Jumat, 18 September 2015

Dari Ojek Sepeda ke Go-Jek

Dari Ojek Sepeda ke Go-Jek

Margaretha Putri Rosalina  ;  Litbang Kompas
                                                     KOMPAS, 17 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Ojek kini terangkat popularitasnya setelah adanya kemudahan layanan dengan penggunaan teknologi. Perselisihan antara ojek pangkalan dan ojek "digital" pun mulai merebak. Di sisi lain, ojek yang sudah puluhan tahun berkembang di Indonesia itu juga dianggap ilegal karena tidak sesuai Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Ojek bukan barang baru di Indonesia. Ojek pertama kali muncul di Jakarta tahun 1970-an di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok dalam bentuk ojek sepeda. Ojek ini sebagai reaksi atas larangan terhadap bemo dan becak masuk ke pelabuhan. Keberadaan ojek sepeda perlahan digantikan ojek sepeda motor yang juga muncul di Ancol sejak 1974. Namun, kehadiran ojek sepeda motor dianggap mengganggu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tahun 1979, polisi mulai merazia ojek sepeda motor karena dinilai makin tak terkendali.

Sampai sekarang, ojek tak hanya berkembang di Jakarta, tetapi juga ke beberapa kota lainnya. Jumlahnya belum diketahui pasti, tetapi bisa diduga mencapai puluhan ribu di seluruh Indonesia. Selain semakin banyak, fungsi layanannya pun mengalami perkembangan.

Saat pertama kali muncul di Jakarta, ojek merupakan alat transportasi jarak dekat, misalnya mengantarkan penumpang di dalam kawasan Tanjung Priok, Ancol, atau Harmoni. Kemudian ojek berevolusi menjadi moda yang mengantar warga dari depan rumah sampai ke jalan raya. Di Jabodetabek, ojek banyak digunakan sebagai angkutan pengumpan bus transjakarta atau kereta komuter.

Seiring dengan kemacetan lalu lintas di Jakarta, ojek berubah fungsi menjadi seperti angkutan umum, yang melintasi jalanan Jakarta. Jarak tempuh jasa antar sepeda motor tersebut sudah puluhan kilometer. Ojek pun menjadi favorit warga Jakarta untuk menembus kemacetan.

Ojek daring

Pemakaian moda ojek yang tinggi membuahkan inovasi baru yang menggabungkan teknologi informasi komunikasi dengan jasa ojek. Tahun 2011 merupakan awal beroperasinya perusahaan Go-Jek di Jakarta, lalu diikuti dengan munculnya beberapa perusahaan sejenis, seperti Grabbike, Blujek, Transjek, dan Love-Jek. Go-Jek tahun ini mulai meluaskan usahanya ke Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Surabaya.

Berbeda dengan ojek konvensional, calon penumpang yang ingin menggunakan jasa ojek dalam jaringan (daring) harus melakukan pemesanan melalui aplikasi khusus pada telepon berbasis Android atau iOS. Penumpang tidak perlu bersusah payah menunggu ojek di pinggir jalan atau pangkalan ojek. Cukup dengan beberapa sentuhan di layar telepon pintar, tukang ojek terdekat akan datang menghampiri.

Pemprov DKI memberikan apresiasi positif terhadap kehadiran inovasi yang dilakukan perusahaan transportasi ini. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan, keberadaan ojek dengan sistem yang baik nantinya dapat membantu kehidupan warga Ibu Kota. Ojek diperlukan untuk menghubungkan penumpang bus dan kereta dari rumahnya menuju terminal, halte, atau stasiun terdekat.

Go-Jek

Adalah Nadiem Makarim dan Michaelangelo Moran yang mendirikan PT Go-Jek Indonesia. Idenya adalah membangun sebuah perusahaan transportasi daring yang menghubungkan pemilik ojek dengan calon penumpangnya lewat sistem dan aturan tertentu. Gagasan ini muncul untuk mempertemukan dua kepentingan.

Di satu sisi, banyak tukang ojek yang biasanya menghabiskan waktu dengan mangkal di satu tempat, tetapi di sisi lain sering kali calon penumpang kesulitan menemukan ojek saat dibutuhkan. Calon penumpang sering kali harus berjalan jauh dulu ke pangkalan ojek atau menunggu lama ojek yang lewat. Dengan sistem Go-Jek, tukang ojek bisa lebih produktif menghasilkan uang dan calon penumpang dipermudah mendapatkan alat transportasi yang cepat dan murah.

Awalnya, perusahaan dengan slogan "An Ojek for Every Need" ini hanya mengandalkan fasilitas call centre dalam menjalankan bisnisnya. Sistem tersebut tidak efisien karena setiap ada pesanan, staf di kantor harus menghubungi satu per satu tukang ojek yang tidak beroperasi. Namun, sejak diluncurkan aplikasi pemesanan berbasis Android dan iOS akhir tahun lalu, bisnis ini berkembang pesat dan dikenal oleh masyarakat.

Penumpang cukup memesan lewat aplikasi dalam ponsel dengan menuliskan lokasi penjemputan dan tujuan pengantaran. Setelah itu, penumpang akan mengetahui kisaran tarif yang harus dibayar dan setelah mendapat balasan bisa melacak keberadaan ojek yang dipesan melalui pesan singkat ataupun telepon langsung.

Pembayaran bisa dilakukan secara tunai ataupun nontunai, yakni lewat sistem kredit yang bisa diisi ulang lewat aplikasi. Setelah dipesan, Go-Jek akan datang menghampiri dalam waktu 2-5 menit. Setelah datang, pengemudi akan memberikan masker dan penutup rambut secara gratis kepada penumpang yang diikuti oleh helm berlogo Go-Jek.

Keuntungan lainnya adalah soal tarif yang jelas. Selama ini, ketidakjelasan tarif ojek konvensional dikeluhkan pengguna ojek. Ditambah lagi saat promosi, Go-Jek menerapkan harga yang sangat murah, Rp 10.000 misalnya, asal tidak melebihi jarak 25 kilometer.

Selain jasa antar jemput penumpang, Go-Jek juga menerapkan jasa pengiriman barang, pesan antar makanan, dan berbelanja. Hal ini merupakan terobosan baru dalam jasa perojekan. Meski sebenarnya, mungkin ojek konvensional telah melakukan jasa tersebut pada pelanggan setianya, tetapi belum terorganisasi.

Perekrutan

Go-Jek yang menyebut dirinya sebagai perusahaan peranti lunak itu merekrut calon pengemudi ojek melalui iklan koran. Calon pengemudi tidak harus mempunyai pengalaman ojek.

Syarat yang harus dipenuhi sangat mudah, yakni mempunyai sepeda motor, SIM C, dan waktu luang pada jam-jam kerja. Setelah pendaftaran, manajemen Go-Jek akan memeriksa latar belakang calon karyawannya dan meminta jaminan, seperti BPKB, kartu keluarga, akta kelahiran, atau buku nikah.

Setelah diterima menjadi karyawan, pengemudi akan memberikan telepon pintar yang harus dibayarnya dengan cara mencicil lewat gaji. Selanjutnya memberikan pelatihan penggunaan aplikasi Go-Jek, melayani pelanggan, sampai etika mengemudi. Sepasang helm dan jaket bermerek Go-Jek diberikan gratis, disertai sejumlah uang dalam bentuk pulsa, kredit Go-Jek dan tunai.

Go-Jek akan mentransfer uang sebesar Rp 8 juta per bulan kepada pengemudinya yang telah dipotong sekitar 20 persennya untuk perusahaan. Penghasilan tetap inilah yang menjadi daya tarik sendiri bagi tukang ojek pangkalan dan juga beberapa warga yang sebelumnya memiliki penghasilan tidak tetap.

Go-Jek menyelenggarakan perekrutan pengojek besar-besaran selama empat hari (11-14 Agustus) di Hall Basket Senayan. Setiap hari pendaftar diperkirakan 4.000 orang. Dari hasil perekrutan itu, pihak Go-Jek mengaku sudah memiliki tambahan sekitar 8.000 tukang ojek.

Hingga awal Juni 2015, Go-Jek sudah memiliki 15.000 armada sepeda motor di Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya. Jumlah itu cukup pesat jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2014 yang hanya 1.000 armada. Pengunggah aplikasinya pun sudah mencapai 100.000 orang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar