Senin, 07 September 2015

Telepon Pintar

Telepon Pintar

Purnawan Andra  ;  Peminat Kajian Sosial Budaya Masyarakat
                                               KORAN TEMPO, 04 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Teknologi menyebabkan arus perubahan berlangsung global, masif, dan tanpa batas di segala bidang. Kemajuan teknologi memudahkan pemenuhan segala kebutuhan hidup manusia. Pada saat yang sama, kehidupan yang makin maju menghendaki segala sesuatu yang bersifat efektif dan efisien.

Salah satu wujud keajaiban teknologi informasi adalah smartphone (telepon pintar). Tidak hanya menjadi alat komunikasi, dengan fasilitas yang dimilikinya, smartphone memiliki fungsi dalam hal penyimpanan data, Internet, perbankan, televisi, game, kamera, foto, radio, gambar, musik, pengiriman pesan (pendek dan multimedia), dan fitur-fitur lain. Ia bukan bukti kemajuan teknologi informatika semata, tapi juga menjadi dasar revolusi besar komunikasi, bahkan tata hidup manusia secara umum.

Smartphone kini merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat dari segala lapisan. Tak dapat dimungkiri, smartphone telah menjadi ikon modernitas yang juga menandai pergeseran nilai, bahkan struktur sosio-kultural. Umberto Eco mensinyalir sistem komunikasi modern telah melahirkan kesadaran akan lahirnya zaman komunikasi (age of communication), dengan smartphone menjadi salah satu penanda utamanya. Herbert Marcuse (1990:26) juga menyebut "teknologi sebagai hasil produksi material telah merancang lahirnya sebuah dunia". Juergen Habermas mengakui pula peran telepon (baca: smartphone) dalam kehidupan modern sebagai medium komunikasi yang tak sekadar memenuhi keinginan menyampaikan atau menerima informasi, tapi juga secara substansial menjadikan keinginan itu bisa diketahui.

Dalam kehidupan sehari-hari, selama 24 jam manusia tidak bisa melepaskan smartphone dari tangan mereka. Pesan (message) yang berupa deretan angka, huruf, dan ikon emoticon merepresentasikan sosok yang hidup dalam konteks suatu ruang (tempat) dan waktu. Dan dari sana bentuk komunikasi terjadi: manusia menunggu respons, balasan (reply) dari orang lain. Manusia berpikir, bertindak, mengekspresikan diri melalui teknologi.

Di balik itu semua, smartphone tidak hanya menciptakan keterbatasan bagi tubuh, tapi juga kesadaran manusia. Dengan smartphone, teknologi tidak menjadi satu subsistem peralatan dalam sistem besar kebudayaan-sebagaimana pemikiran Koentjaraningrat yang membagi komponen kebudayaan menjadi agama, kebiasaan, ilmu, bahasa, seni, pekerjaan, dan teknologi. Teknologi telah menjadi seperangkat sistem adat-istiadat. Smartphone telah menjadi sebuah kebiasaan, norma, atau tradisi masyarakat baru. Dengan demikian, siapa pun yang tidak memanfaatkannya adalah orang yang berada di luar norma, uncivilized, atau orang-orang yang berpikir liar (savage mind menurut rumusan Levi-Strauss) (Saifur Rohman, 2008).

Lebih lanjut, tanpa disadari, manusia menjadi sejenis makhluk tuna-kesadaran, tanpa perasaan, dan miskin respons, sehingga kehilangan kemanusiaannya sebagai makhluk hidup. Makhluk itu memiliki pekerjaan menanti pesan pendek di layar telepon seluler,  e-mail masuk ke inbox, serta komentar atau sekadar ikon emoticon menjadi respons di blog-blog yang dibuatnya. Smartphone hadir dan melahirkan kisah-kisah yang merepresentasikan kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar