Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara
Budi Susilo Soepandji ; Guru Besar Universitas Indonesia Bekerja di
Lemhannas RI
|
MEDIA
INDONESIA, 17 Desember 2015
BAHASAN dan diskusi tentang
kebangsaan umumnya mengesankan topik yang normatif, tidak populer, dan
menjemukan dari perspektif apa pun. Di tengah ingar-bingar politik, sosial
budaya, dan pemikiran yang serbapragmatis dewasa ini, tidaklah mudah
menempatkan isu kebangsaan sebagai pedoman utama dalam proses pembangunan
bangsa. Isu politik maupun ekonomi seperti halnya korupsi, isu yang menyoroti
kinerja pemerintah atau pro-kontra berbagai persoalan aktual yang punya
‘nilai’ jual tersendiri, umumnya lebih disukai. sering kali terlupakan, bahwa
di balik berbagai persoalan yang tampaknya menyita waktu, tenaga, dan pikiran
bangsa ini, masalah kebangsaan merupakan inti permasalahan sesungguhnya.
Tidak dapat ditawar-tawar lagi
bahwa semangat dan jiwa kebangsaan wajib dibangun agar bangsa ini dapat
keluar dari kegalauan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, di tengah
ingar-bingar isu politik dan tekanan pelemahan perekonomian global, ada
baiknya dilakukan refleksi dan kontemplasi sejenak. Tujuannya untuk menata
kembali roh dan cita-cita perjuangan kemerdekaan sejati yang diwariskan para
pendahulu dan pendiri bangsa.
Kebangsaan,
kemerdekaan
Hari Kebangkitan Nasional pada 20
Mei dan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus selalu di peringati setiap
tahun dengan serangkaian upacara seremonial yang meriah, penuh warna merah
putih. Kemeriahan seremonial seolah-olah sebuah pembenaran bahwa kita semua
sudah berperilaku pada koridor kebangsaan yang benar. Namun, kemeriahan
upacara peringatan ber bagai hari besar nasional masih sebatas ritual dan
upacara peringatan semata, belum sepenuhnya membuat kita semua memahami
esensi di balik upacara peringatan tersebut. Sebagai bangsa yang berideologi
Pancasila dan ber-Bhinneka Tunggal Ika dapat dilihat dan dirasakan bahwa
perlahan tapi pasti, dari waktu ke waktu nilai-nilai Pancasila semakin jauh
dari praktik kehidupan masyarakat.
Konflik di antara warga masyarakat
hingga para elite politik semakin mencuat terbuka ke ruang publik. Musyawarah
untuk mufakat dan semangat kegotongroyongan semakin langka ditemukan dalam
kehidupan masyarakat. Keadilan hanya menjadi hak kalangan yang memiliki
kekuasaan, koneksi politik, maupun kemampuan ekonomis. Kelompok kuat menekan
serta menguasai kelompok lemah.
Apakah ini ialah tujuan dan
citacita kemerdekaan? Bung Karno pada 1933 dalam salah satu risalah
politiknya berjudul Mencapai Indonesia
Merdeka menyatakan, membangun Indonesia merdeka tidak hanya melepaskan
diri dari belenggu penjajah asing, tetapi juga lepas dari segenap sistem
penindasan yang mungkin dijalankan bangsa Indonesia sendiri setelah negara
ini merdeka. Itulah konsep kemerdekaan yang diimpikan Bung Karno selama 12
tahun sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, sebuah konsep
kemerdekaan yang meniadakan penindasan manusia atas manusia. Inilah yang
seharusnya terus diperjuangkan agar kita memiliki martabat di negeri sendiri
dan memiliki wibawa di negeri orang.
Tantangan
dan harapan
Bangsa ini punya rasa, karsa,
tekad, hasrat, dan punya segalanya untuk pembangunan. Kita hanya membutuhkan
semangat kebangsaan yang mengedepankan semangat kebersamaan dan
kegotongroyongan. Karena pelemahan kebangsaan dapat dinetralisasi dengan
semangat kebersamaan yang berlandaskan cinta Tanah Air dan proses gotong
royong di antara simpul-simpul kekuatan bangsa, seperti akademisi, kaum pro
fesional, generasi muda, TNI, Polri, tokoh agama, partai politik, serta
masyarakat lainnya.
Namun, proses gotong royong yang
kukuh hanya bisa dibangun berdasarkan proses komunikasi yang lancar dan penuh
kekeluargaan. Hal inilah yang perlu menjadi prioritas saat kita menginginkan
arsitektur kebangsaan yang kuat dan kukuh.
Kuat atau tidaknya kadar
kebangsaan tentu tidak dapat hanya dibebankan kepada institusi negara atau
pemerintah. Program-program penguatan kebangsaan yang telah dilakukan negara
dan berbagai ka langan lainnya, tentu tidak berpengaruh besar apabila tidak
disertai kebangkitan kesadaran politik masyarakat dan kesadaran tanggung
jawab elite pemimpin di berbagai tataran akan tugas dan tanggung jawabnya.
Pada titik ini, kebangsaan menghadapi tantangan terbesarnya mengingat ego
sektoral dan ego kelompok semakin menguat. Sementara, pemahaman kebangsaan
generasi penerus cenderung pragmatis dan begitu cair.
Mengapa? Karena, kini kita
berhadapan dengan generasi Y dan ge nerasi Z yang dibesarkan oleh kefanatikan
dunia maya dan media sosial. Tantangannya, di tengah menguatnya ego sektoral
dan kelompok, bagaimana mentransformasikan semangat kebangsaan kepada
generasi yang interaksi sosialnya didominasi oleh gawai (gadget), dan tidak pernah merasakan semangat gotong royong secara
fisik? Dengan demikian, menjadi keharusan bahwa teladan dan pendidikan yang
punya faktor konstan nilai-nilai kebangsaan, harus memikirkan variasi,
bentuk, dan model dinamis yang disesuaikan dengan perubahan karakteristik
setiap generasi ke depan.
Yang jelas, esensi kebangsaan tidak
pernah terpengaruh perubahan jaman maupun generasi. Kita hanya membutuhkan
konsistensi pemahaman atas konsep kebangsaan yang kita yakini. Di atas itu
semua, yang terpenting adalah keteladanan yang tulus dari para elite pemimpin
sebagai pembawa pesan-pesan kebangsaan dan bukan keteladanan yang bernuansa
pencitraan belaka.
Bila kita mampu melakukan revolusi
mental terhadap diri sendiri dan menjadi teladan bagi lingkungan terkecil di
sekitar kita, di saat itulah ukuran kebangsaan rakyat kita bukan lagi hanya
pada hitungan-hitungan ekonomis dan prestise semu, melainkan pada situasi dan
kondisi yang saling percaya, melindungi, menjaga, dan saling membangun.
Pada 19 Desember 2015, diperingati
sebagai Hari Bela Negara. Nilai-nilai kebangsaan sepatutnya menjadi roh dan
perlu ditanamkan serta dibangkitkan dalam program bela negara. Bela negara
ialah soft power yang harus terus
dibangun untuk menyongsong Indonesia jaya pada 2045. Ketika Republik
Indonesia mencapai usia 100 tahun, hendaknya menjadi momentum pencapaian
bangsa sebagai buah dari semangat kebangsaan, yang secara nyata
diejawantahkan dalam hidup dan kehidupan kita sebagai manusia merdeka dalam
perjuangan roh demi kemerdekaan sejati. Selamat
Hari Bela Negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar