Laporan Diskusi 70 Tahun
Kemerdekaan RI
"Menuju
Usia 100 Tahun Indonesia"
Pancasila
sebagai Bahasa Publik
KOMPAS, 02 Oktober 2015 |
Tanah
Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja daripada dunia! Ingatlah
akan hal ini! Kita bukan saja mendirikan negara Indonesia merdeka, tetapi
harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa....
Soekarno,
1 Juni 1945
Pemerintahan Joko Widodo kini
sibuk mengatasi persoalan perekonomian dalam negeri yang dilanda krisis.
Nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dollar Amerika Serikat dan cadangan
devisa negara pun tergerus.
Dalam berbagai kesempatan,
Presiden menyebutkan, kondisi saat ini tak bisa dilepaskan dari situasi
global. Dollar AS sedang menguat dan Pemerintah Tiongkok mendevaluasi mata
uang yuannya. Kondisi global "dituduh" menjadi penyebab
keterpurukan kehidupan rakyat di negeri ini. Pemerintah terus berupaya
mengatasi persoalan sambil berharap situasi global berubah ke arah lebih
baik, dan ketidakpastian perekonomian dunia bisa segera berakhir.
Posisi
Indonesia
Apabila mau menengok ke dalam diri
sendiri sebagai bangsa, dasar falsafah bernegara, Pancasila, sesungguhnya
telah mengantisipasi dampak buruk globalisasi. Bahkan, sikap antisipatif itu
tidak hanya berlaku saat ini, tetapi bisa jadi hingga 70 tahun mendatang.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, menekankan prinsip globalisasi yang dikembangkan hendaknya
memuliakan nilai-nilai keadilan dan beradab. Sila pertama Pancasila,
Ketuhanan yang Maha Esa, menekankan prinsip ketuhanan yang berkebudayaan,
yang lapang dan toleran, yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia, menekankan prinsip menolak dominasi pasar dengan
mengupayakan keseimbangan antara negara, komunitas (koperasi), dan pasar
(swasta).
Pada ranah ekonomi, pergerakan
global memberikan peluang baru, terutama bagi negara, bangsa, atau pelaku
ekonomi yang memiliki keunggulan kompetitif. Namun, globalisasi juga membelah
dunia ke dalam pihak "yang menang" dan "yang kalah" serta
menumbuhkan ketidaksetaraan secara internasional ataupun dalam negara. Posisi
Indonesia ada di mana?
Dalam posisi saat ini, masa depan
Indonesia, juga negara yang lain, seperti dikatakan Paul Hirst dan Graham
Thompson dalam bukunya, Globalization in Question (Cambridge, Polity Press,
1996), tergantung dari pemimpin dan warganya. Negara-bangsa akan tetap
bertahan, sampai kapan pun, asalkan pemimpin dan warganya responsif terhadap
globalisasi.
Organisasi supranasional dan
perusahaan multinasional memang kian menyurutkan peran pemerintah dalam suatu
negara. Namun, negara tetap berperan sebagai lokus utama bagi identitas
warganya sejauh belum ada institusi lain yang dapat menggantikan dalam
merespons perubahan global. Negara masih punya peran penting untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
Masa depan Indonesia sebagai
negara, dan juga nasib rakyatnya, dalam situasi krisis saat ini amat
bergantung pada kemampuan pemerintah sebagai pengelola negara untuk
menentukan langkah ke depan. Hal ini tentu dengan mengandalkan kemampuan pada
diri negara atau bangsa ini.
Bahasa
publik
Dasar dan falsafah negara ini,
Pancasila, telah memberikan arahan sangat jelas untuk masa depan. Pancasila,
setelah sekian lama kita lupakan, kini saatnya diangkat sebagai bahasa yang
sama bagi siapa pun di negeri ini. Pancasila menjadi bahasa publik untuk
bersama-sama mengatasi masalah bangsa dan keluar dari keterpurukan. Jika
setiap orang berbicara dengan bahasanya sendiri, sesuai yang diketahui dan
dipelajari dari komunitasnya, tentu susah bagi bangsa ini untuk mengatasi
persoalan. Pancasila-lah yang selama ini, dan seterusnya, menyatukan bahasa
yang berbeda itu agar menjadi bahasa publik yang dimengerti siapa pun warga
negara-bangsa ini.
Dalam mengantisipasi tirani dan
ketidakadilan dalam politik dan ekonomi, misalnya, prinsip sosio-demokrasi,
yang tertuang dalam sila keempat dan kelima, memberi solusi andal. Demokrasi
politik harus sejalan dengan demokrasi ekonomi. Pada ranah ekonomi, negara
harus aktif mengupayakan keadilan sosial untuk mengatasi dan mengimbangi
ketidakadilan di pasar dengan menjaga iklim kompetisi yang sehat, membela
yang lemah, serta berinvestasi dalam usaha dan layanan yang menyangkut hajat
hidup orang banyak.
Dengan semangat sila kelima, Indonesia
sebenarnya memiliki pandangan dunia yang visioner dan tahan banting. Prinsip
dalam Pancasila mampu mengantisipasi dan merekonsiliasikan, antara lain,
paham kebangsaan yang chauvinisdengan globalisme triumfalis, antara
pemerintahan otokratis dan demokrasi yang didorong pasar-individualis, serta
antara ekonomi etatisme dan kapitalisme predatoris.
Dalam hal ini, apalagi setelah 70
tahun Indonesia merdeka dan banyak anak bangsa di negeri ini belum sepenuhnya
merdeka dari kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan korupsi, pemahaman
pemerintah dan rakyat tentang Pancasila perlu disegarkan dan dibumikan
kembali. Kecenderungan penyimpangan kehidupan berbangsa dan bernegara dari
Pancasila semestinya menyadarkan siapa pun di bumi Indonesia untuk
menghidupkan kembali api revolusi, mengarungi dinamika, romantika, dan logika
revolusi sejalan dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa ini.
Revolusi (mental) yang diteriakkan
pemerintah saat ini dalam bidang ekonomi semestinya diarahkan agar bangsa ini
bisa berdikari dengan mewujudkan perekonomian merdeka yang berkeadilan dan
berkemakmuran, berlandaskan usaha gotong royong, dan penguasaan negara atas
cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup banyak orang serta
atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Hak milik pribadi dengan fungsi
sosial tetap diberi peluang. Proklamator Mohammad Hatta juga mengingatkan
emansipasi (rakyat) dalam perekonomian nasional, seperti koperasi, yang kini
banyak dilupakan di negeri ini, tetapi diakui serta diadopsi di banyak negara
lain. Pancasila sebagai bahasa publik tidak akan memperlemah kelompok komunal
yang hidup dengan nilai-nilai mereka sendiri. Mereka tetap dilindungi. Pada
titik inilah peran strategis masyarakat sipil di Indonesia untuk terus menghidupi
Pancasila sebagai bahasa publik, bahasa warga negara, untuk bersama-sama
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar