Senin, 16 November 2015

Reshuffle dan Sesat Pikir Koalisi

Reshuffle dan Sesat Pikir Koalisi

Bawono Kumoro  ;  Head of Politics and Government Department The Habibie Center
                                                    JAWA POS, 13 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

ISU reshuffle kabinet kembali mencuat. Setelah awal Agustus lalu terjadi pergantian lima menteri dan satu pejabat setingkat menteri, kini kembali berembus kabar dalam waktu dekat Presiden Joko Widodo melakukan penataan ulang kursi kabinet bagi partai-partai pendukung pemerintah.

Tidak dapat dimungkiri keputusan Partai Amanat Nasional (PAN) masuk barisan koalisi pendukung pemerintah menjadi salah satu faktor determinan di balik isu reshuffle kali ini. Apalagi, sejumlah kader partai berlambang matahari terbit tersebut turut aktif berbicara di muka publik mengenai isu reshuffle kabinet.
Sebagaimana diketahui, awal September lalu PAN memutuskan bergabung dengan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Perubahan sikap politik PAN itu merupakan kabar buruk bagi Koalisi Merah Putih.

Manuver politik PAN membuat Koalisi Merah Putih mengalami demoralisasi mengingat PAN merupakan kopilot koalisi. Dalam pemilihan presiden tahun lalu, kader PAN mencalonkan Hatta Rajasa maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Di barisan pendukung pemerintah, kini terdapat enam partai politik dengan jumlah total 295 kursi. Dengan perincian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (109 kursi), Partai Amanat Nasional (48 kursi), Partai Kebangkitan Bangsa (47 kursi), Partai Persatuan Pembangunan (39 kursi), Partai Nasdem (36 kursi), dan Partai Hanura (16 kursi).

Sebaliknya, di koalisi oposisi pemerintah, jumlah kursi otomatis berkurang dengan perubahan sikap politik Partai Amanat Nasional menjadi 204 kursi. Bahkan, kalaupun mereka mampu membujuk Partai Demokrat untuk mengubah sikap politik dari kekuatan penyeimbang menjadi pendukung tetap Koalisi Merah Putih, jumlah kursi koalisi oposisi pemerintah baru mencapai 265 kursi.

Sesat Pikir

Perubahan sikap politik Partai Amanat Nasional diklaim dapat mengukuhkan soliditas koalisi pendukung pemerintah di parlemen sekaligus menguatkan lembaga eksekutif. Lebih dari itu, koalisi dipandang sebagai sebuah ikhtiar politik untuk memperkuat bangunan sistem presidensial sehingga kesejahteraan dan kemakmuran rakyat akan lebih mudah diwujudkan oleh pemerintah.

Studi Linz dan Velenzuela berjudul The Failure of Presidential Democracy: The Case of Latin America (1994) sering kali dijadikan justifikasi untuk melakukan koalisi. Linz dan Velenzuelamengatakan,’’perkawinan’’ sistem pemerintahan presidensial dan sistem multipartai akan melahirkan konflik antara lembaga eksekutif dan legislatif sehingga demokrasi menjadi cenderung tidak stabil. Bahkan, berpotensi mengakibatkan kebuntuan politik (deadlock) antara lembaga eksekutif dan legislatif.

Namun, sesungguhnya persoalan koalisi partai-partai lebih terkait dengan kepentingan politik jangka pendek kekuasaan, seperti jatah kursi di kabinet, ketimbang sebagai sebuah ikhtiar politik memperkuat bangunan sistem presidensial. Karena itu, tidak mengherankan kini berembus kabar PAN telah menyetorkan lima nama kader kepada presiden untuk dipertimbangkan masuk kabinet.

Bahkan, boleh jadi koalisi partapartai bukan sekadar persoalan ’’siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana’’. Tapi, juga kalkulasi mobilisasi dana partai politik guna keperluan pemilu lima tahun mendatang. Sudah menjadi rahasia umum jabatan di kementerian sering kali menjadi pintu masuk aliran dana bagi partai politik tempat menteri bersangkutan bernaung.

Secara teoretis, gagasan koalisi cuma relevan dalam konteks sistem pemerintahan parlementer, bukan sistem pemerintahan presidensial. Koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam rangka membentuk pemerintahan oleh partai pemenang pemilu di satu sisi dan membangun blok oposisi bagi partai-partai yang tidak ikut dalam pemerintahan di sisi lain.

Dalam konteks sistem pemerintahan presidensial sebagaimana dianut Indonesia, lembaga eksekutif dan legislatif merupakan dua lembaga tinggi terpisah yang tidak dapat saling menjatuhkan satu sama lain. Kelangsungan hidup lembaga eksekutif tidak bergantung pada dukungan lembaga legislatif.

Karena itu, klaim partai-partai selama ini bahwa koalisi merupakan usaha untuk memperkuat bangunan sistem presidensial tidak lebih dari sekadar sesat pikir belaka. Alih-alih memperkuat sistem presidensial, keberadaan koalisi justru berpotensi melestarikan wajah buruk parlemen hari ini. Yakni, cenderung melembagakan perilaku parlementer ketimbang memperkuat sistem pemerintahan presidensial.

Tata Ulang

Jika memang benar concern utama partai-partai tersebut adalah mendorong efektivitas kinerja lembaga eksekutif dan memperkuat sistem presidensial di Indonesia, jalan yang harus dirintis adalah menginisiasi penataan ulang desain institusi politik. Maksud dari penataan ulang desain institusi politik tersebut adalah sistem presidensial dapat lebih kompatibel dengan sistem multipartai. Penataan ulang desain institusi politik mencakup desain pemilu, desain parlemen, dan desain lembaga kepresidenan.

Penataan ulang desain pemilu diperlukan agar pemilu dirancang untuk mendorong penyederhanaan jumlah partai politik dari multipartai ekstrem ke multipartai sederhana. Hal itu dapat dilakukan antara lain melalui penerapan ambang batas parlemen secara konsisten serta pelaksanaan serentak pemilu legislatif dan pemilihan presiden.

Adapun penataan ulang desain parlemen dimaksudkan agar kelembagaan parlemen diarahkan kepada penyederhanaan polarisasi kekuatan politik. Sedangkan penataan ulang desain lembaga kepresidenan diarahkan untuk memperkuat posisi politik presiden di hadapan parlemen.

Contoh penataan ulang desain lembaga kepresidenan berupa larangan rangkap jabatan politik bagi menteri serta pengaturan presiden dan wakil presiden berasal dari partai politik yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar