuman
terhadap orang yang melakukan perekaman, tetapi semua itu tidak dapat
meniadakan pelanggaran etika yang dilakukan Setya Novanto. Masyarakat sudah
mendengar sendiri.
Dan, orang-orang yang
namanya disebut-sebut oleh Setya Novanto dan Muhammad Riza Chalid dalam
pembicaraan dengan Maroef Sjamsoeddin tahu akan apa yang dilakukan kedua
orang itu di belakang mereka dan tentunya akan membuktikan diri bahwa mereka
tidak seperti yang disebut-sebut oleh kedua orang itu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar