Mempersiapkan Kematian
Agustine Dwiputri ; Penulis Kolom”Psikologi” Kompas Minggu
|
KOMPAS,
06 Desember 2015
Beberapa rekan dengan
usia di atas 60 tahun membicarakan mengenai menghadapi kematian. Yang lain
terlihat enggan membahasnya karena malah menimbulkan ketakutan dan kesedihan,
sama dengan perasaan kehilangan ketika ditinggal pergi oleh orang-orang
terdekatnya. Bagaimana dengan Anda?
Kematian adalah suatu
kepastian, tak seorang pun dapat menghindarinya. Hanya kapan datangnya, tak
ada manusia yang dapat memperkirakan secara pasti. Merupakan sesuatu yang
wajar apabila pada masa mendekati usia harapan hidup rata-rata manusia, kita
mulai memikirkan dan membahasnya. Namun, beberapa orang yang tidak ingin
membahas, mungkin mengalami penyangkalan terhadap kematian itu sendiri,
menutup mata dan hati untuk membicarakannya.
Judy Tatelbaum (1980),
ahli pekerja sosial di bidang psikiatri, mengatakan, sering kali penyangkalan
kita terhadap kematian justru akan mencegah kita dari sepenuhnya mengalami dan
menyelesaikan kesedihan kita. Dari sekian banyak manfaat yang kita peroleh
dengan menerobos penyangkalan kita dari kematian, yang paling penting adalah
kemungkinan menjalani hidup tanpa rasa takut. Tanpa takut pada kematian, kita
dapat hidup dengan lebih semangat dan dapat mengambil lebih banyak kesempatan
untuk mencapai pertumbuhan dan pengayaan.
Dengan tidak takut
pada kematian, kita bisa mengambil risiko lebih dalam dan hubungan yang lebih
dekat dengan orang lain, kita dapat memperoleh kehidupan sebagai sesuatu yang
berharga, bukan sesuatu yang biasa saja. Maka kita memiliki kesempatan lebih
besar untuk memenuhi apa pun yang mungkin menjadi takdir kita. Ketika kita
menghadapi hidup dengan berani, tidak takut, kita merasa lebih sempurna,
bijaksana, dan lebih kuat.
Mengatasi penyangkalan
• Langkah awal yang
disarankan Tatelbaum (1980) adalah memunculkan keinginan dapat menghadapi
kematian secara tepat. Hanya dengan niat itu, kita dapat mengambil tindakan.
Berperilaku seolah-olah kita menerima kenyataan kematian dapat menjadi cikal
bakal benar-benar merasakan penerimaan tersebut.
Pertama kali mungkin
dengan membaca buku-buku tentang kematian dan menjelang kematian. Kemudian
kita dapat mendiskusikan kematian secara terbuka dengan kawan-kawan karib,
orangtua, anak-anak, pasangan, dan teman-teman. Kita dapat mengambil tanggung
jawab untuk menulis surat wasiat. Kita bisa mempersiapkan kepemilikan dan
surat-surat penting untuk kemungkinan kematian kita. Menulis surat wasiat itu
sendiri merupakan pengakuan bahwa kita berharap akan mati. Sebuah wasiat juga
merupakan tanda dari pertimbangan mendalam kita pada orang yang kita cintai.
• Kita dapat
menghadapi kematian secara langsung melalui berbicara dengan orang-orang yang
tengah menghadapi ajalnya, yang berada dalam pergolakan kesedihan, atau yang
sehari-hari bekerja dengan orang yang tengah menghadapi ajalnya. Kita pun
dapat mempelajari sikap kita sendiri tentang kematian dan menghadapi ajal.
Jadi kita dapat berbagi dengan yang lain tentang kematian.
Bagi banyak dari kita,
berbicara tentang perasaan kita adalah suatu cara untuk memperjelas berbagai
perasaan tersebut dan memahami diri sendiri secara lebih baik. Juga,
berbicara tentang kematian dalam suatu percakapan normal bisa menjadi sangat
membebaskan, memungkinkan kita untuk menerima kematian sepenuhnya sebagai
suatu fakta kehidupan. Menjadi terbuka pada semua masalah ini akan membantu
kita, menimbulkan kenyamanan dan juga membantu untuk keberlangsungan hidup
kita selanjutnya.
Latihan mengenali perasaan
Tatelbaum juga memberi
latihan untuk membantu memeriksa ide-ide kita, juga sikap, keyakinan, dan
perasaan tentang kematian, dengan menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan
kematian. Kata-kata yang kita gunakan atau tidak gunakan sering menunjukkan perasaan
kita itu nyaman atau tidak nyaman. Kata yang berhubungan dengan kematian
dalam masyarakat kita sering lebih berupa suatu ungkapan daripada sesuatu
yang bersifat langsung dan faktual.
Cobalah menggunakan
semua kata-kata tersebut, baik mengucapkannya dengan suara keras maupun
secara tertulis. Ujilah perasaan kita saat mengungkapkan setiap kata.
Beberapa kata tersebut adalah:
”Meninggal, menjelang
ajal/sekarat, sudah pergi, kehilangan, absen, selesai, almarhum, dimakamkan,
dikremasi, dibunuh, ditinggalkan, berduka, berkabung”.
Anda dapat menambahkan
kata-kata lain pada daftar tadi. Bagaimana rasanya masing-masing? Mana yang
paling sulit untuk dikatakan? Mana yang mudah? Mana yang membuat tidak ada
reaksi tertentu? Mana yang Anda hindari, atau ingin hindari? Perhatikan mana
kata-kata yang sulit bagi Anda, dan pertimbangkan arti yang Anda berikan pada
kata-kata itu. Anda mungkin menemukan diri Anda mengingat sesuatu dari masa
lalu Anda. Anda juga mungkin memperhatikan adanya suatu area ketakutan. Yang
paling penting, biarkan diri Anda sendiri untuk menguji perasaan yang timbul
dari latihan ini.
Untuk menjadi lebih
akrab dan nyaman dengan kata-kata yang berhubungan dengan kematian, gunakan
kata-kata tersebut dalam kalimat. Pertama perhatikan kata-kata yang
menghasilkan kecemasan pada Anda dalam latihan sebelumnya. Sekarang tempatkan
kata-kata itu menjadi kalimat yang mungkin berarti untuk Anda. Tuliskan atau
ucapkan kalimat tersebut beberapa kali dan lihat bagaimana reaksi Anda.
Misalnya, ”Suami saya sudah meninggal”, ”Sahabat saya dimakamkan”, ”Ibu saya
telah pergi”.
Latihan ini memiliki
dua tujuan. Tujuan dari bagian pertama adalah untuk menurunkan rasa mudah
terpengaruh pada kata-kata tentang kematian, untuk membantu Anda mulai
berdamai dengan kematian sebagai suatu kenyataan dan dengan berbagai konsep
yang merupakan bagian dari kematian.
Bagian kedua, yang
lebih sulit dari latihan ini memungkinkan Anda untuk mulai lebih jujur dengan
diri sendiri dan mengakui bahwa orang yang Anda cintai telah meninggal atau
justru akan mati. Bagi kita semua ini adalah realitas yang berat untuk
dihadapi.
Banyak dari kita hanya
membayangkan bahwa kita akan mati lebih dahulu, sehingga kita tidak perlu
menderita rasa sakit kehilangan. Atau kita menyangkal bahwa kita atau orang
yang kita cintai akan benar-benar meninggal. Begitu kita mulai menerima
gagasan bahwa orang yang kita cintai akan mati, bagaimanapun, kita telah
memiliki kesempatan untuk memperluas hubungan tersebut saat ini.
Ketika kita mengakui
bahwa ada batasan waktu, kita sering menjadi lebih bersedia untuk menempatkan
energi penuh kita ke dalam hubungan bersama, untuk bekerja menyelesaikan
masalah, dan untuk berbagi perasaan positif dan negatif secara lebih penuh.
Kita juga menjadi bersedia menyelesaikan urusan yang belum selesai dalam
hubungan akrab kita.
Mari saling
mempersiapkan diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar