Hijrah dan Momentum Kebangkitan Bangsa
Suhardi Behrouz ; Program Doktor Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau
|
MEDIA
INDONESIA, 15 Oktober 2015
BERPINDAHNYA Nabi Muhammad dari
Mekah ke Madinah menjadi titik awal kebangkitan Islam. Mekah tidak lagi
menjadi tempat strategis untuk memulai langkah besar dalam mengembangkan dan
menerapkan Islam sebagai sebuah tatanan dan tuntunan kehidupan, apalagi
penentangan dan ancaman yang berbentuk fisik dan politik terus menghantui
derap langkah nabi dan pengikutnya dalam menyebarkan agama Islam. Kondisi itu
dimaklumi Allah sehingga memerintahkan nabi untuk melakukan perjalanan ke
Madinah.
Pindahnya Nabi Muhammad ke
Madinah inilah yang dikenal dengan hijrah, sekaligus menjadi momentum umat
Islam untuk bangkit dan mewarnai peradaban dunia. Selanjutnya, Umar bin
Khattab menjadikannya sebagai titik awal penanggalan Islam yang
penghitungannya berdasarkan peredaran bulan (Qomariah). Lahirnya penanggalan
Islam tersebut bukanlah sekadar kepentingan administrasi dan kalkulasi hari
saja, melainkan juga memiliki nilai penting bagi umat Islam itu sendiri, baik
secara personal maupun sebagai rujukan tatanan kehidupan umat.
Sebagai personal, muslim harus
senantiasa melakukan hijrah guna melejitkan kompetensi religiositas. Menjadi
muslim yang berbenah dalam laku kehidupannya dan selalu menampilkan grafik
kebaikan di setiap pertambahan waktu. Itu selaras dengan ungkapan nabi bahwa
`muslim yang baik dan beruntung adalah hari ini lebih baik dari hari
kemarin'. Dalam makna luas, hijrah dipandang sebagai langkah tepat bagi
komunitas umat yang ingin melejitkan potensi positifnya. Mengubah paradigma
lama yang sarat dengan kejahilan dan kemunduran, kemudian menggantinya dengan
paradigma baru, dengan nilai dan laku yang baik serta berorientasi kemajuan.
Momentum kebangkitan
Rasulullah dengan petunjuk
Allah menjadikan hijrah sebagai momentum yang tepat untuk mengorak langkah
baru guna mengembangkan dakwah Islam. Membangun daulah dengan masyarakat yang
komunal di Madinah. Hasilnya Nabi Muhammad berjaya meletakkan fondasi Islam
dan membuat Islam terus berkembang hingga daratan Eropa.Bahkan, Islam pernah
menguasai dunia dengan memiliki pusat pemerintahan di Andalusia, Spanyol.
Walaupun peristiwa dan lakaran
sejarah yang ditorehkan Nabi Muhammad terjadi 14 abad silam dalam lokus yang
berbeda, esensi dan makna hijrah tetaplah penting dalam meniti dan menata
kehidupan di era sekarang. Hijrah ialah kesadaran diri atau komunitas untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.Menjadi titik nadir kemunduran
dan pertanda kehancuran, manakala diri dan institusi yang lebih besar tidak
mau melakukan perubahan atau hijrah.
Sebagai bangsa dengan populasi
besar dan mayoritas muslim, Indonesia memiliki potensi menjadi kekuatan besar
dunia. Semua ini akan terwujud bila semua elemen bangsa mau melakukan hijrah
dalam setiap elemen kehidupannya.Apalagi Indonesia akan mendapat bonus
demografi yang terjadi antara 2010 dan 2030, ketika usia produktif merupakan
proporsi terbanyak dari penduduk.
Potensi besar itu harus
dimanfaatkan untuk kebangkitan bangsa. Semuanya dimulai dengan melakukan
hijrah maknawi. Langkah awalnya dengan revolusi mental sebagaimana yang
dicanangkan Presiden Jokowi. Mengubah pemikiran menjadi lonceng perubahan sebuah
bangsa. Fakta historis menunjukkan kebangkitan Eropa dari masa kelam bukan
dimulai dari revolusi sains yang berlanjut menjadi revolusi industri.
Semuanya bermula dari revolusi pemikiran yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan
besar seperti James Waat yang menemukan mesin uap kemudian memicu lahirnya
revolusi industri.
Mengubah mental masyarakat yang
telah dijajali dengan kebiasaan tidak baik bertahun-tahun bukanlah pekerjaan
mudah. Perlu iktikad kuat untuk melakukan hijrah, meninggalkan segala
kebiasaan tidak baik masa lalu menuju tradisi dan kebiasaan yang sarat
nilai-nilai prestasi. Meninggalkan kemalasan menuju masyarakat yang bergairah
untuk bekerja dan berinovasi. Mengebumikan tradisi antikorupsi dalam setiap
lintas administrasi kehidupan publik. Menyentakkan ruh untuk berkompetisi
serta menghiasi nilai-nilai kehidupan selaras dengan ketetapan dan ketentuan
Tuhan.
Perjuangan untuk membangkitkan
potensi bangsa harus dilakukan secara berimbang, antara jasmani dan rohani.
Membangun Indonesia dengan infrastruktur yang mentereng serta mengedepankan
deretan angka statistik pertumbuhan ekonomi tanpa menyejajarkan dengan
pembangunan spiritual hanyalah ibarat membangun rumah laba-laba yang akan mudah
roboh dan terkoyak oleh terpaan angin sepoi-sepoi. Masalah akan bermunculan
di sana-sini yang akan sulit diatasi dan menjadi bom waktu yang akan meledak
serta membuat potensi besar bangsa akan mudah berkecai, sulit diurai kembali
menjadi tenunan kuat nan apik sebagai bangsa.
Untuk itu, momentum hijrah
penting untuk mengikat bingkai Indonesia dalam meraih kebangkitan bangsa.
Menjadikannya Indonesia sebagai roh yang berpijak pada bumi keindonesiaan.
Bumi yang penuh dengan potensi kekayaan alam yang notabene bukan warisan
leluhur, melainkan anugerah Tuhan yang telah bangsa patrikan dalam pembukaan
UUD 1945 sebagai dasar negara.
Sebuah pengkhianatan besar bila
bangsa Indonesia mengorak langkahnya untuk kebangkitan dan kemajuan TA AREADI
tapi melupakan hijrah maknawinya sebagai bangsa. Mengisi niat kemajuannya
dengan ambisi pribadi atau untuk kepentingan kelompok tertentu dan melupakan
niat tulusnya untuk segenap bangsa. Untuk itu, sangat tepat bangsa ini
memulai dan meletakkan bangunan kebangkitan bangsa dengan niat yang baik
untuk kemakmuran seluruh tumpah darah Indonesia.
Menjadi ironi bagi bangsa besar
dengan potensi besar seperti Indonesia tidak berjaya meraih kebangkitan
bangsa, tidak berhasil menyejahterakan rakyatnya. Barangkali itu disebabkan
niat kita yang salah dalam membangun bangsa, atau memiliki niat baik di awal
tetapi berubah di tengah jalan menjadi niat yang sarat motif politik dan
kepentingan.
Untuk itu, tak salah bangsa
besar ini disadarkan perkataan nabi, “Sesungguhnya amalan itu tergantung pada
niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.
Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (akan
diterima) sebagai hijrah karena Allah dan RasulNya, dan barang siapa
berhijrah karena dunia yang ia cari atau wanita yang hendak dinikahinya, maka
ia akan mendapati apa yang ia tuju (HR Bukhari & Muslim).“
Perkataan nabi itu muncul
ketika pengikutnya sudah melencengkan niat untuk hijrah. Banyak yang
melakukan hijrah karena orientasi mencari keuntungan sesaat dan tidak
meletakkan niat hijrah dalam wadah yang sebenarnya. Semoga bangsa Indonesia
menjadikan hijrah sebagai momentum kebangkitan dengan meluruskan orientasi
dan motivasi (niat). Wallahu'alam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar