Menyambut Kelahiran SDG
Haryono Suyono ; Ketua Yayasan Damandiri
|
KOMPAS,
07 Oktober 2015
Selama 15 tahun terakhir, pemerintah dan masyarakat di seluruh
dunia melaksanakan konsep pembangunan yang diputuskan PBB tahun 2000, yakni
gerakan Pembangunan Abad Milenium. Prioritasnya pada delapan target
pembangunan atau Millennium Development
Goal (MDG).
Pada Jumat, 25 September 2015, program Pembangunan Abad Milenium
(MDG) itu secara resmi dianggap berakhir. Melalui Sidang PBB di New York,
Amerika Serikat, yang dihadiri tidak kurang 193 negara anggota diputuskan
kelanjutan MDG itu melalui kesepakatan program dunia dengan sasaran dan
target-target baru yang lebih luas, dinamakan sebagai Sustainable Development Goal (SDG) untuk masa 15 tahun mendatang.
Program MDG memberi pengaruh kepada banyak negara dalam
mengembangkan program pembangunan melalui paket multisektor yang luar biasa.
Paket pembangunan itu memberikan fokus pada upaya pemberantasan kemiskinan
dan kelaparan serta perhatian terhadap masalah kesehatan, pendidikan,
ketidaksetaraan jender, dan kelestarian lingkungan.
Paket MDG secara sederhana mudah dimengerti sehingga-melalui
pemetaan keadaan yang dihadapi-para pengambil keputusan dapat dengan mudah
memilih prioritas dan mengarahkan pembangunan di wilayahnya dengan tepat.
Meski demikian, karena berbagai alasan, keberhasilan MDG sangat variatif.
Banyak negara dapat mencapai target MDG, tetapi banyak pula yang masih
mengalami kendala untuk mencapai target pada akhir tahun ini.
Sebagian pencapaian target bersifat semu. Berkat keberhasilan
pembangunan ekonomi di Tiongkok, misalnya, angka kemiskinan di negara
berkembang dapat diturunkan separuhnya. Namun, dapat dicatat bahwa janji
negara-negara maju untuk memberikan bantuan dana pembangunan tidak seluruhnya
dapat direalisasikan.
Dua cara
pengukuran
Kegagalan pencapaian target MDG menjadi bahan diskusi yang
menarik bagi kalangan perguruan tinggi dan masyarakat madani. Sebagian
menyalahkan tidak adanya kebijakan yang terfokus. Sebagian lain menyalahkan
tidak ditepatinya janji oleh negara maju untuk membantu negara berkembang.
Sebagian lain menyalahkan perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya musibah
bencana alam yang merugikan rakyat banyak di negara-negara berkembang. Namun,
pengalaman pengembangan program global seperti MDG itu merangsang banyak
negara tetap berminat mengembangkan skema baru yang kemudian disebut sebagai
SDG.
Disepakati bahwa program baru ini merupakan komitmen guna
meningkatkan kemajuan umat manusia melalui upaya pemenuhan kebutuhan dalam
lingkungan sumber daya alam yang terbatas. Kemajuan upaya pembangunan manusia
biasanya diukur melalui Human Development Index (Indeks Pembangunan
Manusia/IPM). Sementara peningkatan kebutuhan manusia akan sumber daya alam
yang terbatas biasanya diukur melalui ecological footprint.
Melalui dua macam cara pengukuran tersebut, para ahli dunia mengukur
keberhasilan upaya manusia untuk meningkatkan pembangunan manusia tanpa harus
mengorbankan kemampuan sumber daya alam yang terbatas. Biasanya disepakati
bahwa dalam keadaan IPM sampai tingkat tinggi, misalnya 0,8, disertai
penggunaan sumber daya alam sampai batas yang dianggap tidak membahayakan.
Ini merupakan pedoman yang perlu dianut dan dipergunakan oleh setiap negara
agar pembangunan berkelanjutan dapat berjalan dengan baik.
Biarpun secara umum tingkat kesadaran atas pembangunan
berkelanjutan meningkat tajam, dari suatu studi diketahui bahwa pada 2003
hanya ada satu dari 93 negara yang menganut batas yang dianggap wajar. Di
negara maju, misalnya, tercatat ada perbaikan angka IPM, tetapi umumnya
diikuti oleh kenaikan angka ecological footprint. Keadaan itu menggambarkan
adanya kekhawatiran atas kerusakan sumber daya alam dan makin menjauhkan
upaya pembangunan yang berkelanjutan.
Sebaliknya, ada juga negara-negara berkembang yang mengalami
kenaikan nilai IPM, tetapi tidak diikuti naiknya kebutuhan rata-rata penduduk
atas sumber daya alam yang tersedia di negaranya.
Sebanyak 17 tujuan SDG 2015 yang menjadi bahan laporan PBB dan
diresmikan pada 25 September lalu umumnya dibagi secara kasar menjadi tiga
kelompok yang sangat penting. Kelompok pertama meliputi (1) pemberantasan
kemiskinan, kelaparan, dan keamanan pangan; (2) kesehatan, pendidikan; (3)
kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan; (4) serta akses terhadap air
dan sanitasi, termasuk di dalamnya perlindungan sosial.
Kelompok kedua difokuskan pada bidang ekonomi dan lingkungan
hidup, yang pada umumnya merupakan penyempurnaan dari sasaran yang tertuang
dalam MDG. Utamanya menggarisbawahi peranan yang dapat diberikan oleh
sektor-sektor produktif yang dipadukan dengan upaya pembangunan berkelanjutan.
Kelompok ini diberi tekanan pada (1) upaya pembangunan
berkelanjutan, kesempatan kerja yang menguntungkan; (2) akses pada sumber
energi, infrastruktur; (3) industrialisasi dan inovasi; (4) kota yang aman
dan permukiman, perubahan iklim; (5) kelautan, laut, dan kekayaannya; serta
(6) ekosistem dan keanekaragaman alam.
Kelompok ketiga ditujukan untuk meningkatkan sasaran MDG dalam
hal (1) mengatasi kesenjangan antar dan dalam setiap negara; (2) kebutuhan
untuk memperkenalkan pola konsumsi dan produksi; (3) pengembangan masyarakat
yang inklusif dan damai; serta (4) akses pada keadilan yang efektif untuk
semua serta lembaga yang akuntabel dan inklusif pada semua tingkatan.
Era dan
harapan baru
Secara khusus diarahkan agar upaya melalui SDG dapat
menghilangkan atau setidaknya mengurangi kelemahan yang terjadi selama masa
pelaksanaan pembangunan MDG yang lalu. Banyak diamati bahwa kegagalan di masa
lalu menjadi sangat berat bagi negara dengan pendapatan rendah berupa
kesalahan pada pelaksanaan di tingkat lapangan. Oleh karena itu, sebelum
Sidang PBB pada 25 September lalu, telah dilakukan persiapan yang cukup
panjang disertai diskusi yang sangat luas.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah mengadakan pertemuan
tingkat tinggi sejak 2012 yang menghasilkan laporan khusus tentang SDG
disertai sasaran-sasaran yang direkomendasikan. Telah pula dibentuk panitia
tingkat tinggi untuk membahas sasaran SDG yang akan dijadikan bahasan global,
yang dipimpin bersama oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden RI
(saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Liberia Ellen Johnson.
Diterimanya konsep SDG oleh PBB, yang memberi perhatian pada
pembangunan ekonomi, lingkungan, dan tujuan-tujuan pembangunan sosial, dapat
dianggap sebagai langkah maju untuk umat manusia. Langkah itu diharapkan
segera diperkenalkan secara luas dan diadopsi oleh setiap anggota PBB agar
gagasan serta indikator operasionalnya dapat dijadikan pedoman untuk
mengarahkan pembangunan 15 tahun ke depan.
Dunia memasuki era baru yang memberi harapan manusia memegang
peranan penting untuk pembangunan berkelanjutan. Lebih dari itu, diperlukan
komitmen politik yang sangat tinggi dalam satu dan antarnegara untuk saling
membantu dan menggerakkan partisipasi masyarakat yang luas, dukungan dana,
serta kearifan lokal yang memberi dukungan pencapaian yang merata dan luas. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar