Dampak Ekonomi Haji dan Kurban
Irfan Syauqi Beik ; Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi
Syariah
(CIBEST) IPB Bogor
|
JAWA
POS, 21 September 2015
HAJI dan kurban adalah ibadah yang bersifat
multidimensi dan sarat nilai. Baik yang bersifat vertikal dengan Allah SWT
maupun horizontal dengan sesama manusia.
Dua ibadah tersebut juga memiliki sisi ekonomi
yang jika dikelola dengan baik akan berdampak positif terhadap perekonomian
nasional. Paling tidak, ada dua implikasi ekonomi dari ibadah haji dan kurban
ini.
Pertama, pengelolaan haji dan kurban yang
tepat akan memperkuat sektor riil perekonomian nasional. Hal ini disebabkan
dua ibadah ini melibatkan banyak industri di sektor riil untuk menopang
pelaksanaannya.
Haji, misalnya, melibatkan industri-industri
penting seperti transportasi udara, jasa komunikasi, dan jasa layanan
katering bagi jamaah. Total biaya perjalanan 168 ribu jamaah haji tahun ini
yang mencapai angka kurang lebih Rp 7 triliun menunjukkan kuatnya sisi
ekonomi ibadah haji ini. Apalagi jika kuota jamaah haji ini bisa kembali
normal, yaitu 211 ribu orang, angkanya otomatis akan lebih besar lagi.
Demikian pula dengan ibadah kurban yang
mendorong pengembangan industri peternakan beserta infrastrukturnya. Tahun
ini, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sebagian daerah
justru mengalami kenaikan permintaan hewan kurban, meski sebagian lagi
mengalami penurunan.
Sebagai contoh di Bengkulu. Dinas peternakan
dan kesehatan hewan provinsi tersebut menyatakan bahwa jumlah sapi potong
untuk kurban naik hampir 10 persen, dari 9.674 ekor pada 2014 menjadi 10.604
ekor tahun ini.
Demikian pula di Jawa Barat, di mana jumlah
hewan kurban naik dari 254 ribu ekor tahun lalu menjadi 270 ribu ekor tahun
ini. Adapun daerah yang mengalami penurunan, antara lain, Kediri, Jawa Timur.
Di sana permintaan hewan kurban turun hingga hampir separonya dibandingkan
dengan tahun lalu.
Dengan kondisi di atas, implikasi ibadah haji
dan kurban terhadap perekonomian nasional menjadi sangat signifikan. Agar dampaknya
terhadap perekonomian domestik ini semakin baik, pertumbuhan haji dan kurban
dari sisi permintaan harus diantisipasi dengan memperkuat sisi penawarannya (supply).
Aspek supply
ini harus diusahakan semaksimal mungkin memanfaatkan hasil produksi dalam
negeri. Hewan kurban, misalnya, siapa yang selama ini lebih banyak
menikmatinya, apakah peternak dalam negeri atau peternak luar negeri seperti
Australia?
Jika kapasitas produksi para peternak dalam
negeri belum optimal, perlu ada penguatan terhadap mereka, baik dari sisi
teknis produksi maupun permodalannya.
Selanjutnya, yang kedua, ibadah haji dan
kurban dapat memperkuat sektor keuangan syariah. Keberadaan UU No 34/2014
tentang Pengelolaan Keuangan Haji merupakan salah satu upaya untuk memperkuat
sektor keuangan syariah.
Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa yang
menjadi BPS BPIH (bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji)
adalah bank syariah (BUS dan UUS) yang ditunjuk BPKH (Badan Pengelola
Keuangan Haji).
Dengan aturan ini, dana setoran haji yang
jumlahnya mencapai angka Rp 73 triliun saat ini harus masuk rekening syariah
seluruhnya. Apalagi jika dana tersebut dapat digunakan secara produktif,
manfaatnya juga akan dinikmati sektor riil perekonomian.
Karena itu, pendirian BPKH sesuai amanat UU
menjadi sangat strategis. Sesuai dengan ketentuan, pembentukan BPKH ini
seyogianya dilakukan pemerintah paling lambat Oktober 2015.
Penulis berharap BPKH ini nantinya diisi
orang-orang yang memiliki integritas, kompetensi, dan profesionalitas, bukan
hanya pada aspek pengelolaan haji. Namun juga pada aspek keuangan dan
investasi syariah.
Sementara itu, pada ibadah kurban, industri
perbankan dan keuangan syariah dapat dilibatkan dalam mengembangkan kapasitas
produksi peternak dalam negeri, melalui penyediaan skema pembiayaan syariah
yang menguntungkan semua pihak.
Pembiayaan dengan akad salam, misalnya, dapat
digunakan sebagai sarana untuk memberikan modal awal penuh di muka kepada
para peternak sehingga kemampuan produksi mereka akan meningkat. Demikian
pula dengan akad-akad lainnya. Wallahu
a’lam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar